7. BRAV-FEST
Ify sudah bersiap di luar aulaputih,dibantu Difa,ia berjalan menuju panggung. Dimana sebuah grand piano putih telah menantinya. Di ujung sana, Pricilla tersenyum sinis menantikan sejarah hidup baru ify akan di mulai. Sebentar lagi...
Ify melenggang santai menuju grandpiano putihnya,semua orang tertuju kepada kecantikan ify,yang siang itu menggunakan sebuah dress berwarna putih(?) dengan makeup natural yang makin menambah kesan anggun pada penampilannya. Ia mulai bersiap untuk duduk...tapi...
Krekk.. kratak...
BRAKKK...
Ify terjengat kebelakang, kursi yang ia duduki patah jadi dua, semua orang yang ada disana terheran-heran. Bahkan dengan gerakan reflek, Rio sudah ada diatas panggung, membantu Ify untuk bangun.
“Rio? Ngapain?” semua orang bertanya-tanya melihat rio yang dengan sigap membantu ify berdiri dan merapikan dressnya. Ify yang masih linglung hanya diam saja dengan perlakuan Rio.
“Apa-apaan sih?!?!” Pricilla mendatangi Rio dan ify yang ada dipanggung, lalu menarik tangan Rio.
“Kamu ini apa-apaan? Kenapa nolongin dia, sih?” protes pricilla tak terima.
“Dia lagi kena musibah, apa salah gue bantuin dia?”
“Kok jadi gue-elo sih ngomongnya?!?! Lo suka, sama ify?!”
Najis! Nih cewek satu norak banget, sih. Nggak sadar, apa, diliatin orang-orang. Hih. Ify bergidik ngeri melihat Pricilla dan Rio yang ada di tengah panggung, sedangkan dia sudah bersembunyi di samping stage, dibantu Sivia dan Alvin.
“Rio jangan diem! Jawab gue!” desak Pricilla sambil menarik lengan Rio.
“Gue sama ify udah tunangan! Puas, lo?!”
Sontak, semua orang yang mendengar ucapan Rio sibuk berkasak-kusuk. Ify yang mendengar itu pun langsung berlari menjauh darisana. Berulang kali Rio, Sivia, Alvin meneriakkan namanya. Tapi ify tetap berlari.
Gue berasa ingin lenyap! selamany−“AWWW!”
Ify terjatuh, wegdes yang ia pakai tidak seimbang. Lututnya lecet terantuk tanah kasar lapangan.
“Nggak apa-apa?” tanya seseorang sambil membantu ify berdiri.
“Nggak.. makasih.” Ujar ify lalu beranjak darisana.
Cowok yang menolong ify itu hanya mengangkat bahunya, tak peduli.
**__**
“Tunangan?? Maksud lo apa??” suara Pricilla makin meninggi.
“Ya, gue tunangan. Sama ify, pemilik sekolah ini.”
Terdengar suara ‘oh’ dan ‘wow’ dimana-mana. Telinga Pricilla panas, emosinya makin meledak.
“Pemilik sekolah ini gue, bukan Ify!”
“berhentilah sama obsesi lo, Priss. Terima kenyataan, kalo lo bukan anak pemilik yayasan, anak pemilik sekolah. Lo ya pricilla, bukan siapa-siapa.” Desis Rio tajam
Pricilla terdiam di tempatnya. Semua orang kini menatap Pricilla dengan ekspresi jijik, makian terdengar disana-sini. Merasa dirinyalah yang sekarang sedang di permalukan, ia pun beranjak darisana.
**__**
“Rio tengil! Pesek! Nyebelin! Kenapa, sih, dia bangga banget sama status tunangan? Kenapa, sih,dia gak berencana buat ngebatalin pertunangan aja? Apa dia nggak tau, gue bener-bener nggak suka sama status ini? ARRGHHH nyebelin!”
“Jadi disini lo?!?!”Pricilla menghampiri Ify dan menatapnya penuh emosi.
“Apa? Nggak puas, lo, mempermalukan gue di depan anak-anak?”
“Harus nya gue yang bilang gitu ke lo! Lo udah mempermaluin gue di depan anak-anak!”
Ify berdiri dari tempat duduknya. “Gue sama sekali nggak merasa mempermaluin lo di depan anak-anak! Lo yang mempermalui diri lo sediri!”
Pricilla tertawa sumbang, “Jangan karena tunangan lo tersayang itu belain lo, lo bisa seenaknya, ya, sama gue!”
“Dia...bukan...tunangan...gue...”desis ify sinis.
“Terserah! Yang jelas, karena dia lebih belain elo daripada gue, yang jelas-jelas pacar dia, lo udah sangat kurang ajar. Lo udah merebut rio dari gue. Lo bikin gue malu di depan anak-anak. Denger, ya, fy. Suatu saat, gue pasti bakal baless semua perbuatan lo. GUE KELUAR DARI SEKOLAH INI!!” ujar Pricilla diiringi sebuah gebrakan di meja.
Ify hanya terdiam di tempatnya, sambil menatap tubuh Pricilla yang makin menjauh darisana.
**__**
“Pasti Pricilla udah nggak punya muka lagi, kasian.” Ujar Alvin dengan ekspresi sok sedih.
“Kasian juga, sih, dia. Niatnya mempermalukan ify, malah dia sendiri yang kena batunya. Parah, Rio frontal banget.” Sahut Shilla takjup.
“Pricilla lebih parah, ngaku-ngaku jadi anak pemilik yayasan. Tapi ternyata dia bukan siapa-siapa.”
“ada yang aneh... rio, kan, cinta mati sama pricilla. Tiba-tiba bisa kaya gitu ke Pricilla, hanya dalam waktu kurang dari empat hari... apa kalian percaya sama apa yang kalian liat, tadi?” tanya alvin masih dengan bingungnya.
Shilla dan cakka mengedikkan bahunya, sama-sama tak mengerti.
“tapi....tunangan...sejak kapan, rio sama ify tunangan?”
“beberapa hari yang lalu. Aku baru aja di ceritain sama ify dua jam yang lalu.”
“Jadi...itu bener?”
Cakka dan Shilla mengangguk.
“kejadian tadi nggak usah terlalu di fikirin, kalian fokus aja sama acara ini. Abis ini, kita yang tampil. Fokus, ya guys.” Perintah Sivia sambil membenarkan microphonenya.
**__**
“Priss.. maafin gue Priss.. maafin gue...” ujar Rio sambil menarik lengan Pricilla.
“Lepas.”
“Bu..bukan maksud gue...gue...”
PLAKKK
Pricilla menampar rio keras-keras, hingga sampai beberapa detik kemudian, rio merasakan pipinya masih berdenyut-denyut.
“Kita putus. Makasih buat hari ini. Lo bener-bener sukses mempermalukan gue didepan anak-anak. Thanks banget buat lo, Mario Stevano.”
“Ta...tapi Priss.. gue sayang sama lo...gue...”
“Makasih.” Pricilla menyambar tasnya dan segera masuk kedalam mobilnya.
“AARRGGHHH” Rio menendang mobilnya sendiri, yang berada di samping mobil Pricilla. “rusak semua! Rusak! Arrghhh lo bego mario!!!”
**__**
“Maaf, maaf, ada kesalahan teknis tadi. Sekarang kita sambut, BraveSound!”ujar sang MC.
Sivia, Shilla, Cakka, Zevana dan Debo menempati posisinya masing-masing.
“Siang, semuanya.” Ujar sivia semangat.
“SIAANGGG!!”
“Kita mau bawain lagu dari Taylor Swift, yang judulnya You Belong With Me. Yang tau lagunya, nyanyi bareng yaaa!!”
Tabuhan drum dan gitar mulai berkumandang di lapangan BRAVIE,sebagian penonton sudah mulai bernyanyi mengikuti irama.
“You’re on the phone, with your girlfriend she’s upset...
She’s going off about something that you said...
She doesn’t get your humor like i do...”
“Vi, lo tau? Berantem sama Aren bener-bener bikin frustasi. Dia bener-bener nggak asik...dikit-dikit ngambek.” Keluh Alvin pada Sivia di suatu cafe.
“Kamu kali, yang nggak bisa memahami hati cewek.” Sindirnya.
“Kurang apa gue? Gue udah berusaha peka sama Aren. Tapi dianya kaya gitu. Nyebelin.”
“Kamu berusaha, tapi nggak berhasil, kan? Kamu tuh bukan tipe cowok yang bisa peka sama keadaan sekitar.”
“Lah, kok lo nyalahin gue?”
“Kan emang gitu kenyataannya.”
“I’m on the room, it’s typical Tuesday night...
Im listening to the kind of music she doesn’t like...
She’ll never know your story like i do...”
“Lagi apa, lo, mbul?”
“Sialan, kamu Pit.”
Alvin tertawa. “Gue mau cerita. Boleh?”
“Biasanya nggak usah pake izin juga mulut kamu bergerak dengan sendirinya.”
“Ye, kali ini beda.”
“Paling juga cewek-cewek kamu lagi.”
“Cewek-cewek? Emang gue punya berapa cewek?”
Sivia melotot. “Kamu amnesia? Setelah kamu pacaran sama empat cewek dalam waktu seminggu, kamu masih tanya, kamu punya berapa cewek?!?!”
“Peace.” Alvin membentuk tanda V di tangannya. “Eh, gue serius mau cerita.”
“Yaudah cerita aja, ada apaan, sih?”
“Tadi...gara-gara gue nggak bikin PR Matematika... gue di hukum, disuruh bersihin toilet.”
“Toilet sekolah? Menjijikkan.”
“Bayangin gimana penderitaan gue. Bahkan, hampir tiga tahun gue sekolah di SMP kita, ke kamar mandi bisa di hitung. Lah, hari ini, sialnya, gue malah disuruh bersihin. Gue muntah-muntah. Yang ada, gue nggak jadi bersihin kamar mandi malah ke UKS. Pingsan.”
“Serius?”
“Lah, kenapa gue harus bohong? Gue pingsan! Gara-gara bersihin kamar mandi!”
Sivia tertawa ngakak. “Seorang playboy SMP Harapan pingsan Cuma karena bersihin kamar mandi? Luntur deh tuh harga diri.”
Alvin menjitak Sivia hingga sivia mengaduh kesakitan. “Apa-apaan, sih, kamu?”
“Jangan di ketawain! Aarrgh itu adalah hal paling memalukan di dalam hidup gue. Jangan kasih tau siapa-siapa, ya? Gue Cuma cerita ini ke lo.”
“Asal di beri ice cream aja buat tutup mulut.”
“Oke! Deal!”
“But she wears short skirts, i wear t-shirt...
She’s cheer captain and i’m on the bleachers...
Dreaming about the day, when you wake up and find that what you’re...
Looking for has been here the whole time...”
“Liat, vi. Cantik banget, kan, Angel? Sekali-kali , lo harus make dress kaya dia. Keliatan anggun. Masa pake baju kaya cowok melulu. Ntar orang-orang kira gue jalan sama cowok, lagi.”
“Masa bodoh. Ini style aku, terserah aku, dong mau pake baju yang kaya gimana. Aku bukan angel. Aku bukan cewek-cewek kamu yang pakaiannya kurang bahan gitu. Aku ya aku. Sivia.” Kesal Sivia lalu meninggalkan Alvin sendiri.
“Loh? ViA~ Gue kan Cuma bercandaaa!!”
“If you could see that i’m the one who understands you...
Been here all along so why can’t you see? You belong with me...
You belong with me...”
“Sampai kapan, sih, kamu mau main-main sama cewek? Nggak kasian, apa, sama mereka?”
“Gue nggak main-main, via.”
“Aku ini cewek, vin. Aku bisa ngerasain gimana perasaan mereka waktu kamu mainin mereka.”
“Gue nggak mainin mereka. Gue berusaha sayang. Tapi nggak bisa.”
“Kalo nggak bisa yaudah, berhenti main-main. Dan cari yang bener-bener bisa bikin kamu sayang. Karma itu ada, vin.”
“Lo nyumpahin gue?!”
“Walking the streets with you and your worn out jeans...
I can’t help thiking this is how it ought to be...
Laughing on a park bench thinking to my self...
Hey isn’t this easy?”
“Vi, kenalin. Ini Chelsea. Chels, kenalin, ini via.”
“Hai.” Ujar chelsea ogah-ogahan.
Sivia hanya tersenyum kikuk. “eng...aku ke toilet dulu, ya?”
Alvin mengangguk. Chelsea hanya melengos.
“Dia siapa?”
“Sahabat aku,”
“Kenapa kencan pertama ngajak dia, sih?”
“Keluarganya nitipin dia ke aku empat hari, chels. Sebagai sahabat yang baik, aku harus melaksanakan amanah dari kedua orang tuanya. Kita udah deket banget, kaya sodara.”
“Tapi ini kencan pertama kita, alvin. Aku nggak suka kamu ngajakin dia.”
“kenapa gak suka? Dia nggak ganggu, kok.”
“Kok kamu belain dia?!”
“Yayalah, dia sahabat aku.”
“Jadi kamu lebih pilih dia, daripada aku?”
Alvin menghela napasnya, mencoba tenang. “Dia sahabat aku. Dari awal aku masuk sekolah. Cuma dia yang tau baik buruknya aku. Dia segala-galanya, karena dia selalu ada disaat senang maupun susahku. Jadi, dia prioritas utamaku setelah kedua orangtuaku.”
“Terserah! Pokoknya aku tetep gak suka. Kalo kamu sayang sama aku, ayo kita pulang sekarang.”
Alvin menggeleng. “Kalo lo mau pulang, pulang aja sana. Kalo lo nggak bisa nerima dia, kita putus!”
“PUTUS?! Oke! Terserah!” Chelsea beranjak darisana dengan air mata berlinangan.
“vin, kamu keterlaluan.” Ujar sivia yang mendengar semua pembicaraan alvin dan chelsea.
“Kenapa? Persahabatan, kan, lebih penting dari segalanya. Dia aja kekanak-kanakan. Gue gak butuh cewek yang nggak bisa ngertiin gue.” Jawab alvin santai.
“And you’ve got a smile that could light up this whole town...
I haven’t seem it in awhile since she brought you down...
You say you’re fine i know you better than that...
Hey what you doing with a girl like that?”
“Via! Lo tau, gue udah nemuin cewek yang bener-bener cocok sama gue! Hobi kita sama, selera humor kita juga sama, anaknya seru, kayak lo gitu deh vi. Mana cantik banget lagi.”
“Oh. Selamat.”
“Gitu doang? Yaelah vi. Lo iri?”
“Ngapain? Nggak penting juga iri sama kamu,”
“Tapi kan selama ini lo jomblo mulu. Sedangkan gue udah nemuin orang yang pas buat jadi pasangan gue. Jomblo kan identik dengan galau...sedih...”
“Jomblo nggak menjamin seseorang bahagia atau nggak.” Sinis sivia yang lalu kembali menyibukkan dirinya dengan setumpuk soal tryout dihadapannya.
“She wears high heels, i wear sneakers...
She’s cheer captain and i’m on the bleachers...
Dreaming about the day, when you wake up and find that what you’re...
Looking for has been here the whole time...”
“Girang banget, kamu kayanya. Ada apa?”
“Gue kasih ciuman pertama gue buat Marsha. Gila, gue nggak nyangka bisa seekstrem itu.”
“vin! Kita mau aja naik kelas tiga SMP. Dan kamu udah berani cium cewek? Astaga... bejat.”
“Bejat apasih? Itu semua kejadian gitu aja. Gue juga baru sadar beberapa detik kemudian. Dia...bener-bener cewek yang tepat buat gue.”
“Oh.”
“lo kenapa, sih, vi? Kayanya lo gak suka gue jadian sama marsha.”
“Masa? Biasa aja, tuh.”
“Sory kalo misalnya gue udah jarang ngeluangin waktu berdua sama lo.”
“Gak papa. Kamu udah punya kehidupan kamu sendiri. Aku juga udah punya. Kita sama-sama punya hidup kita masing-masing.”
“via...”
“If you could see that i’m the one who understands you...
Been here all along so why can’t you see? You belong with me...
Standing by and waiting at your backdoor...
All this time how could you not know baby... you belong with me...
You belong with me...”
“Sekali lagi maafin aku, ya, vi. Aku emang egois. Dari dulu−“
“Nggak usah bahas-bahas yang dulu.” Desis sivia tajam, “Aku udah berusaha bersikap profesinal ke kamu, selama dua tahun. Asal kamu tau aja. Itu semua nggak gampang, perlu proses yang panjang. Jangan pernah ngebahas yang udah lewat. Karena masalalu, ya masalalu. Nggak perlu untuk di ungkit-ungkit lagi.” Sivia bangkit dari sana, lalu menyambar tasnya.
“via,” Alvin mencekal pergelangan tangan Sivia. “aku cinta kamu. Seharusnya kalimat ini yang keluar empat tahun yang lalu. Aku...cinta...kamu...”
“Lepasin, vin.” Alvin menurut. Ia melepaskan cekalan tangannya. Dan sedetik kemudian, sivia sudah tak ada disana. Ia sudah berlari.
“bego lo vin... lo bego vin bego..” maki alvin pada dirinya sendiri.
“Oh, i remember you driving to my house...
In the middle of the night...
I’m the one who makes you laugh, when you know you’re about to cry...
And i know your favorite songs, and you tell me about your dreams...
Think i know where you belong... think i know it’s with me...”
Alvin menatap lekat-lekat sivia yang sedang bernyanyi penuh penghayatan di atas panggung. Suara halusnya membuat alvin tak ingin mengalihkan pandangannya barang sedetikpun. Lagu ini seperti menyindirnya habis-habisan.
Apa gue bener-bener gak peka sama perasaan lo dulu ke gue? Kok gue bego banget ya vi? Sekarang gue kehilangan lo. Lo ada di sisi gue, tapi seperti nggak ada. Semuanya udah nggak kaya dulu. Maafin gue vi. Gue bakal bikin semuanya balik kaya dulu. Gue janji.
“If you could see that i’m the one who understands you...
Been here all along so why can’t you see? You belong with me...
Standing by and waiting at your backdoor...
All this time how could you not know baby... you belong with me...
You belong with me...”
Tepukan riuh mengakhiri penampilan BraveSound siang hari ini. Semuanya tersenyum senang. Berhasil!
**__**
TAGNYA NTAR YAK. ini on juga numpang hehehe. dont forget commentnyaaa. maaf kl makin kesini makin geje :)
@achaDG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar