24 Juli 2013

TRAP [11]

11. Big Ambition.


Seorang gadis turun dari motornya dengan helm full facenya. Dengan cuek ia melangkah santai kearah gedung belajar. Semua orang yang ada disana memandangi gadis itu sambil berbisik-bisik. Namun tampaknya gadis itu tak acuh dengan semuanya. Ia melenggang santai menuju kelasnya.

“Preman dateng!” seru Mikha setengah berteriak.

Seperti tau yang di maksud, semuanya pun langsung kembali ke bangkunya masing-masing.

gadis berkulit sawo matang dengan rambut kucir kuda memasuki kelas dengan santainya. Tak mempedulikan tatapan teman sekelasnya yang sebagian tampak takut, sebagian tampak sangat ingin tau.

Ia menghempaskan tubuhnya pada bangku paling belakang. Lalu setelah dirasa telah mendapatkan posisi wenak, ia memejamkan matanya dan mulai tidur.

Ify menatapnya sambil menyerngit, “Dia siapa?” tanyanya pada Shilla.

“Kamu nggak tau? Dia tuh...preman kedua di sekolah ini setelah pricilla. Tapi kalo serem, sereman dia. Secara,fisik dia lebih unggul karna dia atlet judo sekolah kita. Selain itu, dia sepupu dari tunangan kamu. Rio. Dia....Agni Yuniar Haling.”

Ify mengangguk-angguk mengerti. Di pesta pertunangannya dengan Rio, ia sudah mendengar nama itu. Satu-satunya sepupu yang Rio punya. Agni. Tapi sama sekali tidak ada dalam bayangannya gadis seperti ini. Ify kira, agni adalah gadis macam Pricilla, mengingat agni termasuk dalam keluarga Haling yang terkenal kaya raya itu.

**__**

Sivia menenggelamkan diri dengan tugas-tugas sekolahnya. Bahkan sudah hampir dua hari ini dia tidak sempat ke kantin untuk berkumpul dengan teman-temannya. Ia juga menghindari Alvin untuk sementara waktu. Dan berhasil. Ia bersembunyi di perpustakaan yang sepi, agar bisa mengerjakan tugas-tugasnya dengan tenang. Karena dapat di pastikan, setelah ia berada dirumah, ia tidak bisa konsen untuk berfikir. Apalagi mengerjakan tugas.

“Disini, ternyata.”

Sivia mendongak, menatap wajah Alvin yang tau-tau sudah ada di hadapannya.

“Lo mau ngehindar dari gue?”

“Nggak. Aku Cuma mau ngerjain tugasku.” Sinisnya pada Alvin.

“Bohong. Lo bisa, kan, ngerjain di rumah? Terus, kenapa lo gak pernah respon sms dan  telfon gue?”

“Aku gak sempet ngurusin handphone.”

Alvin mendesah, “Please, sivia. Jangan hindarin gue. Gue tau, gue salah. Gue tau, gue gak pantes dikasih kesempatan kedua. Gue juga tau, kalo gue gak termaafkan. Tapi apa gue nggak boleh ngeliat lo? Kenapa lo nyiksa gue dengan menghindar gini,sih? Gue gak menuntut lo harus maafin gue, atau apalah. Gue Cuma ingin semuanya seperti biasa. Dengan lo ada di sekitar gue.”

“Sori, aku bener-bener sibuk.” Sivia mencoba berkutat dengan buku matematikanya.

Alvin menarik buku tersebut, hingga tanpa sadar Sivia berdecak keras.

“Bisa nggak sih kamu gak ganggu hidup aku?”

“gue gak ganggu. Gue Cuma pengen lo dengerin gue.”

“Kamu lihat ini kan?” sivia menunjuk telinganya. “Apa aku keliatan nutup telinga aku, atau buang telinga aku pas kamu tadi ngomong? Aku denger semuanya, alvin! Aku bener-bener sibuk. Gak ada waktu buat ngurusin hal-hal gak penting, kaya kamu!”

Sivia merebut paksa bukunya dari alvin, dan beranjak dari perpustakaan dipenuhi emosi yang ada di ubun-ubun.

**__**

Ify menatap sebal layar ponselnya. Sudah dua hari Tristan tidak bisa di hubungi. Dua hari sudah ia mendiamkan kakeknya. Dan dua hari juga dia tidak melihat Rio dimana-mana.

“Aku liat kamu akhir-akhir ini uring-uringan sendiri. Kenapa?” tanya Shilla disela-sela pelajaran Ekonomi.

“Lagi banyak pikiran, shill. Ntahlah, gue sendiri bingung.”

Shilla mengetuk-ngetuk bolpoinnya di dahi, “Perasaan kemarin kamu cerita tentang Tristan. Gimana dia?”

Ekspresi ify berubah makin masam, “Tau, ah. Dia udah tau kalo gue tunangan sama Rio. Dan dia gak pernah ngerespon sms gue lagi. sedangkan gue juga gak berani nelfon. Duh, shill. Kayanya, gue beneran suka sama dia, deh.” Keluh ify putus asa.

Shilla menepuk bahu ify pelan. “Inget juga, walaupun kamu gak suka sama Rio, bagaimanapun Rio tetep tunangan kamu. Kamu gak bisa seenaknya suka sama cowok lain. Kamu nanti bakal denger omongan yang nggak-nggak dari orang lain yang tau status kamu yang udah tunangan sama Rio.”

Bahu ify melemas. Status itu menyentakkannya pada kenyataan. Dia sudah terikat. Dan masa depannya milik Rio. Tidak ada tempat lagi untuk Tristan. Walaupun hatinya sangat menginginkan itu.

**__**

“Nilai kamu bagus. Sebenarnya bapak tidak ingin kamu cepat-cepat kembali ke Singapura. Tapi bagaimana lagi.” Pak Farid menyerahkan selembar kertas berisi nilai-nilai cakka selama hampir dua bulan bersekolah disini.

Cakka menerimanya dengan tersenyum lebar, “Thanks, Mr. Farid. Well, saya juga berat meninggalkan Indonesia. Mengingat saya memiliki sahabat baru disini. Tapi mau bagaimana lagi?”

“Sering-seringlah berkunjung ke Indonesia setelah kamu pergi.”

Cakka mengangguk mantap. “Pasti, Mr. Baiklah, saya permisi.”

Cakka bangkit dari duduknya, telinganya menangkap suara ribut-ribut dari ruang BK yang terletak di sebelah ruangan Pak Farid.

BRAKKK
Pintu BK di banting, Cakka sampai terlonjak kaget dari tempatnya berdiri. Muncul sosok gadis berkucir kuda dengan plester di dahi, dagu, dan siku. Penampilannya kacau, sambil menggerutu kesal dia berjalan kearah cakka.

Are you okay?” tanya Cakka ragu.

Agni terdiam mengamati sosok di hadapannya. Seorang pemuda berkulit putih dengan rambut cepak dan wajah khawatir berada kurang dari semeter darinya. Agni mengamatinya nyaris tanpa berkedip. Pesonanya....begitu menyilaukan mata.

“Eh? Kenapa bengong?”

Agni mengerjapkan matanya. “E...anu...”

“Kamu nggak apa-apa? Kenapa penampilan kamu acak-acakan gini?” tanya Cakka lagi.

“Gue...ng...gak apa-apa...” jawab Agni terbata-bata.

“Oh, yaudah. Aku duluan, ya.”

“Tun..tunggu...” Agni menarik lengan cakka ragu.

Cakka mengangkat sebelah alisnya, menunggu Agni bicara.

“Nama lo... siapa?”

“Nama? Oh, Cakka Nuraga. You can call me Cakka.”

“Cakka...student exchange?”

Cakka mengangguk.

Nice to meet you. Gue Agni Yuniar Haling. Panggil aja Agni.”

“Oke Agni, nice to meet you too. Aku ke kelas duluan, ya. See you

Tanpa sadar agni mengangguk-angguk. Matanya tak lepas memandangi sosok cakka yang berjalan menuju gedung belajar. Sebuah ide terbesit di kepala Agni. Ia mengikuti Cakka dari belakang.

Cakka...lo udah bikin gue jatuh cinta pada pandangan pertama ke elo. Gue gak akan lepasin lo gitu aja. Gue bakal bikin lo ngerasain apa yang gue rasain ke lo. Cakka....

**__**

Alvin sibuk mengamati wajah Rio yang beberapa hari ini terlihat semakin dingin daripada biasanya. Bahkan Rio seperti mayat hidup. Tubuhnya memang ada di kelas, tapi jiwanya melayang entah kemana.

Walaupun Rio bukan murid pandai, tapi nilainya selalu stabil. Tapi tidak akhir-akhir ini. Nilai pelajarannya menurun. Hampir seluruh pelajaran ia tertidur. Benar-benar bukan Rio yang biasanya.

“Lo kenapa, sih yo?”

Diam. Tak ada jawaban. Alvin berdehem. “Yo...”

“eh? Iya vin?”

“Lo kenapa?”

“Gue kenapa? Gak apa-apa.”

“Ck, ah. Lo kalo boong bego banget, gak pinter lo. Kenapa? Cerita sini lah sama gue.”

Rio terdiam cukup lama, sebelum menjawab dengan mantap. “Kak kiki, vin.”

Ekspresi wajah Alvin menegang. “kenapa kakak lo? Ada apa?”

“Dia baik-baik aja. Gue Cuma....yah lo tau sendiri lah.”

Alvin mengerti kesedihan sahabatnya itu. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghilangkan kesedihan Rio. Jadi ia hanya menepuk bahu Rio pelan, mencoba memberikan energi agar Rio tidak terus larut dalam kesedihannya. Dan Rio membalas dengan senyum samar.

**__**

Agni menjijit sedikit, mencari sosok Cakka di kelas IPA yang hampir tidak pernah ia jajaki sebelumnya. Cakka tidak ada.

Agni berdecak, “Pasti di kantin. Ah, gue kan males kesana. Pasti rame. Bikin emosi aja,” gerutunya. Namun keinginannya untuk bertemu Cakka lebih besar, dengan langkah agak ragu-ragu, ia berjalan kearah kantin.

“Eh ini bawa, masa aku yang bawa semuanya?”

“Wait, aku ambil kembalian dulu. Kamu tunggu disini. Aku lupa.”

Shilla mengangguk. Cakka dengan cepat melesat kearah stand soto yang tak jauh darisana.

Agni yang melihat perhatian cakka pada shilla menggeram kesal. Tak terasa tangannya terkepal, dan kakinya sudah berjalan kearah Shilla.

“Heh kucel, lo ngapain di sini? Bukannya lo anti sama tempat rame?” Rio menarik kerah agni hingga agni terhenti.

“Mario!!! Erggg lepasin!”

“Males, lo harus traktir gue dulu!”

Agni melotot. “Hey! Lo yang tunangan. Kenapa harus gue yang nraktir lo?!”

Rio menjitak agni keras hingga agni mengaduh dan membuat beberapa perhatian terpusat pada Rio dan Agni. “lo cablaknya kebangetan. Ngeselin. Diem diem kan enak.”

“Tau ah, gue lagi bad mood.” Agni melirik kearah Shilla ,tapi shilla sudah tidak ada di tempatnya. Mata agni mencari kemana cakka pergi. Dan matanya terhenti pada sosok Cakka, Shilla dan ify yang ada di salah satu meja.

Tapi ketika agni sedang asyik memperhatikan cakka, Rio merangkul Agni menjauh darisana. Agni mendengus kesal dengan pemandangan terakhir yang di lihatnya. Cakka dan Shilla tertawa bersama.

Gak. lo harus jadi cowok gue. Gimanapun caranya. 


**__**





rifynya dipending dulu. next part baru rify hehe
maap belum bisa tag. buru-buru nih. lagian di tag juga yg comment dikit. comment kek jgn cuma jadi silent reader:( cedihh uwe:(
@achaDG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar