27 Januari 2013

CINTA. Last Chapter

Hari H

Empat jam lagi. Pensi benar benar siap dijalankan. Para anggota osis bernapas lefa karena tak sia sia kerja mereka selama ini.

Rio tak berhasil membujuk Mocca. Dan dengan segala plan, mereka pun mengundang salah satu band indie, Heavy Monster.

Semuanya sudah siap. Check sound sudah dilakukan sejak tadi pagi. Semuanya sudah disiapkan. Termasuk ratusan ballon. Didalam kelas yang tak jauh dengan panggung yang sudah mereka tata.

"Drum udah? "

"Udah yo"

"Gitar gimana?"

"Udah juga"

"Mic? Keyboard? Bass?"

"Udah deh yo. Ada bagiannya sendiri yang ngurusin . Lo tuh duduk diem aja disono, ntar juga ada yang ngelaporin ke lo. Nggak perlu lo jalan dari satu tempat ke tempat lainnya juga kali"

Rio tersenyum kearah ify. "Tapi gue ngerasa nggak puas kalo nggak ngeliat dengan mata kepala gue sendiri. Lo tau sendiri kan gue gimana"

"lo emang keras kepala"

"Dan itu adalah kelebihan gue"

Ify menggembungkan pipinya. Percuma saja bicara dengan rio disaat seperti ini.

Shilla dan gabriel berjalan kearah ify dan rio yang sedang memeriksa keadaan panggung.

"Hei kalian, lagi ngapain? Alvin mana?" Tanya gabriel

"Alvin lagi bantuin sion di pintu masuk. oiya denger denger ada yang jadian nih" sindir rio

Shilla dan gabriel saling berpandangan. 

"Siapa?" Tanya ify yang sebenarnya sudah tau jawabannya

"Siapa lagi kalo nggak shilla sama gabriel. Huuu ngiri deh gue"

Shilla memeletkan lidahnya. "Makanya cepet tembak ify, dong" celetuknya

Baik ify atau rio sama sekali tak bicara. keadaan terasa canggung. Rio melotot memberi kode pada shilla. Ify menunduk saja, ntah malu, atau bagaimana. Sedangkan Gabriel menyikut shilla. shilla hanya meringis sambil mengucapkan 'piss' tanpa suara.

"Oiya yo lo ikut gue bentar ya" gabriel menggamit tangan rio

"Heh gue bukan homo lepasin tangan biadap lo"

"Nggak mau . Lo ikut gue dulu oke. Fy  shill duluan ya"

Shila dan ify mengangguk.

"Lo beneran.jadian sama gabriel?" Tanya ify mencoba sebiasa mungkin

Shilla mengangguk. "Iyaa kemaren sore."

"Selamat ya. Gue ikut seneng."

"Thanks fy. Hmm apa lo bener bener seneng?"

Ify mengedikkan bahunya "gue juga bingung. Agak nyesek sih. Tapi....ada rasa lega diantara semuanya. Beban gue kok kayanya terangkat semua.

"Itu berarti selama ini lo cuma pengen gabriel bahagia aja"

"Iya kali ya? Hehe anyway, thanks buat nasehat lo kemaren. Gue nggak tau kalo lo nggak nasehatin gue. Mungkin gue masih terkurung dalam dunia fana yang penuh kepalsuan. Lo nyadarin gue banget shill. Sekali lagi thanks ya"

"Yaelah fy. Udah sewajarnya gue ngasih tau lo lagi. Eh tapi jangan salah sangka dengan nuduh gue nyalah gunain kesempatan ini biar bisa jadian sama gabriel. Itu semua murni dia kok fy bukan gue juga yang nembak atau apalah"

Ify terkekeh. "Gue nggak bakal maafin lo kalo sampe hari ini lo belum nraktir gue"

"Wah sialan lo . Iye ntar gue traktir lo sante aja."

$$$$

Gabriel dan rio sama sama diam. Hanya kalimat singkat yang terucap dari gabriel. "Yo, lo dapet beasiswa ke UK. Gue nggak bisa ikut. Karena gue rencana ambil kuliah di MIT. "

Rio menatap gabriel stelah beberapa saat bungkam. "Gue...akan fikirin lagi"

"Tapi yo. Ini kan kesempatan lo buat raih cita cita lo. Lo pengen banget kan kuliah di oxford? Lo bakal dibina di sana. sampe kuliah. Semakin deket sama cita cita lo buat hidup di UK. Datengin tempat tempat syutting harry potter. Terus ke teater broadway. Liat MU di old traford."

Gabriel memandang rio penuh harap. Mencoba meyakinkan rio."lo pengen jadi pengusaha, kan? Yang bangun perusahaan entertaiment sendiri? Lo udah tulis itu di kertas yg kita bikin dua tahun yang lalu. Lo juga janji bakal jadiin gue orang pertama yang gabung diperusahaan lo."

"Iya.. gue tau, yel. Tapi gue nggak siap ninggalin indonesia secepet itu."

"Siap nggak siap, kalo itu demi cita cita, kenapa nggak? Lo udah berusaha mati matian buat dapet beasiswa. Yah, gue tau lo emang pengen nyaingin gue tapi lo bener bener belajar sungguh sungguh buat itu semua. Gue harap, obsesi lo buat nyaingin gue lo pake, untuk urusan ini. Gue cuma pengen pas suatu saat nanti kita ketemu, kita udah ngewujudin cita cita kita"

'Yel.. ify yel.. gue nggak sanggup"

"Mario. Lo mau cita cita lo hancur karena cewek? Lagian, masih ada skype. Ym. Facebook. twitter.  Apa yang lo takutin?"

"Jarak, yel. Sekecil apapun jarak yang tercipta nantinya, semua bakal beda. Nggak sama lagi. Gue takut kehilangan ify"

"Makanya. Lo tembak ify sekarang. Hari ini. Nanti, pas penutupan acara. Sekalian lo pamitan ama dia. raihlah cita cita lo dulu, dibantu dengan cinta. Gue yakin ify bisa ngertiin lo, kok"

Rio mengangguk. "By the way, buat kali ini, gue nggak bakal gunain obsesi gue. Karena sampe kapan pun gue nggak bisa kaya lo. Kita beda. Lo ya lo. Gue ya gue. "

"Emang. Salah siapa pengen nyaingin gue"

Rio terkekeh "thanks for everything. "

"Ure welcome. Its my job. Buat ngeyakinin lo. Heheh"

"Yaudah balik yuk. Dicariin anak-anak"

"Sip"

$$$$$

Sivia duduk dengan gelisah sambil menatap panitia yg berlalu lalang mengurusi acara. Karena tugas sivia sekarang sudah selesai, dia jadi makin cemas. Memikirkannya saja sudah membuat kepala sivia pusing.

"Kamu berangkat ke UK 2 minggu lagi.. persiapkan ya. Ini beasiswa besar! Kamu akan dapat fasilitas apapun yg kamu mau di sana. Ibu yakin kamu nggak bodoh dengan sia siain semuanya."

kalimat dari pak Duta terngiang ngiang di kepalanya. Rasanya seperti mimpi. Yang bahagia, sekaligus menyedihkan. Sivia juga bingung.

"Via?"

Sivia melengos. Suara yang sudah sangat ia hafal karrna tiga tahun mereka sudah bersahabat.

"Masih marah tanpa alesan karena gue?"

Sivia tak menjawab. Alvin menghembuskan napas. Pasrah.

"Yaudah. Gue minta maaf sama lo. Gue tau, gue salah. Walaupun gue nggak tau sebab kesalahan hue. Gue cuma nggak mau lo diemin gue gini. Gue kehilangan lo. Sahabat gue yang paling cerewet."

Sivia bereaksi. Jadi. Alvin memang hanya menganggapnya sebagai sahabat. Nggak lebih. Sivia pun menoleh kearah alvin. "Nggak vin gue yang minta maaf. Gue kekanak kanakan. Ngambek ngambek gak jelas. Sorry."

"Its okay kalo itu lo. Gue udah cukup kenal sama lo"

Dalam hati sivia berkata getir. Tapi lo nggak pernah kenal sama perasaan gue ke lo vin.

"Yaudah. Jangan ngambek ngambekan lagi. "

Sivia mengangguk.

"Oiya yuk bantuin gue sama sion ngurusin tiket di gate. Sejam lagi gate dibuka. Kita harus siapin semuanya."

"Siap!" Sivia tak ingin alvin tau dengan beasiswanya. Ia pun memutuskan untuk merahasiakannya dari alvin.

$$$$

Acara sejauh ini lancar. Semua berkat rio. Kalau rio nggak ada di acara ini, mungkin semuanya kacau balau.

Tibalah mereka di penghujung acara. Penutupan dari The Finest Tree, lupa bawa nyali, menutup acara tersebut. Yang terakhir, pelepasan balon dan kembang api.

Rio yang sudah bertekad untuk menyatakan cintanya pada ify sudah menyingkir dari sana. Mulai berkreasi dengan imajinasinya.

"Fy. Lo ya yang ambil balonnya sama shilla. Kita tunggu disini" ujar gabriel diangguki alvin.

Shilla dan ify segera beranjak ke ruangan kelas dimana sudah tersedia balon balon itu

'Aduh fy gue mules. Lo duluan kesana. Gue ke kamar mandi dulu"

"Yah gue ikut deh"

"Heh. Lo mau acata kita brantakan garagara gue mules? Lo duluan aja. Gue bentar kok, dahhh"

Ify mendengus. Sebenarnya cukup merinding karena keadaan ruang kelas mereka jauh dari kata terang. Untunglah kegaduhan di lapangan membuat keadaan tak semencekam itu.

Ify mulai meminguti balon.balon itu. Sendirian, ia menuju kelapangan dengan puluhan balon yang ada di tangannya.

"Ya. Setelah pelepasan balon Ini, bakal ada persembahan terakhir dari Mario. Anak IPA 1 yang jadi ketua osis tahun kemarin. Kita sambut, Mario!!"

Tepuk tangan meriah darisana membuat ify penasaran. setelah melepaskan balon balon ditangannya, ia sedikit heran karena osis osis senior sama sekali tak tampak. Ia lalu berdiri disamping panggung.

Shilla. Gabriel. Alvin. Sivia. Sion. Dayat. Angel ada diatas sana. Lalu, dimanakah Rio?

Shia dengan gitarnya. Gabriel dengan micnya. Alvin dengan bassnya. Sivia angel dayat dan sion memegang balon bertuliskan.

"WOULD YOU BE MY GIRL? "

Ify menyerngit. seharusnya ini nggak ada di susunan acara. Terdengar petikan gitar mulai mengalun. Disusul suara bass pelan pelan.

"No one ever saw me like you do
All the things that I could add up too
I never knew just what a smile was worth
But your eyes see everything without a single
word "

rio ada di lantai dua. Seolah olah sedang menatap balon balon diudara itu.

"'Cause there's somethin' in the way you look
at me
It's as if my heart knows you're the missing
piece
You make me believe that there's nothing in
this world I can't be
I never know what you see
But there's somethin' in the way you look at
me"

Rio memandang ify yg memasang ekspresi polosnya dibawah sana. Dengan senyum mengembang, rio melanjutkan lagunya.

"If I could freeze a moment in my mind
It'll be the second that you touch your lips to
mine
I'd like to stop the clock, make time stands
still
'Cause, baby, this is just the way I always
wanna feel

'Cause there's somethin' in the way you look
at me
It's as if my heart knows you're the missing
piece
You make me believe that there's nothing in
this world I can't be
I never know what you see
But there's somethin' in the way you look at
me "

Dengan.gabriel sebagai backing vocal, gabriel juga sama menghayatinya dengan rio. Sambil menatap shilla tentunya.

"I don't know how or why I feel different in
your eyes
All I know is it happens every time"

Nada tinggi itu mampu di selesaikan Rio dengan apik. Rio lalu beranjak menuruni tangga dan menghampiri Ify. Ify bingung. Ia terdiam ditempatnya berdiri sekarang

Rio menarik ify keatas panggung. Ify mengikutinya.

"'Cause there's somethin' in the way you look
at me
It's as if my heart knows you're the missing
piece
You make me believe that there's nothing in
this world I can't be
I never know what you see
But there's somethin' in the way you look at
me
The way you look at me"

Ending lagu yang sempurna. Dengan.bantuan suara bass gabriel tntunya.

" ini lagu gue persembahin buat ify. Fy.. gue nggak mungkin bohongin perasaan gue ke lo. Gue sayang lo. Gue cinta lo. Dan gue nggk mau kehilangan lo." dengan sebuah kode, sivia angel sion dan dayat berjalan kedepan ify.

"Jawablah tulisan itu fy" bisik rio

Ify menganga tak percaya. Speechless. Ia baru pertama kali di beri kejutan seperti ini.

"Yes. I would." Jawab ify lirih

Mata rio berbinar. Menatap ify seolah menyiratkan tanya Lo-Serius ?

Ify yang menangkap maksud rio mengangguk malu.

Tuingg... bresss

Jdarr.. jdaarrr.. jdarrr.. jdaarrr..

Kembang api diluncurkan. Rio memeluk ify. Gabriel cs bertos ria
Tidak sia sia mereka di kumpulkan dadakan oleh Rio sejam yg lalu.

Malam itu, dibawah taburan kembang api dan bintang di langit, menjadi sebuah saksi bisu dua insan yang dimabuk cinta.

$$$$$

Dua hari kemudian...

"Selamat pagi ify!

"Pagi yo.."  ify tersenyum."rapi banget"

"Hari pertama jemput pacar gue kesekolah nih."

Khalif bersiul. "zahraaaa!!! Lo harus bayar taruhannya karena gue yang menang!!"

Zahra merengut. "Ntar . Kalo udah dikasih duit bulanan sama bunda"

Bundanya yang ada di dapur geleng geleng sendiri.

"Kak khalif jangan mulai rese,! Udah ah ify berangkat dulu. Dah bunda.. kak zahra.."

"Ati ati fy, yo"

Rio mengangguk. "Rio sama ify jalan dulu tante"

Bunda ify mengangguk dan tersenyum.

"Jemput aku kaya jemput putri raja aja. Selama apa kamu dandan tadi?"

"Satu jam fy. Takut salah kostum dan sebagainya."

"Hah? " ify melongo. "Serius?"

"Iyalah!"

"Yaampun yo kita tuh cuma mau ke sekolah. Kenapa pake acara dandan dan salah kostum segala.'

Rio terkekeh. "Sekalian mau ngajak kamu pergi hari ini. aku udah siapin baju ganti."

"Lah buat aku?"

"Udah tenang aja."

Ify mengangguk pasrah.

$$$$$

Ify terdiam. Mereka sudah ada disebuah taman jauh dari kota. Dengan burger ditangan masing masing dan dua buah coca cola yg belum terbuka dibangku yg mereka duduki.

"Kamu.. setuju nggak? Kalo nggak, aku batalin aja deh" serah rio.

Ify menggeleng. Lalu menatap rio. Merasa ditatap, ia pun menoleh.

"Aku tuh bangga banget sama kamu yo. Dapet beasiswa itu nggak gampang. Apalagi keluar negeri. Apa aku gadis bodoh yang bakal nentang kamu kalo kamu dengan susah payah buat raih beasiswa berangkat keluar negeri? Aku juga pengen liat kamu maju yo. Berkembang."

"Tapi...kita..."

Ify menggeleng. "Nggak papa yo. Aku jauh dari kamu. Asal kamu janji bisa percaya sama aku. Aku percaya sama kamu disana, kok. "

Rio memeluk ify senang. "Ini yg buat aku semakin cinta sama kamu fy. "

Ify tersipu dalam dekapan rio.

$$$$$

Seminggu kemudian.
H-5 keberangkatan rio dan sivia

"Jadi sivia ikut juga?" Tanya gabriel sewaktu mereka berempat kumpul di kantin

Rio mengangguk. "ue tadi dipanggil bareng sama sivia. Kok dia nggak cerita sama kita ya"

"Lo kan tau sendiri sivia nggak deket deket banget sama kita."

"Iya juga sih."

"Lo nggak perlu cemburu fy. Gue yakin sivia nggak selicik itu bakal temen makan temen" ujar shilla.yang mampu melihat kecemasan diwajah ify

" nggak kok shill. Bukan sivia yg gue takutin. Tapi rio"

Rio terkekeh. "Nggak bakal.macem macem. Janji kok fy"

Ify berdehem. Shilla dan gabriel hanya tersenyum menatap kedua sahabatnya itu

$$$$$

"Lo beneran nggak kasih tau alvin?" Tanya Debo. Kakak sivia

Sivia menggeleng.

"Kenapa?"

"Gue malah takut alvin merubah fikiran gue kak. Gue takut nggak bisa ngelepas dia"

Debo merangkul adik semata wayangnya itu. "Sivia.. lo nggak bisa terus terusann kaya gini. Nutup perasaan lo buat alvin. Menikmati sakitnya sendiri. Ada kalanya lo harus jujur."

"Gue udah nunjukin kak. Tapi alvin nggak peka"

"Kadang sesuatu itu nggak cuma bisa di wakili oleh perbuatan. Perlu pernyataan yang jelas juga lho. Biar semuanya lebih gampang. Terbuka"

"Nggak ah. Sivia nggak mau ngomong duluan ke alvin"

"Dasar. Yaudaah deh terserah lo aja. Jangan nyesel loh"

Sivia mengangguk pasrah. Sedikit tak yakin dengan semuanya.

$$$$

H-1 keberangkatan rio dan sivia

"vin mau gue traktir nggak?"

'Traktir? Apa?"

"Risoles isi keju di tempat biasa nongkrong"

"MAUUU!!! udah lama nggak kena. Btw, tumben banget?"

"anggep aja ucapan terimakasih gue ke lo selama ini"

"Halah. Sok puitis banget lo. Kaya mau kemana aja."

Sivia terkekeh. Dalam hati, ia pasti akan sangat merindukan sahabat sekaligus pujaan hatinya ini.

Hari itu sivia benar benar menraktir alvin. Membelikan apapun yang alvin ingin. Alvin sama sekali tak curiga karena alvin dulu juga memberikan apa yang sivia ingin.

"Thanks buat hari ini vin"

alvin mengangguk. "Thanks juga udah rela habisin duit lo buat gue"

Sivia terkekeh. "Kapan kapan lo harus ganti itu semua"

Alvin membelalakkan matanya. "Yaelah! Tau gini nggak.bakal minta beliin deh"

Sivia tertawa. "Yaudah gue balik dulu. Atiati dijalan. "

Alvin mengangguk dan beranjak darisana.

Kapan kapan? Nggak ada lagi kapan kapan buat lo vin  ini pertemuan terakhir kita. Batin sivia pedih.

$$$$$

Hari H

"Ati ati yo. Kamu jaga diri baik baik. Jagain sivia juga."

Sivia mencubit lengan ify "lo kira gue apaan. Gue kaN Udah gede"

Ify terkekeh
"Lo kan cewek vi. udah sepantasnya lo dijagain sama rio. Kalopun rio itu cowok" ujar shilla

"heh lo kira gue  cewek?"

"Hm....kayanya gitu sih yo"

"Sialan"

Semuanya tertawa.

"Alvin mana? Bukannya dia sahabat lo?"tanya gabriel

"Dia...ng..nggak bisa dateng."

"kok gitu?"

"Nggak tau yel. Lagi jalan sama cewenya kali"

"Lah? Alvin punya cewek? Gue kirain alvin pacaran sama lo" celetuk rio

"Nggak kok" sivia tersenyum.

" yaudah. Kayanya ini udah waktunya gur sama sivia masuk. "

Ify menghampiri rio. Lalu memeluknya. "Ati ati ya yo. Jangan macem macem"

Rio mengangguk dan.membelai rambut ify. "Kamu juga ya fy. Jaga cinta kita disini. Nanti sesampainya disana aku pasti ngabarin kamu." Rio mengecup puncak kepala ify lama.

"Udah woi disni envy liatnya" sindir shilla

"Envy? Mau juga?"goda gabriel

"Gab! Apaan deh"

Gabriel terkekeh.

Sivia mulai menyeret kopernya. "Take care ya kalian"

Shilla mengangguk "kalian juga ya"

"Siap!" Rio melepas pelukannya pada ify walaupun sebenarnya tak rela.

Rio dan sivia mulai beranjak seyelah berpamitan. Ify memandang rio dengan air yang sudah menggenang dipelupuk matanya

"Shill liat deh itu apaan."

"Mana gab?"

Cupp

"GABRIEEEELLL!!!!!"

Ify dan gabriel tertawa dengan ekspresi shilla yang lucu itu. Gabriel dengan jail mencium pipi shilla.

Ify geleng geleng saja melihat tingkah kedua sahabatnya itu

$$$$$$

Alvin mendengus. Air matanya menetes, berkali
kali. Ia terisak, tanpa suara.
Jaga diri lo baik-baik ya vin. Gue bakal pergi jauh
ninggalin lo. Gue bakal terima beasiswa gue di
Inggris. Sama Rio. Gue harap, lo bisa nemuin
kebahagian lo di Indonesia. Gue bakal kangen
sama lo. Sampe kapanpun,lo adalah sahabat
terbaik gue. Oiya, longlast sama pacar lo yang
kapan hari ketemu di mall itu ya. jangan lupa ya
pesen gue. Cari kebahagiaan diluar sana.bye vin!
Sebuah pesan singkat dari sivia beberapa jam
yang lalu membuat Alvin tak henti hentinya
menyesali kebodohannya. Harusnya, ia peka,
dengan sifat sivia yang akhir akhir ini berubah
padanya. Harusnya, dia mengutarakan
perasaannya lebih cepat. Nggak seperti ini. dia…
terlambat. Benar-benar terlambat.
“Dia udah take off dari dua jam yang lalu, vin.”
Ujar Debo, saat di temui Alvin dirumah sivia
karena sivia hari itu tidak masuk sekolah.
“Dia merahasiakan semuanya dari lo. Karena dia
nggak mau lo jadi alasannya buat tetep tinggal
disini.”
Alvin memandang debo, seakan meminta banyak
penjelasan.
“Sivia cinta sama lo, vin. Dia berusaha nunjukin itu
semua ke lo. Tapi lo nggak pernah peka. Sivia tuh
gengsi buat ngomong langsung perasaannya ke lo.
Karena lo sama dia tuh udah deket banget. Dia
takut lo ketawain. Dia takut kalo dia Cuma
berjuang sendirian. Dia takut sama kenyataan
yang ada, kalo lo nggak cinta sama dia. apalagi, lo
udah punya cewek”
Alvin terdiam. Bingung. “gue,..nggak punya pacar,
kak. Selama ini…gue nungguin sivia. Gue..masih
cari waktu yang tepat buat ngutarain perasaan
gue.”
Debo mengangkat bahunya. “Gue nggak tau, vin.
Sorry gue nggak bisa bantu karena ini privasinya
sivia. Sivia sendiri yang bilang bakal terus nyimpen
semua rapat-rapat.”
Dan disinilah Alvin sekarang. Didalam kamarnya.
Menangisi kebodohannya. Dia cengeng? Tidak.
Karena dia menyesal telah menyia-nyiakan secuil
kesempatan yang ada.
$$$$$
Lima tahun kemudian, Rio telah berhasil lulus dari
University of Oxford dengan cum laude. Gelar
S1nya jurusan Bisnis terselesaikan sudah. Sivia,
yang masuk kedalam University of Sheffield,
jurusan Administrasi Seni, juga lulus dengan nilai
bagus walaupun tidak sebagus Rio. Mereka
berdua sukses.
Setelah setahun Rio keluar dari universitas, Rio
berhasil mendirikan sebuah perusahaan
Entertaiment di UK di bantu oleh teman-teman
seangkatannya yang mempunyai misi yang sama.
Andrew dan Alice, duo kembar yang sangat
membantu rio dalam hal mendirikan perusahaan
tersebut.
Tak tanggung-tanggung, mereka membuka juga
perusahaan entertainment itu di Indonesia dan
Korea. Dua Negara yang orang-orangnya
berlimpah bakat serta skill. Karena planning Rio
memang ingin mengepalai cabang di Indonesia,
jadilah ia sekarang ada di Jakarta. Dengan Sivia,
tentunya.
Sivia sudah didaulat untuk masuk kedalam
perusahaan Rio, dan di setujui penuh olehn Sivia.
Ify melambaikan tangannya senang ketika melihat
Rio dan Sivia muncul dari gate kedatangan
internasional. Ify melihat pemuda jakung yang
sudah hampir enam tahun menjadi kekasinya.
Rambut Rio jadi sedikit panjang dengan kumis
tipis, tapi kulit yang tampak lebih cerah dari
terakhir kali ify dan Rio bertemu, setahun yang
lalu.
Rio memang pulang setahun sekali, untuk melihat
keadaan Ify , mamanya, dan sahabat-sahabatnya.
Sedangkan sivia sama sekali tidak pulang.
Katanya, dia nggak ingin kalau kepulangannya
merusak semua kerja keras yang ia bangun.
Entahlah kerja keras apa itu.
“Hai! Makin berisi aja lo,” puji sivia melihat tubuh
ify yang lebih gendut dari terakhir kali mereka
bertemu.
“Iya kebanyakan nyamil sewaktu bikin skripsi. Ya…
gini deh” mereka bertiga tertawa.
“Aku kangen banget sama kamu fy” ucap Rio
sambil memeluk ify
“Aku juga, yo”
“Halah, tiap malem juga skype an. Apa masih
kurang?” cibir sivia
Rio memeletkan lidahnya. “Sirik aja sih lo.”
“Biarin wlee”
Ify terkekeh.
$$$$$
“Wah selamat ya shill. Gue nggak nyangka kalian
bakal tunangan secepet ini.” ujar sivia menyalami
shilla dan Gabriel.
Shilla terkekeh. “Iya nih. Orangtuanya Gabriel
yang nyuruh gue sama dia biar cepet tunangan.”
“Halah, lo nya juga ngebet gitu kayanya” cibir Rio
Shilla menjitak Rio. “Lo tuh! Sana, sama ify
buruan. Kasian ify udah nunggu lo lima tahun, eh
nggak lo ajak tunangan juga,”
“NGapain tunangan? Orang kita langsung nikah
kok. Ya nggak fy?”
“Rio apaan deh.” malu ify
Yang lain hanya tertawa.
“Selamat ya yel, shill.” Ucap seseorang dari
belakang sivia.
Sivia masih ingat, bhkan sangat mengenali sang
empunya suara tersebut. Sivia menunduk, tak
mau melihatnya. jangan sekarang. Ia belum siap…
“Hai vin! Wah, dateng juga, katanyan nggak bisa?”
“gue sempetin buat lo, rekan se-sie gue di osis.
Heheh”
“Wah liat nih kita lengkap. Ada rio, ify, Alvin, sama
sivia” ujar Gabriel.
Alvin melayangkan pandangannya pada gadis
yang kini berambut sebahu tersebut. Yang makin
lama makin menunduk. “Hai, siv”
Sivia menoleh spontan. “Ha..i..vi..n”
$$$$$
“Gimana kabar lo?” tanya Alvin membuka
percakapan.
“Baik, lo?”
“Baik juga.”
“Gimana di Jerman? Denger denger lo kuliah
disana ya?”
Alvin mengangguk .”Ya. gue ikut sama kakak gue
dan suaminya disana.”
Sivia membulatkan mulutnya.
“by the way yang lo lihat di mall waktu itu…kakak
gue. Bukan pacar gue.”
“Mau kakak lo ataupun pacar lo juga gue nggak
peduli”
“Gue tau lo peduli”
“Nggak, vin.”
“mau sampe kapan lo nyimpen perasaan lo itu
sendiri?”
“Gue nggak nyimpen perasaan apa-apa”
“gue bahkan yakin lo masih punya perasaan ke
gue, yak an?”
“Nggak, Alvin.”
“Via..”
“Stop vin. Gue nggak mau ngomongin ini. gue
udah punya hidup gue. Lo juga udah punya hidup
lo.”
“Gue nungguin lo, sivia!” bentak Alvin mulai emosi
Sivia menciut. Ia terdiam di tempat duduknya
sekarang,
“Selama ini gue nunggu saat yang tepat buat
ngasih tau lo kalo gue ini cinta sama lo. Tapi
lo….malah pergi gitu aja tanpa ngasih tau gue
apa-apa. Gue…nyesel siv. Gue kira gue nggak
bakal bisa ketemu lo lagi. buat ngungkapin
perasaan yang udah lama gue simpen buat lo.”
“Udah lima tahun berlalu vin. Itu semua masalalu.
Gue udah coba bangkit dan ngelupain lo..”
“Tapi gue nggak, sivia. Gue nggak bisa. Gue sayang
lo. Gue cinta lo. Gue nggak bisa kalo nggak ada lo.
Hidup gue berantakan. Gue mencoba ngebangun
hidup gue selama lima tahun terakhir dan kalo
tanpa kakak gue, gue nggak bakal bisa. Gue…gue
nggak bisa…sivia…”
Sivia menepuk bahu Alvin. “tapi semuanya udah
terlambat, vin.”
“Nggak ada kata terlamba….” Seperti menyadari
sesuatu, Alvin meraih tangan sivia. “Lo..udah
punya orang lain, siv?”
Saat hendak menjawab, ponsel sivia berdering.
Sivia menjauhkan diri dari Alvin.
“Halo? Kamu udah disini? Dimana? Oh, yaudah.
Aku di deket Rio duduk. Iya, he eh. Yaudah , bye”
Seorang pemuda jakung berkulit sawo matang
melambaikan tangannya pada sivia. Dengan kaos
berkerah vneck warna putih,dilapisi blazer hitam
dan celana warna coklat dipadu sepatu
bucherinya, ia melangkah mendekati sivia. Sivia
yang melihat pemuda itu langsung berdiri dari
tempatnya duduk.
Pemuda itu mengecup kening sivia sambil
merangkulnya. Alvin hanya melihat pemandangan
itu nanar. Dia…memang sudah terlambat.
Rio yang mengetahui kedatangan teman
sekampusnya dulu berjalan kearahnya. “Woi man,
sampe sini kapan lo?”
“Tadi pagi pagi banget.” Ujar pemuda itu
melempar senyum pada Ify yang mengekori Rio.
“Gue udah denger banyak dari Rio soal lo, senang
bisa bertemu langsung dengan lo.”
Ify tersenyum sopan. Shilla dan Gabriel yang baru
san datang pun ikut bergabung dengan sivia-duto
dan rio ify.
“Vin lo ngapain disitu? Sini dong!”
Alvin tersenyum seadanya, dengan enggan dia
melangkah mendekati Gabriel cs
“Gue Praduto.” Ucap cowok itu ramah.
“dia…tunangan gue.” Kata sivia sambil menggamit
lengan praduto.
Alvin yang mendengar itu segera mengarahkan
tatapannya pada sivia. Tajam. Sakit. Kaget.
Kecewa.
“lo udah tunangan, siv?” tanya shilla dan ify
bersamaan,kaget.
“udah, dia duluan malah. Di UK mereka kenalan.
Duto ini satu fakultas sama aku. Sivia yang nggak
sengaja liat duto maen ke flatku kayanya jatuh
cinta gitu sama duto”
“Rio apaan sih” sivia menatap rio sok kesal.
“dan berkat gue, mak comblang handal, mereka
pun bersatu, udah dua tahun mereka bareng.
Blablabla…”
Rio heboh menceritakan sivia-duto. Sedangkan ify
shilla dan Gabriel menyimak serius. Diam diam
sivia melirik kearah Alvin yang tak bereaksi apa-
apa. Tapi, mukanya merah padam. Matanya juga
merah, seperti menahan tangis.
“Gue balik duluan. Ada urusan” potong Alvin tiba
tiba.
“loh vin? Yah nggak seru nih”
“sorry, gue duluan ya.” ucap Alvin.
Semuanya mengangguk,kecuali sivia.
‘maafin gue, vin’ ujar sivia dalam hati. Ia
menggigit bibirnya kuat kuat.
$$$$$
Dengan susah payah,ia mendapatkan nomor
handphone sivia dari shilla. dengan alasan tak
kentara tentunya.
“Sekali aja. Gue pengen ketemu lagi sama lo.
Ngelurusin semuanya.” Mohon Alvin.
“Nggak ada yang perlu dilurusin lagi, vin. Udah
sangat jelas kan ,kalo hati gue udah bukan lagi
buat lo. Lo coba terima kenyataan itu.”
“terus apa artinya penantian gue selama ini siv?”
“Nggak ada artinya. Karena gue nggak pernah
nyruh lo nungguin gue. Gue udah pernah sms lo
kan? Carilah kebahagiaan diluar sana, vin. Karena
gue tau lo bisa bahagia tanpa gue.”
“buktinya gue nggak bisa, siv. Gue..”
“udah lah. Tentang masalalu, perasaan lo,
perasaan gue,nggak ada lagi yang perlu
diomongin. Semua udah jelas. Lo mulai jalanin
hidup lo tanpa gue. Dan gue bakal jalanin hidup
gue seperti biasanya, sebelum gue ketemu lo hari
ini.”
Alvin menghembuskan napasnya, berat. Mencoba
menerima kenyataan pahit itu. “yah…semoga lo
bahagia sama duto, siv.”
“Thanks. Gue harap lo juga segera menemukan
kebahagiaan lo itu.”
Tut.tut..tut…
Sivia memutuskan sambungan telfon tersebut.
Alvin memandang nanar kearah handphonenya.
‘Sudahlah, semua sudah terlambat, nggak ada lagi
jalan buat kembali. Nggak bakal bisa memutar
waktu kembali ke masalalu. Semuanya sia-sia. Lo
nggak bakal bisa vin. Terima kenyataan aja. ‘ ujar
Alvin meyakinkan dirinya sendiri.
Ya, mungkin kini saatnya meninggalkan lembaran
lama. Mulai berusaha melupakan sivia. Menjalani
lembaran baru. Mencari kebahagiaan baru.
$$$$$
Setahun kemudian.
“Kamu suka yang mana, dear?” tanya duto pada
sivia.
“yang ini bagus tuh, simple”
Duto mengangguk angguk “Saya mau yang ini
mbak,”
Tangan Pramuniaga itu bergerak mengambilkan
sekotak cincin berwarna emas dengan dua buah
berlian kecil di depannya. Sivia mengerjap ngerjap
menatap keindahan calon cincin yang akan
tersemat di jarinya itu.
“Yang ini, dear?”
Sivia mengangguk
“okey, ill pay it”
Pramuniaga itu menerima sebuah kartu kredit
dari Duto dan mulai membungkus.
“Kamu jadi pilih dimana? Di Jakarta? Atau di Bali
aja?”
Sivia menggeleng. “Jakarta aja lah. Nggak usah
jauh jauh. Lagian, rio sama Gabriel kan lagi sibuk
sama perusahaan mereka. Aku pengen semua
sahabatku kumpul, sayang. Sederhana aja, nggak
usah macem-macem.”
Duto mengangguk angguk dan membelai rambut
sivia. Rencana pernikahan yang indah terlah
tersusun dibenak duto dan sivia. Dua bulan lagi
pernikahan mereka dilaksanakan. Pihak EO sudah
mengatur semuanya.
$$$$
“Ify! Lo cantik banget” puji shilla saat melihat ify
dalam busana kebaya berwarna merah
keemasan. Rio yang menggunakan baju adat
berwarna senada menganguk angguk setuju
dengan shilla.
“ah lo bisa aja shill”
“beneran! Wah gue nggak nyangka, kalian duluan
yang bakal nikah! Ternyata omongan lo nggak
main-main ya yo, soal nggak perlu tunangan tapi
langsung nikah.”:
“lah emang itu rncana gue sama ify dari awal. Ya
kan fy?”
Ify mengangguk angguk. “eh mana sivia , Alvin
sama duto?”
“mereka otw. “
“yaudah yaudah silahkan di nikmati hidangan yang
sudah tersaji disana.”
“lo tau aja kalo gue lagi laper yo” Gabriel
menyeringai
“tau lah. Berapa lama sih gue sahabatan sama
lo?”
Mereka tertawa.
Satu setengah jam kemudian…
Sivia calling….
Shilla menyerngit. Mendapati handphonenya
bergetar atas nama sivia yang sedang
menelfonnya.
“halo? Ya siv?”
Mata shilla terbelalak. “mereka dimana
sekarang??!! Ya, saya kesana. Iya. baik”
“Gabriel! Gawat! Urgent!!!!” shilla histeris menarik
Gabriel yang sedang memilih makanan apa yang
akan ia makan.
“iya beb bentar bentar gue laper nih”
“ahelah nggak ada waktu buat makan.
Sivia..duto..kecelakaan. sekarang sivia ada di
rumah sakit. Keadaannya sangat parah.
duto..duto..masuk ruang oprasi..”
Alvin, yang barusan datang langsung menghampiri
shilla dan Gabriel. “apa? Ada apa? Sivia kenapa?”
“sivia sama duto kecelakaan, vin. Aduh gimana ini.
rio sama ify kalo dikabarin pasti bakal panic
sendiri. “
“yaudah . lo urusin yang disini. Gue..bakal ke
rumah sakit. Dimana rumah sakitnya?”
“Di medical center, vin.”
Alvin mengangguk dan berlari kesetanan dari
ruangan itu. Ia ingin melihat keadaan sivia. Ia
tidak ingin kehilangan sivia. Ia tidak ingin sivia
kenapa napa.
“sivia… bertahan siv…”
$$$$$
Daun-daun mulai berguguran, seiring makin
panasnya musim kemarau yang berlangsung
tahun ini. Seperti halnya hati pemuda sipit ini.
mulai gugur, rontok dari tubuhnya. Sangat
kehilangan orang yang ia cintai.
Ia terduduk diatas sebuah nisan. Sudah enam
bulan berlalu. Rasanya, baru kemarin saja ia
memulai masa putih abu abunya dan jatuh cinta
pada gadis chubby bernama sivia itu. Rasanya,
baru kemarin ia mengetahui bahwa sivia
mencintainya. Dan rasanya, baru kemarin
perasaan sakit menyusupi hatinya saat tau sivia
sudah melabuhkan hatinya pada orang lain.
Tidak ada lagi sivia azizah. Yang ada hanya
seseorang yang terus-terusan bertanya dimana
tunangannya.
Alvin memandang nisan itu, lama. Tak sanggup
berkata-kata. Rasanya, semua kata yang sudah ia
rangkai menguap begitu saja.
“Hai, apa kabar? Lo tau nggak, kematian lo bikin
orang-orang disekitar lo terpuruk?” Alvin
menghela napasnya.
“…..Duto… lo tau nggak, tiap hari sivia selalu
nyebut nama lo? Selalu nanyain dimana lo? Selalu
nagih kapan lo nikah sama dia? lo nggak kasian,
liat sivia kaya gitu?”
“Duto.. gue lebih bahagia, kalo sivia bahagia
bersama lo. Gue nggak suka sivia yang sekarang.
Yang selalu nangis, walaupun itu disamping gue.
Gue nggak bisa to. Gue nggak bisaliat orang yang
gue cintai kaya gitu. Kenapa lo harus ninggalin
sivia sih to?”
“Kenapa nggak gue aja? Gue yakin,ada atau
nggaknya gue,sivia bakal tetep bahagia sama lo.
Tapi,dengan nggak ada nya lo,sivia nggak bahagia.
Terlebih itu sama gue. To, gue harus gimana?
Gimana cara bikin sivia balik jadi sivia yang dulu?
Gue kehilangan banget To..”
Alvin mengelus nisan bertuliskan Praduto Wijaya.
Menghela napasnya lagi. lalu berdiri darisana.
Rio , ify, Gabriel dan shilla berjalan kearah Alvin.
Dengan merangkul sivia diantara mereka
berempat.
“Kalian?”
“Gue yakin, sivia harus tau semuanya.
Sekarang,atau nggak sama sekali.” Ujar Gabriel
“Sivia..” panggil shilla lembut
“heheheh ya shilla??”
“ini duto, siv..” ify menambahi sambil
mengedarkan pandangannya kearah nisan duto.
“duto? Mana duto? Mana??”
“Ini, sivia.” Rio menunjuk makam duto.
“loh duto kan manusia hehehehe kok jadi tanah
sih? Sama batu..sama bunga gitu.. emang duto
bukan manusia ya? hehehe”
“shill udah, gue nggak tega” Alvin menutup
mukanya dengan kedua tangannya
“sivia … Ini duto. Dan ini Alvin. Duto itu masalalu,
dan Alvin itu masa depan kamu. Nggak ada lagi
duto. Yang ada Cuma Alvin. Alvin. Alvin.” Ujar rio
meyakinkan sivia
“tapi duto kan janji sama sivia.. mau ngajak sivia
nikah.. di Jakarta… sama kalian…heheheh” sivia
mendekati nisan duto “iya kan sayang? Kamu
masih ada kan? Kamu kan nggak kemana mana”
air mata sivia mulai turun.
Ify yang tak tega ,langsung menghambur dalam
pelukan rio. Ikut menangis. Gabriel mengenggam
erat tangan shilla.
“sivia.. duto udah nggak ada..”
“duto masih ada, shilla! masih ada!!”
“Nggak ada sivia. Yang ada Cuma Alvin. Karena
Alvin lah yang selama ini ada buat kamu. Ayolah
via. Sadar. Lo nggak bias terus terusan kaya
gini,kan?”
Sivia menatap Alvin lama. Lalu beralih kearah
nisan duto..
Masih dengan air mata yang terus mengalir, sivia
mendekati makam duto. “duto… emangnya kamu
pengen aku sama Alvin ya? nanti kalo aku dibikin
sakit sama Alvin kaya dulu gimana? Heheh”
“iya, sivia. Duto n yuruh lo sama Alvin sekarang.
Anggap Alvin itu duto. Duto masa depan lo. Alvin
bakal bikin lo bahagia, kok.”
“Tapi shilla… duto.. duto… “
“udahlah. Jangan paksa sivia, shill. Ayo vi kita
pulang” alvinn menarik tangan sivia. Sivia hanya
mengikuti perintah Alvin. Keempat sahabat Alvin
memandang mereka berdua penuh kesedihan.
Prihatin.
Didalam mobil, sivia terus terusan diam. Sivia
memang depresi, tapi tidak sampai masuk rumah
sakit jiwa karena kadang sivia masih bisa berfikir
normal. Semuanya awut awutan. Studi S2 alvin
terpaksa cuti karena Alvin lebih menghawatirkan
sivia daripada gelar S2nya. Shilla dan ify yang
membangun bisnis butik bersama lebih sering
pulang awal Karena takut meninggalkan sivia
sendirian.
Rio dan Gabriel yang membangun perusahaan
entertainment bersama juga fikirannya bercabang
–cabang pada ify,shilla dan sivia. Kadang mereka
juga menghawatirkan Alvin yang ternyata
mempunyai perasaan sebesar itu pada sivia.
“Alvin… beneran nggak bakal nyakitin sivia lagi?”
tanya sivia setelah mobil berhenti tepat didepan
rumah sivia.
“Kok sivia tanya gitu?”
“Sivia..sivia pengen Alvin bener bener bisa gantiin
duto.. sivia pengen liat duto bahagia. Jadi sivia
harus bahagia, gitu kan vin?”
Mata Alvin berbinar. “sivia beneran ngasih Alvin
kesempatan?”
Sivia mengangguk. dan tersenyum. Sambil
menyeka air mata yang sempat mengalir tadi.
Alvin merengkuh sivia. Merasakan kehangatan
yang sudah lama tak pernah ia rasakan. Ia tak
akan pernah melupakan hari ini. tak akan menyia
nyiakan sivia barang sedetik pun.
Sivia tersenyum dalam dekapan Alvin. Dalam hati,
ia berjanji untuk belajar mencintai Alvin seperti
dulu.
$$$$
“Mama! Tante! asha nakal nih. Nggak mau
gantian main PSnya!” ujar anak kecil bergigi
ompong sambil mencoba merebut stick PS dari
Asha.
“Ih! uto… asha kan acih main…”
“Tapi kan uto juga pengen mainnn…”
“kenapa nggak main beldua aja?” tanya anak laki
laki yang sejak tadi sibuk memperhatikan kedua
teman mainnya itu.
“afli, kalo uto mau main Belbi sih nggak papa.
Tapi uto kan sukanya main cepak bola telus.. kan
asha nggak bica main cepak bola. Nanti asha
kalah telus dong dari ifa..”
“Ih! Yaudah bial adil nggak usah main PS aja.”
Kesal anak laki-laki bernama Rafli tersebut.
“hei hei hei, jangan bertengkar anak-anak. Ada
apaan sih?” tanya ify dan Sivia mendekati anak-
anak kecil itu.
“Ini ma, uto pengen main PS. Tapi uto mainnya
cepak bola. Nanti asha kan kalah. Asha kan
bisanya main Belbi” kata Marsha, pada Ify.
“ih tapi kan asha nggak halus main belbi telus!
Sekali kali main cepak bola gitu lho. Bial kelen.”
“tapi kan asha cewek, uto!!!”
“Bialin! Mau cewek kek apakek kalo main sama
uto harus dan wajib bisa cepak bola”
Ify geleng-geleng melihat kegigihan Duto kecil,
mengajak Marsha, Anaknya untuk bermain sepak
bola. Yang di tolak mentah mentah oleh Marsha
“Rafli kok diem aja? Nggak ikut main?” tanya Sivia
melihat anak kecil yang sibuk membaca buku
cerita di sudut ruangan.
“afli cibuk. Mau jadi pendongen. Ssttt tante tante
diem ya. afli mau okus cama buku celita afli.”
Sivia dan ify melongo. Dasar, anak sama bapak
sama aja!
“Makan malam sudah siap!!!” ujar shilla dari
dapur.
“Yeee makan makan makan” ujar Rafli paling
semangat.
“tuh kan! Sama bapaknya sama aja!” sungut sivia.
Ify mengangguk angguk sambil terkekeh. Buah
emang nggak jatuh jauh dari pohonnya.
“PAPA ! PAPA! “ teriak Marsha girang saat tubuh
Rio menyembul dari balik pintu.
“Eh anak papa.. udah makan?”
“cudah pa.. tadi di macakin naci goleng cama
tante chilla.. enak banget lho..”
“hu dasar! shilla tuh kelebihannya Cuma masak
nasi goreng aja. Coba masak yang lain pasti
ancur” gumam Alvin yang ada dibelakang rio.
“heh lo bilang apa tentang shilla?”
Alvin meringis, “Gue lupa kalo macannya ada
disini. Wahahahahaha”
Rio ikut tertawa sambil menggendong marsha.
“PAPI PAPI!!” rafli menghambur memeluk Gabriel.
“iya, sayang? Ada apa?”
“afli abis nyeleseiin buku celita yang papa beli
lhho.. “
“oh ya? pinter deh anak papi. Yuk kedalem. Papi
laper banget” Gabriel pun menaikan rafli ke
punggungnya. Mereka berlalu darisana. Alvin
geleng geleng sendiri mengingat betapa tuanya
mereka sekarang
“ayah,.” Panggil Duto sambil terisak.
Alvin yang baru melepas satu kancing dasinya
kebingungan sendiri melihat anaknya menangis.
“Loh duto kenapa? Kok nangis?”
“Duto mau beli PS sendili yah duto nggak mau
main cama asha. Asha nggak mau gantian. Ya yah
ya? beliin duto PS yah?”
Alvin mengangguk “Siap jendral!”
“Acikk!!! Mulai caat ini duto nggak pelu lebutan PS
cama asha lagi. hole!!!”
Mendengar itu,Marsha dan Rafli menoleh pada
Duto.
“yaudah! Mulai cekalang juga nggak bakal ada
yang lebutan main cama asha lagi. wlekk”
“hmm.. yaudah enak dong nggak ada lagi yang
libut did epan afli.”
Ketiga bapak-bapak ini terkekeh melihat tingkah
anaknya.
Sivia, dari dapur, kamarnya, mengintip Alvin dan
Duto kecil yang sedang tertawa bersama. Setitik
rasa rindu menyelimutinya. Merindukan Praduto
yang dulu pernah singgah di hatinya barang
hampir tiga tahun. Salahkah dia?
“Kamu kok disini siv?”
Sivia yang tak tau kapan Alvin sudah masuk kamar
pun hanya tersenyum sambil garuk garuk
kepalanya yang tak gatal.
“ada apa? You have any problem, darl?”
Sivia menggeleng dan menggamit tangan Alvin.
“Cuma sedikit kangen…sama Duto.”
Alvin terdiam, kemudain tersenyum.
“Nggak papa aku kangen duto?”
“of course, sama sekali nggak papa.”
“vin boleh nggak aku tanya satu hal?”
“tanya apa, siv?”
“kenapa kamu namain anak kita dengan nama
nya duto?”
Alvin tersenyum simpul. “Karena tanpa Duto, kita
nggak bisa bersatu kaya gini siv. Aku berhutang
banyak sama dia. banyak banget jasanya buat
kita. Dan karena anak pertama kita cowok, aku
mutusin buat ngasih dia nama Duto. Biar kita
nggak lupa, kalau Duto lah yg bikin kita bisa kaya
gini.”
Sivia mengerti. Akhirnya. Setelah dua tahun
menyimpan tanya. Ia mengerti.
Duto, thanks. Karena kamu, aku belajar
bagaimana caranya mengikhlaskan. Dan
bagaimana caranya dicintai dengan indah oleh
pemuda sipit yang sekarang telah menjadi ayah
dari anakku. Alvin.
$$$$
YEAAHHH TAMAT hahahaha
Gimana endingnya? Gajelas kan? Hehehe maaf ya
berantakan. Ini yang ngalir aja sih di otak
Wkwkwk
Leave comment guys! (:
Like juga jangan lupa.
Kritik saran yang membangun sangat di
harapkan :D
Tunggu cerpen atau cerbung ku selanjutnya ya
hahahaha *kalo ada yg nunggu sih*

CINTA. Chapter 4

Seusai pulang sekolah hingga sekarang, ify sibuk kesana kemari. Bolak balik dari lemari, ke meja riasnya. Bingung. Sudah dua jam. Dan satu jam lagi gabriel akan menjemputnya. Dia bahkan masih bingung untuk menentukan pakaian mana yang pantas ia pakai.

Tok.. tok..

"Masuk" sahut ify

Bundanya dan kakaknya, Khalif serta Zahra godek godek melihat kamar ify yang sudah seperti kapal pecah. Sadar, sedang jadi pusat perhatian, ify meringis

"Mau kemana sih? Kencan ya?" Cibir khalif.

"Apaan sih kak. Ngga, kok."

"Kalo ngga, mana mungkin lo ngobrak abrik lemari. Pasti cari baju yang bagus yaaa?" Tanya zahra.

"Ngga kencan. Lagian bukan pacar, kok. Cuma temen." Ngeles ify.

Bunda ify tersenyum lalu mendekati ify. "Anak bunda udah besar. Udah ngerasain jatuh cinta."

"Bunda apaan sih,"

Zahra dan khalif pun akhirnya ikut masuk juga.

"Pake baju yang ini aja. Bagus" ujar sang bunda diangguki khalif dan zahra.

"Yang ini? Beneran bagus?"

"Yaiyalah  kan yang milihin bunda" narsis bundanya.

"Oiya kalian kok kesini?"

"Gue khawatir lo banting banting perabotan kamar lo. Atau kalo ngga gitu lo sakaw didalem kamar. Secara , kamar gue kan sebelahan sama lo. Dan seorang ify ngga keluar kamar selama dua jam , trus ada bunyi 'aarrghhh' 'ihhhh' dari dalem kamarnya. Siapa yang ngga khawatir coba" jawab khalif

Wajah ify memerah. "Kakak ihhhh"

Zahra dan bunda tertawa. Khalif menjulurkan lidahnya.

"Mau keluar sama siapa sih?"

"Gabriel." Jawab ify cuek

Zahra melotot. "Cowok yang selama ini lo taksir itu? Lo yang ngajak ato..."

"Ya dialah! Gila aja kalo gue yang ngajak."

"Gue kira kalopun ada cowok yang ngajak lo jalan, pasti rio. Selama ini gue ngira riolah satu satunya cowo yang deket sama lo."

"Gue sama rio cuma sahabatan, kak aliiiif"

"Kan ngga mungkin ditengah persahabatan  cowok dan cewek ngga bisa saling cinta kan?"

"Itu ngomongin diri lo sendiri ya lif?" Tanya zahra sambil menahan tawa

Muka khalif berubah masam. Lalu berdecak. "Gue berani taruhan. Kalo nantinya ify bakal pacaran sama rio" ujarnya pada zahra.

"Oke kita liat aja. Ify bakal sama rio ato gabriel."

sang bunda geleng geleng.'kalian ini kok adeknya sendiri dibuat taruhan."

"Tau tuh bunda. dikira ify sepak bola.."

"Udah udah. Kita keluar aja. Biarin ify siap siap. bunda jd penasaran kaya gimana sih cowok yang bakal ngajak ify jalan malem ini." Godanya

"Ihh bundaaaaa"

****

Shilla lagi lagi mengunjungi pemakaman prissy. Sudah setahun lebih sejak kematian prissy, ia selalu kesini ketika merasa lelab ataupun sumpek.

Sebenarnya yang tersiksa dengan kematian prissy bukan hanya gabriel. Tapi juga shilla. Prissy adalah sahabat shilla dari kecil, tanpa sepengetahuan gabriel. Shilla bukanlah apa apa tanpa prissy. Prissy lah yang menghadiahi shilla posisi kapten cheers untuk menggantikannya. Dua hari sebelum hari kematian prissy.

Sebenarnya prissy memang sudah merasakan ajal akan menjemputnya. Bolak balik ia bertanya pada shilla, apakah jika ia mati, shilla dan gabriel akan menyayanginya?

Pertanyaan aneh yang dilemparkan seseorang seperti prissy. Ogah ogahan shilla menjawab. Tapi, tepat dihari kematian prissy, dua jam sebelum ajal menjemputnya, shilla menjawab dengan kesal. 'Gue ngga bakal nangis! Puas lo!'

Tanggapan prissy pun hanya senyum tipia lalu berbisik, 'gue ngga akan maafin lo kalo nantinya lo nangisin gue kalo gue udah pergi nanti.'

Shilla menitihkan air matanya teringat prissy.

..Flashback..

Shilla masih berkutat dengab setumpuk buku sosiologinya. Ternyata masuk ke kelas IPS ngga bisa bikin hari harinya santai. Ia malah sibuk mengurusi makalah, prsentasi, hafalan, dan sebagainya. Prissy sudah pamit pulang 20 menit yang lalu. Dan anehnya, perasaan shilla sangat tak enak. Ia pun menghubungi prissy.

"Priss.."

"Sh..sh..illa.."

Jantung shilla terpompa keras. "Lo kenapa?"

"G..gu.e..ngga...pa..pa.."

"Prissy! Jawab gue! Lo kenapa??!!" Pekik shilla histeris.

"Gue..peg..ang..j..an..ji..lo..j..ang..an..p..er..na..h..nan..g..is..ke..tik..a..g..ue..me..ning..gal.."

"Prissy!!!! Lo ngomong apa? Jangan ngelantur!! Lo dimana?"

"G..gue..di..hal..te"

"gue kesana sekarang!! Lo jangan kemana mana!"

Shilla membanting tasnya lalu berlari keluar sekolah dan menemukan prissy yang tergeletak disana.

"Prissyyy!!!" Pekik shilla dan menghampiri prissy.

dalam pangkuan shilla, prissy berkata lirih. "Ja..g..ain..gab..riel..b..uat..g..ue ..ya..shill..gue..ng..ga..kuat.. gue..yak..in..lo..bis..a..jag..ain..ga..br..iel..."

"ngga priss. Lo harus bertahan. Lo ngga boleh ngomong gini. "

Prissy mengatur napasnya. "Ja..ngan..nang..is..shill.. gu..e..per..lu..shi..lla..yan..g..kua..t..b..iar..bis..a..ng..e..lin..dung..i..gab..ri..el..da..n..bik..in..gab..riel..sel..alu..senyum..."

'Ngga prisa. Engga... jangan tinggalin gue.. gabriel..mama lo.. adek lo..priss.."

'S..ela..mat..ti..ngg..al..s..hil..ja..ga..diri..lo..ba..ik..ba..ik..ya..jan..gan..lu..pa..pe..sen..gue..ta..di"

Prissy mulai memejamkan matanya. Tangisan shilla makin menjadi jadi. Dengan emosi yg naik turun, tangisan makin kencang, ia menghubungi ambulance. Menghubungi gabriel.

Tapi, tuhan terlalu sayang pada prissy. sehingga tak membiarkan prisay hidup lebih lama lagi. Prissy tak tertolong.

..flash back off..

"Shilla?" Tanya gabriel heran melihat shilla di makam prissy.

Dengan mata sembab, shilla menoleh dan kaget mendapati gabriel disini.

"Lo ..kok nangis? Ngapain disini?"

Shilla menatap nisan prissy. Bertanya dalam hati. 'Bolehkah gue ceritain semuanya, priss?'

Dengan tekad mantap, shilla menghela napas berat. Dan mulai menyusun kata demi kata pada gabriel.

*****

From : gabriel
Fy sorry gw tiba tiba batalin. Gw ada acara mendadak. sorry bgt ya.

Ify tercengang. Ia baru saja selesai berdandan. Tetapi bayangan bahagia dalam benak ify sirna, karena dikejutkan oleh sms gabriel itu

Ify memaki dirinya sendiri. 'Seharusnya lo ngga usah terlalu berharap sama dia! Lo tuh bukan apa apa buat dia. Selama lamanya, lo cuma ify. Yang ngga bakal punya arti dimata seorang gabriel.'

Wajah khalif menyembul dari pintu. "Dicariin rio tuh dibawah."

ifu menyerngit. Kok rio?

*****

Gabriel tergagu ditempatnya duduk. Sulit rasanya mencerna kata kata shilla. Bukan ify pengganti prissy. Harusnya shilla! Ya, harusnya shilla. Karena prissy sendiri yang memberikan shilla wasiat untuk menjaga gabriel.

Shilla yang beberapa jam lalu bercerita padanya beda 180 derajat dengan shilla yang biasa ia temui. Terngiang ngiang juga perkataan shilla.

"Awalnya gue berusaha deketin lo biar lo bisa ketawa doang, gab. Lama lama, perasaan gue berubah. Gue ngga mau jadi orang yang cuma bisa bikin lo senyum. Gue juga mau, jadi orang yang bisa bikin lo ngerasain lagi apa itu cinta."

Shilla menangis, di pelukannya. Selama dua jam, mereka berada di makam prissy. Hingga lupa dengan janjinya pada ify.

Ia baru mengerti, mengapa disetiap kebersamaannya dengan shilla ia selalu merasa nyaman walaupun sering beradu mulut. Jawabannya adalah, karena dia mulai jatuh cinta. Oleh gadis titipan prissy, Shilla.

*****

Cece Gisel calling....

Alvin menyerngit melihat nama yang tertera di layar hapenya. Dengan malas ia mengangkatnya. "Halo?"

"Heyhooo my lil brothaa! How are you? I've been miss you."

"Ngapain telfon?" Tanya alvin tanpa basa basi.

"Heh jutek amat sama kakak sendiri."

"Lo kan kalo nelfon gue selalu ada maunya."

Gadis diseberang terkikik. "Tau aja! Anyway, gue udah di bandara nih. Jemput gue ya. Ntar gue traktir makan sepuasnya di pizza hut deh. Mau?"

"Bisanya nyogok doang lo! Penjilat. Yaudah tunggu gue bakal melesat kesana. dan jangan ngebatalin janji lo tadi."

"Huuu! Ngatain penjilat tapi mau juga!"

Alvin terkekeh lalu mematikan telfonnya. Cece gisel adalah kakak kandungnya, yang telah menikah walau usianya hanya terpaut 5 tahun dengan alvin. Ia tinggal di Jerman dengan suaminya, selama menikah, belum pernah ia pulang kembali. Baru kali ini.

Alvin memasuki mobilnya dan mulai berkonsentrasi pada jalanan.

*****

Rio menatap ify dengan takjub. Baru pertama kali ini ify mengenakan dress berwarna putih dengan wedges senada, lalu riasan tipis serta rambut yang sedikit di blow.

Biasanya, kalau jalan dengan rio maupun teman temannya, ify selalu memakai jins selutut dengan kaos, atau celana jins 3/4 dengan sweeter. Rio tak menyangka perubahan ify tersebut mampu membuat mulutnya menganga saking kagetnya.

"Awas laler masuk tuh" sindir zahra dan khalif yang ada didapur.

Rio yang sadar segera menormalkan keadaan sesegera mungkin.

"Lo ngapain disini?"

"M..mau..mau.."

"Saking cantiknya ify, sampe gagap tuh mulut "

Ify merutuki kefrontalan khalif tersebut. Kalau saja bisa, ingin sekali ia memasukkan wedges kedalam mulut khalif.

"Mau ngajak lo jalan." Jawab rio akhirnya

"Gue lagi males." Serah ify

"Tapi lo udah dandan kaya gini. Masa iya lo balik ke kamar terus tidur?"

"Tadi gabriel ngajak jalan. Tapi tiba tiba dia bilang ngga jadi. Yaudah, gue juga udah males keluar. Kapan kapan aja ya."

rio berdecak. "Udah deh. Ikut gue. Ada yang pengen gue omongin ke lo. Jalan jalan aja dideket deket sini."

"Udah terima aja. Jangan malu malu. Ntar rio pulang lo nya nangis nangis dokamar, goblok goblokin diri sendiri kenapa ngga mau diajak jalan rio"

Ify dan rio membelalak. Rio menahan tawa, juga malu. Sedangkan ify menahan tekadnya untuk menjejalkan wedgesnya pada khalif sekali lagi.

"Yaudah ayo! Ketus ify yang lalu melempar wedges hampir mengenai khalif

"Sialaann" maki khalif

"Bentar yo"

Rio mengangguk.
Ify pun mengganti bajunya dan keluar dengan pakaian andalannya. Sweeter abu-abu merah bertuliskan Blinkin' dengan celana jins selutut dan sepatu kedsnya.

Rio memandang ify masih dengan kekaguman yang sama. Karena ini kali pertamanya melihat ify dengan busana sederhana tapi dengan make up tipis dan tataban rambut yang indah.

"Ati ati ya yang mau kencan.. jangan malem malem. Ntar kalo kemaleman pulangnya tiga orang lho."

Ify menoleh kearah khalif "gur pastiin, bakal ada barang yang lebih tajem dan lebih sakit buat nimpuk lo"

Khalif meringis dan berlari darisana. Rio hanya geleng geleng. Terbiasa dengan keluarga ify. Karena rumahnya yang hanya berjarak 3 blok dari ify

"Mau ngomong apaan?"

"Mau ngomong apa aja."

Ify menyerngit. "Apaan sih. Gue pulang nih"

Rio nenarik tangan ify. "Jangan dong . Iya iya gue ngomong." Rio menghela napasnya. "Tau ngga. Gue iri sama gabriel"

Ify menunggu perkataan rio selanjutnya.

"Gabriel hidup dikelilingi cinta yang tulus. Dari lo. Shilla. almarhun prissy. Temen temennya. guru guru. Dan terutama orangtuanya.. apa yang gabriel dapet, ngga pernah gue dapetin. Kasih sayang. "

" .makanya, gue selalu ingin nyaingin gabriel. Tanpa kentara tentunya. Dengan gue masuk dalam hidupnya dan mulai mengerti bagaimana cara memperoleh kasih sayang. satu satunya yang gue fikirin adalah. Gue harus bisa jadi kaya gabriel "

" .gue selalu berusaha semirip mungkin sama gabriel. Jadi juara kelas. Jadi ketua osis. Jadi ketua kelas. Jadi ketua tim fotografi. Semuanya. Apa aja. Yang bisa bikin gue ngelebihin dia. Tapi ternyata gue sadar. Dia dapet kasih sayang yang sebanyak itu karena sifatnya. Dia ngga mengejar posisi. Dia ngga berambisi untuk menyaingi orang lain. Dia ngelakuin itu buat dirinya sendiri. Ga kaya gue yg menargetkan hidup gue supaya jadi dia."

Ify menghentikan langkahnya. "Lo kekanak kanakan yo."

"Ya. Gue tau. Karena gue iri banget sama dia. Gue di buat patah hati sama dia. "

"Sama" jawab ify miris.

"Cewe yang gue suka, suka sama dia. Padahal, dia satusatunya cewe yang bikin gue semangat. Gue sayang dia melebihi apapun. Tapi emang dasarnya gue ngga pernah bisa nyaingin gabriel. Mungkin dengan ini, gue juga bisa membalas kesalahan abang gue dinasalalu. Lo tau kan?"

Ify mengangguk.

"Mungkin dengan gue ngerelain orang yg gue sayang buat gabriel  dan bikin gabriel seneng, rasa bersalah gue bakal berkurang tapi ternyata ngga. Gue malah menyiksa perasaan gue sendiri. Gue ga sanggup ngasih orang yang gue sayang ke gabriel. Gue terlalu mencintai dia. Melebihi diri gue sendiri"

Ify memandang rio. Dadanya berdesir. Tapi segera ia tepia perasaan itu. "Haha. Sabar aja yo. Kalo shilla jodoh lo, lo bakal disatuin sama shilla kok. Lagian, gue liat shilla juga menjauh sama gabriel akhir akhir ini"

Rio membelalakkan matanya. "Lo kira itu shilla?" Tanya rio putus asa.

"Yaiyalah. Cewek yang deket sama lo siapa lagi kalo bukan shilla?"

Rio menghela napas berat lagi. Sambil menatap sendu kearah ify yang berjalan didepannya.

$$$$$

Sivia membatu melihat pemandangan asing didepannya. Pemuda bermata sipit sedang duduk didepan seorang gadis cantik berambut panjang yang bisa sivia lihat wajahnya. Tapi ia yakin, selama tiga tahun berteman dengan Alvin, dia belum pernah melihat gadis itu. Tiba-tiba matanya berair, tanpa sebab yang jelas, dadanya ikut merasa sesak. Apa ini yang dinamakan cemburu? Entahlah. Dia tak peduli. Yang dia pedulikan adalah ia harus mengetahui siapa gadis yang sedang bersama Alvin.

Kebingungan, ia pun bersembunyi dibalik etalase toko baju. Sepuluh menit kemudian, keluarlah Alvin dan gadis itu.  Cantik, puji sivia tulus. Dibanding sivia, sama sekali nggak ada apa-apanya. Tapi…kok keliatan tua ya? agak chubby. Yah, walaupun nggak ngurangin kecantikannya. Batin sivia miris.

“siapa ya kira-kira?” lirihnya.

Sivia yang asyik melamun  tak mengetahui kalau Alvin berjalan kearahnya. Alvin yang melihat sivia berdiri tanpa melakukan apa-apa, --kebiasaan sivia jika sedang bengong atau berfikir sesuatu—akhirnya memutuskan untuk menghampiri sivia.

“Lo ngapain disini?

Sivia membelalak. “loh..a..a.lvin..”

“Lo kaya liat hantu deh. sama siapa? Sendirian aja?”

“I..iya.. lo?” tanya sivia memberanikan diri.

“gue, gue sama…”

“Vin! Ayo cepetan. Udah jam Sembilan nih. Ntar mama ngamuk gimana?”

Alvin mengangguk-angguk kesal. “Gue balik duluan vi, nenek sihir sudah berkoar koar. Bye sivia.”

“b..ye..”

Sivia sama sekali tak menyangka. Alvin tidak menawarinya untuk pulang bersama, seperti biasanya. Apa itu benar benar pacar Alvin, ya? Jadi alvin anggap apa sivia selama ini? Cuma sahabatnya aja, atau....

$$$$

H-1

Gabriel duduk di bangku ify. Menunggu kedatangan sang empunya bangku. Sengaja ia datang pagi pagi karena ia merasa bersalah mendadak membatalkan ajakannya untuk jalan jalan dengan ify. Pasti ify badmood, batin Gabriel.

“ngapain lo disini?” tanya Rio heran.

“oh, anu, gue..nunggu ify.”

“Bukannya lo udah sama shilla, ya?”

“maksud lo?”

“Lo tau kan gue sayang sama ify? Kenapa gue ngeliat lo kemaren berdua sama Shilla di café deket rumah shilla?”

Gabriel menatap rio kaget. “Kok lo tau?”

“Gue ada disana.”

“kenapa lo ada disana? Ngapain lo didaerah rumah shilla?”

“Gue mau nyamperin shilla. emang kenapa?”

“katanya lo sayang ify! Tapi kenapa lo nyamperin shilla! sama aja lo mau ify sama shilla. Serakah namanya!”

“heh, gue itu mau ngomongin sesuatu sama shilla. sama sekali nggak berniat buat ngerebut shilla dari lo.”

Ify mematung ditempatnya berdiri. Mencoba memahami apa yang sedang dibicarakan oleh rio dan Gabriel.

“jadi, sekarang mata lo udah nggak buta lagi kan?”

“maksud lo?” tanya Gabriel

“Lo akhirnya memilih shilla, gitu kan?”

Gabriel terdiam. Tak berani bicara apapun. Bukankah kalau ia menjawab sekarang, sama saja dia mengambil keputusan terlalu cepat? Ia harus benar-benar yakin. Baru memutuskan semuanya. Tidak mudah untuk memilih, bukan?

“Dan apakah lo udah bilang perasan lo yang sebenernya ke ify?”

Ify membelalak. Jadi.. yang dimaksud rio semalam…dirinya?

Rio tertawa sumbang. “jangan deket-deket ify lagi, yel. Kalo emang hati lo memilih shilla. gue nggak mau lo sakitin ify. Lo emang sahabat gue. Tapi, Gue nggak mau gara gara lo, ify jatuhin air matanya. Dia terlalu berharga untuk disia-siain.”

“Bukannya lo nggak bakal sia-siain dia?”

“tapi  yang ada dihatinya itu lo. Bukan gue.” Tandas rio. Ia pun berbalik dan meninggalkan Gabriel sendiri di ruangan itu,

Gabriel melengos. Lalu ikut beranjak dari sana tanpa mengingat tujuan awalnya masuk kedalam ruang kelas ify. Ify yang bersembunyi dikelas sebelah pun keluar dari persembunyiannya. Ternyata rio menyukainya. Gabriel menyukai shilla. jadi disini, cintanya lah yang bertepuk sebelah tangan? Ia sendiri juga masih belum yakin, apakah dia punya perasaan yang sama dengan rio. Karena semuanya mengalir begitu saja. Rio.. Gabriel.. rio.. Gabriel..

$$$$

Alvin tergopoh gopoh berlari mencari Rio ketika mendapat telfon dari seseorang. Telfon itu berasal dari manager Mocca, yang tiba-tiba bilang tidak bisa datang ke pensi mereka karena salah satu membernya sakit dadakan. Setelah melihat batang hidung Rio di koridor perpustakaan, dia berteriak keras.

“RIO! RIO! GAWAT YO!”

Rio menoleh ke belakang. “Apa?”

“Mocca yo! Mocca nggak bisa tampil besok! Salah satu membernya sakit. Dan mendadak batalin.”

Mata rio membulat. “Ya nggak bisa gitu dong! Mereka nggak professional banget, sih? Harusnya walaupun salah satu member mereka sakit, mereka tetep dateng ke pensi. Dengan, atau tanpa member yang sakit itu. Lagian, mereka kan udah setuju jauh-jauh hari. gimana sih?”

“Gue juga nggak tau yo. Gue udah paksain mereka, tapi mereka nolak buat perform. Coba lo yang telfon. Nih nomernya.”

Rio mencatat sederet nomor telfon di phonebook Alvin. “Gue usahain bujuk mereka. Bentar ya.”

Alvin mengangguk sambil menepuk bahu Rio. “Gue percaya, lo pasti bisa.”

“Thanks” Rio tersenyum dan beranjak dari sana.

Ify yang kebetulan mendengarkan pembicaraan Rio dengan Alvin tadi menghampiri Rio yang sedang tergesa-gesa. “Mocca beneran nggak bisa dateng, yo?”

Rio menoleh dan kaget,mendapati ify sudah berada di sebelahnya.  Reaksi spontannya adalah mengangguk dan mencepatkan kecepatan kakinya untuk menggapai ruang osis. Mengadakan rapat dadakan, mencari pengganti Mocca sesegera mungkin kalau ia tak bisa mendapat persetujuan dari pihak Mocca.

“Mau ke kantornya langsung? Gue temenin?”

Rio tersenyum .”Nggak usah, fy. Gue bisa sendiri. gue nggak mau ngerepotin lo.”

“Nggak ngerepotin kok yo. Lo nggak bisa ngerjain apa-apa sendiri. gue tau niat lo baik, kali ini. gue yakin lo nggak berambisi lagi nyaingin Gabriel kan?”

“Tapi fy…”

“Gue…juga mau mastiin satu hal.” Potong ify

Rio yang sudah menggapai gagang pintu ruang osis pun menghentikan langkahnya dan menoleh pada Ify. “Mau…mastiin apa?”

“Perasaan gue.. ke lo.”

Dan rio kontan shock membeku di tempatnya. Ia bingung, bagaimana menanggapi ucapan ify itu bagaimana.

“Gue pengen seneng susah selalu sama lo, Yo. Karena lo , dari awal selalu ada disaat gue seneng mau pun susah. Gue.. gue pengen ngebuka hati buat lo. Dan melupakan perasaan sepihak gue buat Gabriel. Gue sadar kalo gue nggak bisa bohongin diri gue sendiri kalo gue…” ify menggantung kalimatnya.

Sadar, lambat laun Rio mengacak rambut ify pelan. “Terlalu cepet, fy. Gue juga masih nyaman kaya gini, kok. Gue juga nggak munafik,kalo selama ini gue pengen jadi kaya Gabriel karena lo suka apa yang ada didalem dirinya Gabriel. Tapi gue juga nggak mau gara-gara ini,perasaan dan persahabatan yang kita bangun musnah gitu aja. Hanya karena satu hal, cinta.”

“Tapi yo..”

Rio menggeleng. “Sekarang bukan waktunya ngomongin ini,fy. Kalo lo beneran mau bantu, oke, gue nggak larang. Gue dengan senang hati nerima tawaran lo. Hal yang selain pensi, ntaran, ya? gue…juga mau nata semuanya dulu.”

Ify akhirnya mengangguk pasrah. Mencoba meyakinkan dirinya sendiri, bahwa pernyataannya nggak terlambat untuk di ucapkan.

Shilla, dari seberang lapangan memandang mereka dengan tersenyum kecil.

“Akhirnya mereka mulai menyadari, kalau mereka saling membutuhkan,” tawa shilla kecil.

Gabriel yang ada dibelakang Shilla pun menutup kedua mata Shilla.

“Eh eh kok gelap eh siapa ini”

“Tebak hayo.”

Shilla meraba tangan yang menutupi matanya, dan menemukan suatu luka di pergelangan tangan Gabriel. “Yaelah Gab. Gue kirain siapa.”

“yah kok ketebak sih” ujar Gabriel sok kecewa. Ia melepas tangannya dan duduk disebelah shilla. “ngapain disini?”

“lagi menyaksikan kedua insan yang mulai menyadari kalau mereka ternyata punya perasaan yang sama, setelah terbutakan oleh hal-hal yang menyilaukan selama ini,”

“lo nyindir kita?”

Shilla menyerngit, bingung. “Nyindir kita? Gimana maksud lo?”

“Hehe, nggak. Lupakan.”

“Hu dasar! oiya tadi ify ngajak gue ngomong.”

“ngomong…apa?”

“tentang Rio. Dia tanya semua hal yang selama ini rio sembunyiin dari ify.”

“Dan semua hal yang disembunyiin dari ify, rio ceritain ke lo?”

Shilla mengangguk. “dan gue mencoba berbagi pada ify. Kali aja ify nangkep,ngerti, peka. Eh, ternyata bener. Abis ngomong sama gue, disini,dia langsung nyamperin rio yang ada diperpus.”

“Rio kok nggak cerita apa apa ke gue ya?”

“rio Cuma cerita ke gue tau!"

Gabriel merengut. “wah si rio sialan, mau dapetin lo juga kali kalo misalnya ify nggak bisa didapetin.”

“Emang kalo gitu beneran, lo rela, gitu, gue sama rio?”

“Ya nggak, lah.”

Spontan shilla terkikik. “Jadi ceritanya cemburu?”

Gabriel tersadar akan ucapannya, melengos. Dia sudah sangat gamblang membuka aibnya sendiri.

“Jadi, yang dulunya bilang ‘gue nggak bakal suka sama lo. Gue emped sama lo. Dan blablabla’ adalah bentuk lain dari ‘gue cinta lo, gue nggak mau kehilangan lo’ yak an?” goda shilla.

“Sumpah ya shill., gue kira lo bakal berenti  narsis gitu. Gue kira lo bakal jadi shilla yang kemarin. Ternyata gue salah. Sifat asli dari seseorang nggak bakal bisa berubah sehari doang.”

Shilla tertawa. “Jadi lo lebih suka gue jadi shilla yang kemaren? Bukannya shilla yang kaya gini tuh ngangenin?”

Dengan gemas,Gabriel mencubit pipi shilla. "Iya sih ngangenin," gumam gabriel.

“Aw! Sakit Gabriel!”

“Itu pembalasan karena lo  akhirakhir ini lebih sering nemenin rio daripada gue!” Gabriel menggembungkan pipinya.

Shilla tertawa lagi,lebih keras. “Gue nggak pernah liat lo kaya gini sama gue sebelumnya,” ujarnya lirih sambil menerawang.

Gabriel memandangi paras shilla dari samping. Mendekatkan jarak antara mereka tanpa kentara. Lalu merangkul shilla dan berbisik tepat di telinga shilla. “Mulai sekarang gue bakal kaya gini terus ke lo, Shill. Gue… cinta sama lo.”

Shilla menoleh dan menatap kedua manik mata Gabriel. Jarak mereka terlalu dekat, spontan shilla terdiam membeku.

Gabriel yang sadar atas kekagetan shilla terkekeh, lalu kembali ke tempat semula, tanpa melepas rangkulan mereka.

“Gue sayang lo.. gue cinta lo.. Ashilla..” lirih Gabriel yang mampu membuat shilla, sekali lagi menoleh kearahnya.

Shilla tersenyum dan menumpukan kepalanya pada pundak Gabriel. “Gue juga sayang lo.. cinta sama lo.. Gabriel..”

$$$$

Dari pagi, Alvin selalu menjadi sasaran marah Sivia. Ntah mengapa hari ini sivia sensi sekali. Dikit dikit marah, kalo ngomong pun nggak bisa halus. Biasanya sivia berubah menjadi monster seperti ini saat sivia sedang ada di dua hari pertama datang bulan. Tapi seingat Alvin, hari ini semestinya sivia nggak datang bulan.

“Lo kenapa sih siv?”

“Ngga” jutek sivia

“Kok lo gini sih?”

“gini gimana sih? Nggak. Gue nggak papa.”

“siv. Gue nggak main main”

“gue juga nggak, tuh.”

“ayolah siv. Lo kenapa? Ada yang bikin lo kesel?”

“ADA! LO!” geram sivia.

“ada apa sama gue? Apa yang bikin lo kesel? Gue bakal rubah kok!”

“pokoknya gue kesel sama lo! Nggak ada alasannya!”

“ya nggak bisa gitu dong siv! Lo kesel sama gue tapi nggak ada alasannya. Sama aja lo nyiksa diri gue. Gue tuh nggak ada niat bikin lo kesel tapi lo nya malah kesel. Gimana sih. Jangan bikin gue frustasi napa. Mocca yang udah batalin tiba tiba acara pensi tuh udah sukses bikin gue stress. Di tambah lo kaya gini sama gue. Lo nggak tau kan gue makin stress!”

“Kok lo nyalahin gue sih vin? Nggak ngaca? Atau nggak peka gue kesel kenapa sama lo? Terserah lah! Gue males sama lo!” sivia meninggalkan Alvin sendiri di bangkunya.

“loh loh. Sivia! Sivia!” panggil Alvin tanpa jawaban. “Aaargghhh” Alvin mengacak acak rambutnya frustasi.

“bisa bisanya gue suka sama cewek moody kaya dia! arrgghhhh”

$$$$$

Rapat dadakan dimulai. Rio dengan cekatan membagi tugas-tugas dan plan B yang sudah ia buat pada seluruh anggota osis, senior maupun junior.

“Kak, kalo kita nggak berhasil dapet penggantinya mocca gimana?” tanya agni.

“nggak. Kalopun mocca nggak jadi tampil,gue harus bisa bikin band lain tampil. Pokoknya gue akan usahain semuanya. Kalian tenang aja.”

“ nggak papa kok yo kalo emang nggak ada pengganti mocca. Lo udah berjuang terlalu keras selama ini,buat memimpin kita. Semua anak pasti maklum lah. Lagian kan, masih ada guest star yang lain” ujar shilla menenangkan. diangguki oleh anggota osis yg lain.

Sebesit rasa cemburu dari kedua kubu. Ify dan Gabriel. Padahal mereka sama-sama tau,bagaimana perasaan shilla yang sebenarnya pada rio.

“Tapi gue bakal berusaha selagi bisa, shill. Gue nggak akan nyerah. Gue udah bertekad bikin pensi ini meriah. Karena ini satu-satunya persembahan terakhir gue buat sekolah.”

Semua nya mengangguk dan mulai berfikiran optimis seperti Rio. Diam-diam, ify tersenyum sambil mengekori kemana Rio pergi. Sadar, bahwa sebenarnya ia terlalu kagum pada pemuda jakung tersebut. Sampai-sampai menutupi perasaannya sendiri dengan mengecap nama Gabriel sebagai orang yang ia sukai. Apa sebenarnya Gabriel Cuma obsesinya semata? Cuma pengalihan dari keterkagumannya pada rio? Semua sudah terjawabkan dalam hati ify. Ify tersenyum simpul.

$$$$

CINTA. Chapter 3

Rio tak bisa berhenti memikirkan kejadian tadi siang. Lambat laun ia mengerti mengapa gabriel melayangkan pukulan demi pukulan ke rio. Sekarang semuanya susah terlihat gamblang. Rio mengerti. Karena perasaan marah dan frustasi yang dirasakan gabriel sama dengan perasaan rio sekarang.

Alvin terguncang. Baru menyadari akar permasalahan rio dan gabriel tadi pagi. Tapi, kalau selama setahun ini gariel diam saja, berarti kemungkinan besar gabriel baru tau kan? Dari siapa? Mengapa orang itu menyimpan rahasia sebesar ini rapat rapat?

Ify duduk sambil mengigit bibirnya. Gabriel kritis. Tapi kata dokter masih bisa terselamatkan.

Shilla berlari menghampiri rio, ify dan alvin.

"Gabriel.. gabriel kenapa?" Tanyanya menahan tangis

"Gabriel dipukuli anak bhakti mulia. Dia...kritis."

Tubuh shilla melemas. Ia jatuh terduduk. Air mata mulai mengucur deras. "Ngga. Ngga mungkin.." rancaunya.

Ify menatap shilla nanar. Tiba tiba teringat kata kata rio. Jangan pernah buta sama seseorang di samping lo. mungkin itu termasuk juga untuk gabriel. Gabriel yang terlalu fokus dengan masalalu hanya jalan ditempat dan tidak mencoba untuk membuka hatinya untuk siapapun.

Shilla tulus mencintai gabriel. Walaupun kadang perilakunya membuat gabriel gerah, sebenarnya gabriel tetap mampu merasakan ketulusan shilla. Sudah hampir delapan bulan shilla mengejarnya. Bersamanya kemana mana. Mengganggu ketentraman gabriel. Tanpa disadari gabriel tersenyum tak kentara ketika mendengar suara shilla menggema di ruangan serba putih itu.

Shilla bangkit dan berlari darisana. Belum sempat menengok kearah gabriel karena tak tega melihat wajah biru lebam dan bengkak milik gabriel.

****

Tibalah shilla di tempat yang ia tuju. Pemakaman.

Ia berlari dengan kalap mencari nisan seseorang. Lalu ketika menemukannya, ia duduk bersimpuh.

"Lo sendiri kan yang bilang, jagain gabriel buat lo. Gue udah jagain, priss. Tapi gue lalai. Gue ngga pernah kepikiran gabriel bakal senekad ini."

"Gue mohon. Jangan bawa gabriel sama lo. Gue sayang sama dia. Gue cinta sama dia. Walaupun gue ngga bisa nyamain lo, ngga bisa bikin gabriel move on dari lo, gue ngga papa. Gue bisa terima. Dideket gabriel aja gue udah seneng banget kok."

Shilla mulai menangis. "Gue mohon. Jangan ambil dia dari gue priss. Gue ngga sanggup hidup tanpa dia. "

*****

Gabriel sudah sadar dan mampu melewati masa kritisnya. Rio yg menyadarinya langsung menghampiri gabriel.

"Lo ngga apa apa?" Tanya rio. Gabriel terdiam. "Iel gue minta maaf. Gue ngga pernah tau kalo ternyata Riko pembunuh prissy. Gue ngga pernah tau kalo abang gue dalang dari semuanya. Gue mohon dengan segala kerendahan hati lo, buat maafin gue dan abang gue. Gue mohon, yel."

Ify dan alvin yang baru saja kembali dari kantin terpaku didepan kamar rawat gabriel. Mulai menyimak pembicaraan mereka berdua.

"Gue dari dulu pengen jadi lo gab. Gue pengen disegani kaya lo. Karena gue dulu bukan apa apa. Setelah gue belajar serius an berusaha keras gue bisa kaya lo walaupun selevel lebih rendah daripada lo. Gue iri sama lo karena lo punya segalanya yang gue ngga punya. Keluarga. Sahabat. Dan orang orang yang sayang sama lo melebihi apapun. Prissy. Shilla. Dan... ify."

Jantung ify berhenti berdetak. Alvin memandang ify kaget. Lalu berbisik. "Lo...suka gabriel?!"

Ify tak menjawab. Ia tak sanggup.

"Dan dari sekuan banyak orang yang gue kenal, cuma shilla yang peka. Cuma shilla yang tau kalo selama ini gue berusaha jadi lo. Selama ini gue dan shilla ngga deket. Tapi dengan gamblangnya dia bisa tau apa yang gue kejar." Rio menggeleng geleng. "Gab. Gue bener bener ngga tau menahu soal abang gue. Gue bahkan udah ngga serumah lagi sama abang gue sejak gue masuk SMA. Karena abang gue ikut sama bokap. Sedangkan gue sama nyokap."

"Gue harap lo ngga ikut nyalahin gue dengan tuduhan ikut andil didalam kematian prissy. Karena bukan gue. Itu murni abang gue. Lo sahabat gue. Walaupun gue iri dengan segala yang lo punya, lo tetaplah sahabat gue. Sampai kapanpun."

Rio menitihkan air mata. Air mata pertamanya untuk gabriel.

"G..u..e...u..d..a..h..m..a..a..f..i..n..l..o" ujar gabriel terbata. "L..o..j..u..g..a..s..a..h..a..b..a..t ..t..e..r..b..a..i..k.. y..a..n..g..g..u..e..p..u..n..y..a"

"G..u..e..y..a..n..g..t..e..r..l..a..l..u g..e..g..a..b..a..h ..t..a..d..i ..p..a..g..i. M..a..a..f..i..n..g..u..e..Y..o"

"lo ngga salah yel. Karena gue emang pantes dapetin itu"

Gabriel menggeleng. "M..a..a..f"

"Gue juga minta maaf."

****

"Gue mau lo semua gantiin gue sama gabriel buat ngurus acara pensi. Gue percaya sama lo berdua."

Shilla, alvin dan sivia membelalak.

"Kok kita? Emang ngga ada yanf lain?"

Rio menggeleng. "Ngga ada. Gue percaya sama lo bertiga."

"Oke. Gue siap. " ujar alvin mantap.

Shilla mengangguk. " gue juga"

Sivia menatap kedua temannya pasrah. "O..oke. gue juga."

"Jadi tugas lo......"

****

Ify hari ini mengunjungi gabriel. Ia melihat gabriel tengah serius dengan televisi didepannya.

"Hai, yel." Sapa ify

Gabriel tersenyun kearah ify. "Hai fy. Ada apa?"

Ify menggeleng. "Ngga papa. Cuma pengen nengokin. Lo udah ngga papa?"

Gabriel terkekeh. "Kalo muka sih, apa apa. Tapi sejauh ini gue ngerasa ngga papa."

Ify mendekar dan menyodorkan roti tawar kupas pada gabriel. "Gue denger lo suka roti ini"

"Segitu niatnya cari informasi tentang gue." Sindir gabriel.

Muka ify memerah. sadar kalau gabriel sudah tau tentang perasaannya makin membuat gadis berdagu tirus tak bisa leluasa bergerak.

"Thanks ya fy."

Mata ify membulat. "Buat apa?"

"Segalanya" gabriel lalu memeluk ify yang ada disebelahnya. Ify berdiri kaku dalam rengkuhan gabriel.

Rio menatap nanar pemandangan didepannya. Ia mengurungkan niat untuk menjenguk gabriel. Mungkinkan gabriel sudah memutuskan kemana hatinya harus berlabuh? Apakah tadi adalah jawaban dari semuanya? Rio mengedikkan bahu. Tak tau. Tak peduli. Yang penting dia dan gabriel tetap seperti dulu. Tetap bersahabat. Sudah cukup. Mengingat seberapa berdosa abangnya dalam menyengsarakan hidup dua orang sekaligus. Gabriel dan prissy.

'Gue akan merelakan apapun. Menebus dosa gue ke lo. Termasuk ngorbanin hati gue sendiri.' Batin rio yang lalu meninggalkan pintu kamar rawat gabriel.

***

Sivia dan alvin menyusun tatanan acara. Persiapan pensi yang tersisa tinggal 4 hari. Mereka sudah bekerja sangat keras untuk segalanya. Diam diam alvin maupun sivia sering memandang tanpa kentara.

Cinta itu tumbuh seiring kedekatan mereka. Tiga tahun mereka bersama, bersahabat, dan menyimpan perasaan. Apakah dipenghujung tahun ini, mereka harus mulai jujur dengan perasaan mereka sendiri?

Shilla memberikan pengarahan pada sion dan dayat untuk tatanan panggung dan lainnya. Pensi mengusung glow in the dark dengan open gate pukul setengah lima. Sangat rapi. Ia lalu mengabadikan  moment mereka ini pada sebuah lensa slrnya yang sudah 3 tahun setia menemani shilla. Menggantikan tugas mata shilla untuk mengabadikan moment moment yang tak mungkin terulang.

Ify sadar rio menjauh darinya. Bersahabat dengan rio selama dua tahun membuat ify merasa sangat kehilangan. Ketika ify menjadi murid pindahan dulu, orang pertama yang menjadi teman ify adalah rio. Kini ify merasa telah diisolasikan dari dunia rio mulai merasa aneh. Ia merasakan kehilangan yang amat sangat. Hampa. Ntah lah, ify juga bingung.

Persiapan pensi yang ngebut karena masalah gabriel tempo hari membuat osis junior serta senior harus bekerja ekstra.

"Yo. Buat dokumenter gimana?" Tanya alvin

Rio pun mengeluarkan sebuah flashdisk dan memberikannya pada alvin. "Gue tau kalo soal edit mengedit lo jagonya jadi gue serahin semua sama lo."

Alvib menyeringai. "suatu kehormatan buat gue untuk mendapat andil yang benar benar besat dalam acara kali ini"

Rio terkekeh. Dari jauh ia melihat shilla berjalab kearahnya. Alvin beranjak dari sana karena suara memekakkan dari sivia telah menyeruakkan namanya berkali kali

"Planning lo sukses besar ya." Puji shilla

Rio meringis.

Jprett..

Shilla mengabadikan moment-rio-meringis teraebut.

"eh sialan! Hapus ngga?" Ancam rio

Shilla menjulurkab lidahnya. "Ngga wleee"

"Shillaaa!!!! Awas ya lo!"

" bodo!! Wleeee mario jelek wlee!" Shilla pun berlari. Rio dengan cepat mengejar shilla. Jadilah mereka bermain kejar kejaran.

Ify yang melihat pemandangan itu dari kejauhab menitihkan air mata. Ia sendiri tak tau kenapa. Tapi ia merasa dirinya sudah tak penting lagu bagi rio. Sudah tak berarti apa apa lagi. Dan rio menemukan sesuatu yang baru dari diri shilla. Tanpa sadar, ify membenarkan perasaannya yang sebenarnya. Kalau selama ini ia cuma terobsesi pada gabriel. Di tambah rasa bersalah yang menumpuk karena menyembunyikan semuanya dari gabriel. Dan tanpa sadar dan baru saja ia sadari, hatinya sudah berlabuh pada sosok jakung yang akhir akhir ini menghindarinya. Rio.

$$$$$

H-2

Persiapan mendekati 90%. Semua anggota osis tenggelam dalam kesibukan masing masing. Tak mempedulikan perasaan masing masing yang makin hari makin terkikis.

shilla sudah bernapas lega karena dekorasi lapangan SMA Tarumanegara menjadi sangat indah sesuai harapannya. Kerja kersnya beberapa minggu terbayar sudah.

Ify tersenyum, dipenuhi keringat deras yang mengucur di pelipisnya. Gabriel bergerak menghapus peluh ify dengan cekatan.

Dada ify berdesir. Gabriel menyunggingkan senyumnya ramah. Makin membuat ify keki.

Shilla yang berencana mengajak gabriel makan di kantin mendadak membeku melihat adegan bak drama di depannya. Seumur umur ia tak pernah merasakan kehangatan dari gabriel. Gabriel pun sering kesal padanya malah. Tapi kenapa gabriel yang sama sekali tak pernah melihat ify malah jadi sebaik itu pada ify?

Hatinya teriris. Sakit. Ia merasakan bahwa ify lah pengganti prissy. Sudah terlihat dari gerak gerik gabriel yang memperlakukan ify spesial selama terakhir kali gabriel keluar dari rumah sakit.

"Yang tabah ya shill." Rio menepuk pundak shilla dari belakang.

Shilla menoleh sekilas lalu tersenyum miris. "Harusnya lo bilang gitu sama diri lo sendiri. Jujurlah yo sama perasaan lo sendiri."

"Apa yang harus gue jujurin?"

"Semuanya. Mending lo berdamai sama hati lo yang terus terusan minta lo buat jujur ke ify. Gue tau kok yo lo sering banget ngekorin ify dari sudut mata lo selama rapat pensi ini. Gue tau lo pilih ngga setim sama ify biar bisa bikin ify deket sama gabriel."

"Kenapa lo selalu tau apa yang gue lakuin sih shill?"

Shilla menyunggingkan senyum remeh. "Karena gue jauh lebih pintar dari yang terlihat."

Rio menjitak shilla perlahan. "Gue bakal nebus kesalahan terbesar gue ke gabriel."

"Kesalahan? Apa?"

Rio mengedipkan salah satu matanya. "Gue kira lo lebih pinter shill"

"Sialan lo." Sungut shilla

"Jadi, kepintaran maksud lo ini apa? Kesamaan nasib dan lo lebih berpengalaman dari gue kah? Atau cuma tebak tebak berhadiah?"

Shilla tekekeh.

Entah mengapa rio merasakan ada kelegaan saat bicara dengan shilla. Senyum shilla seperti menyuntikkan tenaga dahsyat pada rio.

"Yuk bantuin gue nyebarin pamflet daripada jadi patung selamat datang disini."

Rio mengangguk dan menoleh sedikit pada gabriel dan ify yang sedang berbincang asyik.

Keadaan gabriel tak sepenuhnya membaik. Ia masih menggunakan tongkat untuk berdiri dan berjalan. Ia sangat ngotot ingin ikut menyaksikan detik detik acara dimulai.

Dibantu ify dan rio, dia keluar dari rumah sakit. Ayah dan ibu gabriel lah yang menjemputnya. Gabriel sangat senang karena ayahnya yang bekerja di batam merelakan untuk meninggalkan pekerjaannya demi dia.

Gabriel menghabiskan dua hari terakhir bersama ify. Kekakuan ify adalah kesenangan tersendiri dari gabriel. Melihat semburat merah di pipi ify selalu membuat gabriel tertawa. Sesuatu yang selalu ia rasakan ketika dengan prissy ada didalam diri ify.

"Fy nanti sore jalan yuk?"

Ify membelalak. "Jalan?"

Gabriel mengangguk.

"Kemana?"

"Kemana aja. Gue suntuk."

"Tapi ini kan udah deket pensi. Pasti pada begadang nyiapin pensinya."

"Tapi jam 7 malem ngga bakal ada yang ngerjain proposal dan lain lain kan didalem sekolah?"

Ify terkekeh. "Yaudah deh. Lo jemput gue? Udah baikan emang badan lo?"

Gabriel mengedikkan bahunya. "Kalo lo nolak ya ngga baik. Kalo lo nerima berarti baik."

"Apaan coba" ify tersipu malu

Gabriel mengacak acak rambut ify. Menyelami kedua bola mata ify yang berwarna coklat. Ikut merasakan semburat merah yang menjalar pada pipi ify. Jantung gabriel berdetak lebih kencang. Ia baru merasakan ini beberapa kali
Ketika bersama prissy dan juga....shilla.

Prissy? Tentu saja karena perasaan tulus gabriel mencintai prissy. Tapi shilla? Apa karena sifat shilla yang berlebihan kadang menbuat gabriel kesal dan akhirnya emosi, berakhir dengan kecepatan jantung yang memompa kencang karena urat urat diseluruh tubuhnya terpaksa tertarik? Ia sendiri belum menemukan jawabannya.

Kalo pada ify, ia yakin kalau detakan itu terjadi karena kemiripan ify dengan prissy. Berartu yang masih perlu dipertanyakan, detakan jantung jenis apakah yang ia alami ketika dengam shilla?

****

sivia yang sore itu diajak alvin mengedit video dan foto foto siswa siswi SMA Tarumanegara tertawa terbahak bahak. Melihat cerminan dirinya dan alvin di masa lalu.

"lo cupu banget dulu vin. sumpah."

alvin mengerucutkan bibirnya. "iyadeh yang dari SMP udah jadi anak eksis" cibirnya

"weits jangan iri gitu dong vin.. lo sih dari SMP bergaulnya sama buku mulu. "

"ye bukannya gitu vi. gue kan dulu anak alim. yang selalu mematuhi tata tertib sekolah." ngelesnya.

sivia memeletkan lidahnya. lalu mulai melihay foto demi foto dokumentasi sekolah dan beberapa yang shilla ataupun murid lain potret.

"dari masuk SMA Gabriel udah kece banget ya."

alvin tersedak. sivia menatap alvin sambil terbahak.

"apaan sih vin kalo makan ati ati dong"

"lo tuh ati ati juga lalo ngomong."

"hah ? kok gue ?"

"iya. elo"

"gue ngga ngerti vin"

"lo emang ngga akan pernah ngerti, vi." lirih alvin putus asa.

sivia hanya menatap alvin penuh tanda tanya. ia merutuki mengapa jantungnya berdetak tak karuan ketika berdua dengan alvin seperti ini.

alvin sendiri merutuki kebiasaannya yang suka ceplas ceplos dihadapan sivia. ia sadar. persahabatan itu lebih indah, ngga akan pernah ada kata putus.

bukankah lebih baik ngga jadi apa apa tapi selalu bersama, daripada jadi apa apa tapi bisa berpisah ?

baik sivia atau alvin pun mencoba mengenyahkan perasaan aneh yang selalu menyelimuti dirinya ketika bersama sivia.

24 Januari 2013

CINTA. Chapter 2

Author POV

Ray dan Sion sudah sibuk kesana kemari membagikan pamflet pensi. Guest star yang dipilih oleh gabriel cs adalah Vierra, Maliq d'essential, Mocca, The finest tree, dan band sekolah mereka, SIB.

Dibuka dengan acara bazar, dilanjutkan oleh dance cover dan lomba tanding basket serta futsal antar kelas, lalu dilanjutkan dengan penampilan para guest star, dan ditutup dengan pelepasan balon dan juga kembang api.

Ify cs mengurus proposal yang sudah siap untuk dibubuhi tanda tangan oleh pembina osis juga kepala sekolah.

Shilla cs sudah mempromosikan pensi ini di seluruh social network SMA Tarumanegara. Dan sukses. Banyak dari sekolah lain yang berminat turut memeriahkan pensi SMA Tarumanegara yang bertema "Everlasting Goodbye".

Rio yang perannya hampir separuh dari seluruh rangkaian acara ini disibukkan oleh berbagai macam tugas. Mengecek semua proposal, mengedit pamflet yang akan di bagikan, memantau testimonial di email, blog, website, facebook, twitter dan lain lain.

Dua minggu yang mereka targetkan untuk menyelesaikan persiapan pensi telah benar benar siap. Sesuatu yang sama sekali tidak pernah mereka bayangkan akan selesai secepat ini. Jadi pensi bisa dimajukan. Pelaksanaan pensi yang sebenarnya dilaksanakan dua bulan setelah perencanaan dipercepat 3 minggu. Dan itu berarti akan di laksanakan 3 minggu lagi!

Para guest star juga telah di hubungi. Mereka sudah fix mengisi acara pensi SMA Tarumanegara. Sekarang mereka tinggal mencari sponsor. Target seminggu harus selesai.

Belum belum rio sudah mendapatkan sponsor, bantuan dari Cakka, sahabat karibnya sejak SD. Ngga tanggung tanggung. Rio mendapatkan dua sponsor. Tinggal mencari dua sponsor lagi dan barulah mereka benar benar bisa bernapas lega dan beristirahat sejenak.


Rio mengumpulkan anggota osis senior di aula, mulai membagi beberapa tim untuk mencari sponsor.

"Oke gue kumpulin kalian disini, mau minta tolong ketersediaan kalian buat nyari sponSor. Gue udah dapet dua. Ponds sama Sunslik. Target gue sih perusahaan rokok. Bantuannya gede. Tapi kalo gue fikir fikir lagi kayanya ngga deh."

"Kenapa emangnya yo?" Tanya alvin

"Kita kan masih SMA. rokok aja dilarang masuk sekolah ini. Gimana kalo sponsornya rokok? Otomatis bakalan ada stand stand yang ngepromosiin rokoknya, kan? Gue ngga yakin guru guru ngelolosin sponsor dari rokok itu."

Rio mengambil napas sejenak. "Ada yang punya usul?"

"Gimana kalau restoran cepat saji. Kaya mcD atau KFC." Usul ify.

Rio mengangguk angguk."oke gue serahin ke lo fy. Ada lagi yang lain?"

"Gue bakal minta bantuan garlick, distro yang lumayan famous di kalangan abg jaman sekarang" usul shilla.

"Oke lo urus itu ya shill. Fix ya. Kita pake sponsor usulan ify sama shilla. Gue bakal bagi kelompok. Alvin, sivia, gabriel, sion lo bantuin ify buat proposal dan angel, dayat, abner dan gue , bakalan bantu shilla urusin semuanya."

"Kok ngga ngelibatin anak kelas satu sama dua?" Sion buka suara

"Karena mereka ngga pengalaman buat cari sponsor. Lagian kan ini acara usulan kita. Otomatis kita punya kewajiban 80% ngurusin acara ini dengan jerih payah kita sendiri. Gue yakin acara ini bakal meriah karena gue udah punya kejutan buat lo lo pada."

"Apaan?"

"Dokumenter."

"Hah? Maksudnya?"

Rio tersenyum penuh arti. "Ntar juga bakalan tau."

Semua hanya mengangguk angguk patuh. karna mereka takin kalau rio nggak akan pernah ngecewain mereka.

*****

Ify merasakan hatinya dag dig dug ketika mendengar nama gabriel akan setim dengannya. Para anggota lain memilih gabriel sebagai ketua dan ify sebagai wakil. Bukankah ini jalan termulus menuju kebahagiaan?

shilla sedikit kesal karena ngga satu tim sama gabriel. Tapi karena alasan profesionalitas, akhirnya ia merelakan seseorang yang menurutnya adalah sang belahan jiwanya berpisah dengannya.

"Fy ini proposalnya udah selese. " ujar alvin dan sivia.

"Wah thanks ya. udah di revisi kan?" Tanya ify

Sion mengangguk. "Tinggal cus aja ke tempatnya. Lo berdua kan yang kesana?"

Gabriel mengangguk. "Kita berangkat pulang sekolah ya fy. Lo sama gue aja naek motor gue."

Ify meneguk ludah. Menjaga jarak dengan gabriel selama tiga hari ini mati matian ify lakukan. Sekarang malah berangkat ke restoran siap saji pake motor. bayangin aja seberapa jarak yang tercipta nantinya. Bisa bisa ify makin klepek klepek sama gabriel.

'Kalo sampai yang lain mulai nyadar sama perasaanku ke gabriel kaya rio gimana? Apa reaksi gabriel yang selama ini fine fine aja karena ngga memandangku sebagai salah satu fansnya?' Batin ify gusar.

"Woi! Ngelamun mulu sih."

Sivia yang menepuk bahu ify sempat membuat ify tersentak. Pandangan ke empat orang didepannya menyadarkan ify untuk segera memberi jawaban pada gabriel.

"I..iya terserah lo aja yel."

"Oke. Ntar gue tunggu di parkiran. Tau kan motor gue yang mana?"

Ify mengangguk cepat. Ingin segera buru buru menyudahi rapat dadakan kali ini.

Rapat pun selesai. Ify bernafas lega. Setidaknya untuk sesaat.

*****

Rio menatap proposal yang sudah ia masukkan dalam tas dengan rapi. Senyumnya mengembang. Entah mengapa hari ini ia sangat bersemangat menuju Garlick distro tersebut bersama shilla.

Setelah sampai, mereka berdua segera menemui pemilik distro tersebut. Rio dengan lihainya menjelaskan isi dalam proposal itu. Shilla hanya sesekali menimpali karena rio bisa dibilang tidak butuh bantuan siapa siapa.

Dan tebakan rio tidak meleset. Pihak distro mau menjadi sponsor pensi mereka.

"Hebat juga lo. Ngga nyangka gue." Gumam shilla takjub

Rio mulai menyetir mobilnya menjauhi kompleka distro tadi. "Biasa aja ah"

"Nyesel gue kenapa ngga daridulu seriua masuk osis kalo ternyata mantan ketua osis selihai lo. Cerdas banget penyampaiannya. Gue kira lo cowo kuper yang selalu berusaha nyaingin gabriel."

senyum rio memudar. Ia melirik shilla sebentar. Lalu mulai fokua menyetir lagi.

Karena tidak diberi reaksi apa apa , shilla melanjutkan omongannya. "Apa enaknya sih, hidup dibawah bayang bayang orang lain. Lo berusaha jadi gabriel. Nyaingin dia dalam bidang apa aja. Tapi hasilnya lo selalu ada dibawah gabriel."

"Lo ngomong apaan deh shill." rio berdecak.

"Yo. Public speaking lo bagus. Wawasan lo juga luas. Jiwa kepimpinan lo patut gue acungin jempol. Dan kebertanggung jawaban lo ngga ada duanya. Gue yakin gabriel punya sesuatu yang ngga lo punya. Dan lo punya sesuatu yang ngga gabriel punya. Tiap orang diberi kelebihan dan kelemahannya masing masing. Lo harusnya bersyukur dgn apa yg udah tuhan kasih buat lo."

Rio menghentikan mobilnya. Tetap tak berbicara. sepuluh menit dalam keheningan, shilla menepuk bahu rio lembut.

"Mulai jadilah diri lo sendiri. Lo punya apa yang ngga gabriel punya, yo."

"Apa?"

"Perasaan."

Rio tAk bergeming.

"Sebenernya siapa yang lo kejar? Gabriel, ato orang disekitar gabriel?"

Rio menatap shilla lama. Mengembuskan napasnya berat.

"Kalo gue boleh tau, siapa orang itu?"

Rio tersenyum miris. "Lo tau kan shill."

Shilla membelalak. Rio kembali melajukan mobilnya, lebih tenang daripada sebelumnya.

#####


Ify dan gabriel telah sampai ditempat yang mereka tuju. Bahkan telah menyelesaikan presentasi yang memang sudah mereka planningkan untuk sukses. Dan tebakan mereka berdua memang tak meleset.

Dan disinilah mereka sekarang. Di sebuah kedai kecil dipinggiran kota. Jauh dari keramaian.

Ify mengaduk aduk ice cappuccinonya kaku. Gerakan tubuh ify tak akan pernah bisa santai jika harus berhadapan dengan gabriel. Mungkin faktor peraaaannya, atau memang ke tidak acuhan gabriel yang membuat nyali ify menciut?

"Di minum fy. Jangan dibuat maenan. Ngga baik."

Ify mengangguk sambil terasenyum kaku.

"Gue selalu ngerasa awkward moment kalo lagi berdua sama lo." Ujar gabriel jujur.

"Maksud lo?"

"Gue selalu ngerasa lo ngga pernah jadi diri lo sendiri didepan gue. Lo ngga pernah keliatan relax. Beda didepan rio, alvin, sivia."

"Ah masa sih? Ngga kok yel."

Gabriel menyeringai. "Jangan jangan lo salah satu secret admirer gue ya?" Tebaknya asal

Ify tertohok. Tak mempedulikan nada bercanda diantara ucapan gabriel. Wajahnya memucat. Ntah mengapa perutnya terasa mual. Separah parahnya kenervousan ify pada public speaking, dia ngga akan pernah merasa mual. Tapi dengan satu selentingan pertanyaan gabriel tadi sudah mampu mengaduk aduk perut ify.

"Fy lo sakit? Kok pucet? Gue anter balik sekarang ya?"

"Ngga.. gue ngga papa." Ify memegangi perutnya yang memompa untuk keluar.

"Lo apa apa, ify!! Ayo pulang!"  Gabriel menarik tangan ify dan memapahnya naik keatas motornya. "Pegangan! Gue nggaa jamin lo bisa selamet kalo ngga pegangan"

Dengan ragu ify melingkarkan tangannya di pinggang gabriel. Motor gabriel lambat laun berjalan sedikit lebih pelan.

"Rumah lo dimana?"

"Perumahan Verita. Jalan pasifik nomer 6"

Gabriel mengangguk angguk mengerti. Kebiasaan ify selain mulas sewaktu kelewat nervous adalah migran. Ia merasakan sakit dikepalanya yang amat sangat. Ia yang tak kuat pun akhirnya memejamkan matanya dan tertidur di punggung gabriel. Gabriel yang merasakan jarak nya dengan ify makin terhapus mulai melakukan motornya semakin cepat.

Lampu merah mau tak mau menghentikan gabriel. Samar samar ia mendengar gumaman ify. Tak jelas. Tapi ify terus mengulangi gumaman itu. Gabriel nenbelalak ketika tau siapa yang ify sehutkan dalam ketidak sadarannya. Ify memanggil seseorang. Yang mampu membuat gabriel membeku.

TIN TIN...

Klakson mobil dibelakang gabriel menyudahi ketercengangannya

****

Gabriel terdiam dikamarnya. Usai mengantar ify, fikirannya melayang kemana mana. Ia tak pernah menyangka mampu menjadi orang nomor satu yang mengisi relung hati ify. Ia sama sekali tidak tahu menahu perihal peraaaan ify padanya karena selama ini ify tak pernah menampakkannya.

Jadi, selama ini sifat ify yang ditunjukkan olehnya adalah perasaan yang menyimpan berjuta juta perasaan campur aduk? Antara senang, gelisah, dan salah tingkah?

Tapi rahang gabriel tiba tiba mengeras ketika mengingat.gumaman selanjutnya dari ify. Matanya menerawang. Tangannya terkepal kuat. Dia harus segera membuka semuanya. Ia sudah tak tahan lagi. Setidaknya, ia tidak sebodoh ify yang mau maunya menyimpan rahasia sebesar itu sendirian.

"Fy, tenang aja. Gue bakal lindungin lo mulai sekarang. Gue ngga akan biarin lo sendiri."

****

Jam masih menunjukkan pukul enam kurang lima, tapi seorang rio sudab mendribble bola basketnya dengan lincah diatas lapangan. Ia mulai melakukan lay up dan memasukkan bola basketnya dalam ring.

Gabriel langsung menerjang rio sesudah itu.

Semua murid SMA Tarumanegara yang kebetulan ada di sekitar lapangan langsung menggerombol menjadi satu dan mulai menontoni gabriel vs rio.

"Gabriel! Lo apa apaan sih!"

"Diem lo bangsat!" Gabriel meninju pelipis rio, hidung rio, hingga mengeluarkan sedikit darah.

"Lo apa apaan? Kalo ada masalah, omongin secara gentle! Lo tuh kaya chicken tau ngga!"

Gabriel berhenti memukul rio. Lalu tertawa keras. "Chicken? Kalo ngomong soal chicken, itu kan jagonya lo! Gue cuma meniru kechickenan lo!"

"Apaan sih yel? Lo mabok? Lo ada masalah apa sama rio?" Alvin yang ada disana melerai rio dan gabriel

"Lo ngga usah ikut campur! Ini masalah gue sama rio!"

"Tapi lo udah jadi tontonan satu sekolah! Lo mau di skors gara gara ini? Kita selesein nanti, pulang sekolah di lapangan kutai. Gue bakal jamin rio kesana." Alvin pun membantu rio berdiri dan memapah rio untuk berjalan.

Gabriel duduk bersimpuh diatas tanah. Lalu tiba tiba selelebat bayangan prissy menepuk bahunya lembut

"Apa gue salah buat mengungkap kebenaran, priss?"

Bayangan prissy tersenyum manis. Lalu bangkit menggandeng tangan gabriel. Masih dengan perasaan frustasi yang lebih mendingan  , ia mengikuti kemana arah prissy pergi.

Dan tibalah dia di halte bus dekat sekolah. Rasanya seperti deja vu, sudah berkali kali oa mimpi seperti ini. Apakah ini mimpi? Ia sendiri juga tidak tau.

Ia melihat empat anak SMA dengan badge yang dicoret, tapi ia bisa melihatnya. SMA Bhakti Negara. SMA yang hanya 1 km dari sekolah mereka.

Seorang gadis berambut panjang menyerupai prissy sedang sendirian di halte tersebut. Firasat gabriel tak enak ketika salah satu dari mereka mendekat dan mulai merampok sang gadis.

"Selamatkanlah selagi bisa, gab. Gue yakin lo selama ini hidup dengan perasaan bersalah karena ngga bisa nolongin gue dulu." Ucap prissy lembut

Gabriel tertegun. Lalu mengangguk dan berlari kencang menuju gadis tadi. Hatinya mencelos ketika tau siapa yang ada disana. Ify!

"Lepasin! Jangan deketin gue!" Ify meronta ronta

"Lo diem deh mendingan serahin semua barang berharga lo. " todong salah satunya.

Ify menggeleng keras dan memeluk tasnya kuat kuat. "Ngga mau!!"

Salah satu anak SMA bhakti negara yang akan menampar ify, tiba tiba ambruk. Semua serentak menoleh kearah pemuda yang dengan berani, atau lebih tepatnya sok berani, menginjak ranjau.

"Ify! Pergi dari sini!" Bentak gabriel.

Ify membuka matanya dan tubuhnya kaku melihat gabriel disini. kalau gabriel tau, entahlah bagaimana keadaan selanjutnya. Ify dengan refleks langsung berlari.

Semuanya menatap gabriel geram. Dan mencoba memukul gabriel dengan segala cara. Gabriel yg kalah jumlah otomatis limbung karena tidak kuatnya pertahanan yang ia punya. Ia jatuh dengan keadaan babak belur.

'Kalopun lo mau ngajak gue pergi bersana lo, gue siap, priss' batin gabriel sambil terus menikmati pukulan demi pukulan yang di layangkan oleh keempat anak Bhakti negara.

*****

"Toloonggg!! Rio! Alvin! Ga.. gabriel.. d..dia.."

Ify kebingungan antara menyelaraskan napasnya dengan kata kata yang sudah tersusun rapi di otaknya. Ify mematung begitu melihat muka rio yang babak belur juga.

"Gabriel? Kenapa gabriel? Ada apa?" Alvin mulai panik.

"Gabriel..diserang anak bhakti mulia..ber empat.."

"Dimana gabriel sekarang?!!!" Bentak rio tak sadar.

dengan tergagap ify menjawab. "Ha..lte...se..bel..ah..s..e..ko..lah.."

Rio dan alvin langsung berlari keluar.

****