24 Juli 2013

TRAP [10]

10. Preassure


"Lo mau yang rasa apa?" Tanya tristan sambil menoleh kearah ify.

"Vanilla aja." Ujar ify lalu mencari tempat untuk duduk. Dan pilihannya jatuh pada bangku panjang yang ada dibawah pohon. Diam-diam ify tersenyum memperhatikan punggung tristan yg sedang memesan ice cream untuknya. Ia bingung mengapa didekat tristan jantungnya berdetak lebih kencang daripada biasanya.

Ini pertemuan keduanya dengan tristan, walaupun sebenarnya merupakan yang keempat. Rasa canggung itu ada ketika ify dan tristan sama-sama diam tak bicara.  Ify bahkan selalu berusaha mencari topik agar mereka terus berbicara,karena ia takut jika mereka berdua diam,tristan bisa mendengar debaran jantung ify.

"Kok ngelamun? Nih," tristan menyidorkann ice cream ify.

"Makasih" ify menyambutnya dengan senang hati. Dan beberapa detik kemudian,ia mulai melahap ice cream vanillanya tanpa ampun.

Tristan geleng-geleng melihat wajah ify yang dipenuhi oleh ice cream. Dengan sigap,tanganny mengambil sapu tangan di sakunya dan membersihkan wajah ify.
Dengan gerakan tristan yg mendadak tersebut, ify membelalak. Mematung ditempatnya. Bahkan,ia menahan napasnya. Terlalu kaget dgn apa yg dilakukan tristan padanya.
''Makannya kaya anak kecil.'' Komentar tristan,

''E..e..emang gue masih kecil'' ujar ify mencoba mencairkan suasana dan mengalihkan kesaltingannya.

''Kalo segini masih kecil,gedenya gimana? Eh,tapi emang masin kecil. Makan aja belum bener'' ujarnya sambil mengacak-acak rambut ify. , ''Tristan!!" Pekik ify pura-pura kesal yg disambut gelak tawa tristan.

**__**

...Tak kumengerti, mengapa begini... Waktu dulu, ku tak pernah merindu,..


Mobil alvin sudah lebih dari setengah jam berhenti didepan rumah sivia. Dengan keadaan sivia yg pucat begini,ia sama sekali tak berani membangunkan sivia. Dengan sabar ia menunggu sivia hingga bangun.

...Tapi saat semuanya berubah... kau jauh dariku, pergi tinggalkanku...


''Maaf vi, gue gak ngerti kalo perasaan lo ke gue sedalem ini. Gue...'''

''Lupain. Anggap aja semuanya mimpi. Anggap aja gak pernah kejadian. Aku udah berusaha ngilangin perasaan aku ke kamu kok vin.''

''Tapi vi.. gak dengan lo jauhin gue juga. Gue bener-bener frustasi lo giniin gue. Kenapa,sih,kita gak kaya dulu?"

''Gak bisa. Semuanya gak bisa kaya duu lagi.''

''Kenapa?""

''Karena lusa aku pindah ke surabaya.''


...Mungkin memang ku cinta.. Mungkin memang ku sesali... Pernah tak hiraukan rasamu dulu...


Lo bego, tiga tahun sahabatan sama dia,lo gak pernah peka. Sekalipun lo ga dikasih kelebihan buat peka sama sekitar, tapi...hello...sivia sahabat lo. Orang yg spesial buat lo. Prioritas lo. Dan yang paling penting...sahabat lo. Kenapa lo baru ngerasa kalo lo punya perasaan yg sama,ketika sivia udah pergi jauh dari lo? Andai waktu bisa diputer. Andai gue gak fokus sama yang sempurna. Pasti kita udah bahagia ya vi sekarang?

Lo emang ga sefeminim mantan-mantan gue. Gak se kaya mantan-mantan gue, gak se cantik mantan-mantan gue. Tapi lo lah yang berhasil mengisi hati gue. Dan begonya gue baru sadar, maafin gue, sivia. Gue emang cowo bego yang ga bisa peka.


...Aku hanya ingkari, kata hatiku saja... Tapi mengapa cinta datang terlambat?


Tau janji gue pada diri gue sendiri kalo gue berhasil ketemu lagi sama lo? Gue akan mencintai lo dengan sepenuh hati gue. Dan gak akan sia-siain lo lagi. Sivia Azizah.

Sivia menggeliat pelan, lalu perlahan membuka matanya. ''Udah sampe? Kok ga bangunin aku sih?"

"Gak tega. Lo tidurnya pules banget.''

Sivia memutar bola matanya kesal. ''Yaudah deh makasih udah dianter pulang.'' Ujarnya sambil membuka kenop pintu mobil alvin.

Tiba-tiba tangan alvin mencekal lengan sivia. "Via..."

Sivia terdiam, tanpa menoleh ke arah alvin.

''Gue cinta sama lo. Cinta yang bener-bener cinta, lo....segalanya buat gue. Gue cuma pengen lo tau,kalo gue selalu ada disini buat lo.''

Hampir saja air mata sivia menetes kalau dia tidak pandai menahannya. Setelah dirasa alvin tak bersuara lagi, ia langsung menggunakam kesempatan itu untuk keluar dari mobil alvin.

Alvin menghela napas, pasrah. Menatap sivia yang menghilang dibalik pintu rumahnya.

Setelah dirasa aman, sivia meneteskan airmatanya dengan deras. Tanpa suara,dari balik pintu.

**__**

Rio melangkah malas menuju dapur. Mamanya dan pembantunya tengah memasak makan malam. Ia menuangkan segelas air mineral dan beranjak darisana.

“Rio, mama tau kamu kesiksa sama sikap egois kami. Mama minta maaf,”

Rio hampir tersedak ketika mamanya tiba-tiba duduk di hadapannya. Ia tak berniat untuk menjawab, ia hanya ingin mendengarkan.

“Siapa lagi yang bisa di andalin selain kamu? Kamu tahu sendiri, kan, kakak kamu−“

“Nggak usah sebut-sebut dia di rumah ini.” Ujar suara berat yang membuat Rio dan mamanya terperanjat kaget.

“Pa..pa..”

“Nggak usah sebut-sebut dia dirumah ini. Papa nggak suka.”

“Ta...tapi pa...”

Zeth Haling menatap Rio tajam. “Papa nggak suka kata tapi dan tidak. Papa nggak mau di bantah.”

Rio menggeram kesal. “Tapi Kak Kiki itu kakak kandung Rio, pa! Papa nggak bisa menutup mata terus-terusan sama kak Kiki! Walaupun kak Kiki udah nggak kaya dulu, papa gak bisa terus-terusan nyalahin kak Kiki. Bagaimanapun dia dulu, sekarang dia butuh kita, Pa...”

PLAKK

Rio meringis kesakitan ketika tangan besar ayahnya menampar keras pipinya.

 “Pa, udah pa. Rio nggak salah.” Bela Amanda Haling.

“Jadi papa mulai nyamain Rio sama Kak Kiki?”

Ekspresi wajah Zeth Haling mengeras. Mati-matian ia menahan emosi yang meluap di dadanya. berdebat merupakan hal yang sudah sering mereka lakukan. Tapi tidak dengan topik seperti ini. Dia...belum siap.

“Gak ada mobil selama seminggu. STNK papa bawa.”

Mata Rio melotot. “Apa-apaan...”

“Udah, Yo. Udah. Mama akan coba ngomong sama papa kamu,”

Sampai kapan hidup gue di kekang mulu sama bokap? Rio mendesah kesal.

**__**

“Makasih ya Tris buat hari ini. Maaf ngerepotin lo.”

“Nggak ngerepotin sama sekali, kok. Hmm, rumah kakek lo besar banget.”

Ify hanya nyengir. “Mau masuk?”

“Kapan-kapan aja. Nggak papa kan?”

“Nggak papa, kok.”

“IFY!”

Ify dan Tristan menoleh, mendapati kakek samuel berada di gazebo rumahnya sambil menatap kedua orang itu dengan tatapan kejam.

“Eh, kakek...”

“Sama siapa kamu?” kakek Samuel mendekat, menatap Tristan dari atas sampai bawah.

“Sama temen, kek.”

“Nama saya Tristan, Kek.”

Tanpa mengindahkan perkenalan Tristan, kakek Samuel menatap ify kesal. “Kenapa kamu nggak pulang bareng Rio?”

Wajah ify menegang. “Eh. Itu kek, ify−“

“Tadi saya mengajak ify pulang bareng saya, Kek.” Jawab Tristan santai.

Kakek Samuel mendelik kearahnya, “Apa kamu nggak tau, ify sudah punya tunangan?”

Tristan menyerngit. Ify menggigit bibir bawahnya.

“Tunangan?” ulang tristan.

“Ya. Kamu nggak seharusnya mengantar ify pulang. Saya yakin tunangan ify akan marah melihat kedekatan kalian berdua yang terlalu....”

“Kakek..” ify mencoba melotot pada kakeknya, tapi kakeknya tetap tak acuh.

“Jadi, jangan pernah berani berharap lebih terhadap kedekatan kamu dengan Ify.”

“Ya,” Jawab Tristan susah payah.

“Dan kamu, ify. Kabari Rio kalau kamu udah ada dirumah. Kamu nggak mau kan bikin tunangan kamu khawatir?”

Tristan menoleh kearah Ify, seakan menuntut banyak penjelasan. Sedangkan Ify hanya mampu mengangguk pasrah atas vonis telak yang diberikan kakeknya pada Tristan agar segera menjauhi Ify. Dan itu terlihat dari ekspresi Tristan yang mendadak jadi dingin.

**__**


Sivia menutup telinganya rapat-rapat. Pertengkaran orangtuanya akhir-akhir ini membuatnya stres. Ia lebih sering mengurung diri di kamar daripada keluar. Itulah yang membuat kesehatannya menurun. Hingga tadi ia pingsan di sekolah. Dan mendengar perasaan alvin padanya, yang makin menyiksa perasaannya.

“Selingkuh? Ngaca dong! Kamu juga selingkuh! Kamu kira aku nggak tau? Hah?!”

“Aku? Selingkuh? Nggak kurang-kurang aku menjaga perasaan ku ke laki-laki lain! Tapi kamu? Aku memang nggak cantik seperti selingkuhan kamu! Tapi aku ini istrimu! Kalau kamu mau berhubungan sama wanita-wanita itu, ceraikan aku dulu!”

Air mata Sivia menetes. Aku harus kuat. Kalo aku nggak kuat, siapa yang bisa melindungi keluarga ini? Nggak sivia. Kamu nggak boleh nangis. Yah, kamu harus kuat. Setidaknya bertahan untuk orang-orang yang menyayangi kamu.

Saat itu juga, Sivia menghapus air matanya dan bertekad tak akan menangis lagi. setidaknya untuk saat ini.

**__**


Semua memasang ekspresi berbeda-beda. Ify dan Sivia dengan ekspresi murungnya, sedangkan Shilla dan Cakka dengan ekspresi bingungnya.

“Kalian ada apa?” tanya Shilla perihatin.

“You can tell us anything.” Cakka menimpali.

“Gue nggak apa-apa. Cuma..badmood aja.” Jawab Ify sambil menatap jus lecinya tanpa selera.

Pandangan Shilla dan Cakka mengarah pada Sivia yang sama sekali tidak menampakkan tanda-tanda mendengarkan ucapan mereka. Shilla mendengus, cakka menepuk bahunya dan memberikan kode seolah biarin aja dulu.

Shilla yang mengerti pun mengangguk patuh. Dan itu adalah jam istirahat terlama dan tersepi yang pernah mereka lalui.

**__**


 haaai maaf pendek ya. kalo bisa aku post hari ini juga yang part 11nya. tapi insyaallah~ gak janji.
oke leave your comment here!
@achaDG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar