Seusai pulang sekolah hingga sekarang, ify sibuk kesana kemari. Bolak balik dari lemari, ke meja riasnya. Bingung. Sudah dua jam. Dan satu jam lagi gabriel akan menjemputnya. Dia bahkan masih bingung untuk menentukan pakaian mana yang pantas ia pakai.
Tok.. tok..
"Masuk" sahut ify
Bundanya dan kakaknya, Khalif serta Zahra godek godek melihat kamar ify yang sudah seperti kapal pecah. Sadar, sedang jadi pusat perhatian, ify meringis
"Mau kemana sih? Kencan ya?" Cibir khalif.
"Apaan sih kak. Ngga, kok."
"Kalo ngga, mana mungkin lo ngobrak abrik lemari. Pasti cari baju yang bagus yaaa?" Tanya zahra.
"Ngga kencan. Lagian bukan pacar, kok. Cuma temen." Ngeles ify.
Bunda ify tersenyum lalu mendekati ify. "Anak bunda udah besar. Udah ngerasain jatuh cinta."
"Bunda apaan sih,"
Zahra dan khalif pun akhirnya ikut masuk juga.
"Pake baju yang ini aja. Bagus" ujar sang bunda diangguki khalif dan zahra.
"Yang ini? Beneran bagus?"
"Yaiyalah kan yang milihin bunda" narsis bundanya.
"Oiya kalian kok kesini?"
"Gue khawatir lo banting banting perabotan kamar lo. Atau kalo ngga gitu lo sakaw didalem kamar. Secara , kamar gue kan sebelahan sama lo. Dan seorang ify ngga keluar kamar selama dua jam , trus ada bunyi 'aarrghhh' 'ihhhh' dari dalem kamarnya. Siapa yang ngga khawatir coba" jawab khalif
Wajah ify memerah. "Kakak ihhhh"
Zahra dan bunda tertawa. Khalif menjulurkan lidahnya.
"Mau keluar sama siapa sih?"
"Gabriel." Jawab ify cuek
Zahra melotot. "Cowok yang selama ini lo taksir itu? Lo yang ngajak ato..."
"Ya dialah! Gila aja kalo gue yang ngajak."
"Gue kira kalopun ada cowok yang ngajak lo jalan, pasti rio. Selama ini gue ngira riolah satu satunya cowo yang deket sama lo."
"Gue sama rio cuma sahabatan, kak aliiiif"
"Kan ngga mungkin ditengah persahabatan cowok dan cewek ngga bisa saling cinta kan?"
"Itu ngomongin diri lo sendiri ya lif?" Tanya zahra sambil menahan tawa
Muka khalif berubah masam. Lalu berdecak. "Gue berani taruhan. Kalo nantinya ify bakal pacaran sama rio" ujarnya pada zahra.
"Oke kita liat aja. Ify bakal sama rio ato gabriel."
sang bunda geleng geleng.'kalian ini kok adeknya sendiri dibuat taruhan."
"Tau tuh bunda. dikira ify sepak bola.."
"Udah udah. Kita keluar aja. Biarin ify siap siap. bunda jd penasaran kaya gimana sih cowok yang bakal ngajak ify jalan malem ini." Godanya
"Ihh bundaaaaa"
****
Shilla lagi lagi mengunjungi pemakaman prissy. Sudah setahun lebih sejak kematian prissy, ia selalu kesini ketika merasa lelab ataupun sumpek.
Sebenarnya yang tersiksa dengan kematian prissy bukan hanya gabriel. Tapi juga shilla. Prissy adalah sahabat shilla dari kecil, tanpa sepengetahuan gabriel. Shilla bukanlah apa apa tanpa prissy. Prissy lah yang menghadiahi shilla posisi kapten cheers untuk menggantikannya. Dua hari sebelum hari kematian prissy.
Sebenarnya prissy memang sudah merasakan ajal akan menjemputnya. Bolak balik ia bertanya pada shilla, apakah jika ia mati, shilla dan gabriel akan menyayanginya?
Pertanyaan aneh yang dilemparkan seseorang seperti prissy. Ogah ogahan shilla menjawab. Tapi, tepat dihari kematian prissy, dua jam sebelum ajal menjemputnya, shilla menjawab dengan kesal. 'Gue ngga bakal nangis! Puas lo!'
Tanggapan prissy pun hanya senyum tipia lalu berbisik, 'gue ngga akan maafin lo kalo nantinya lo nangisin gue kalo gue udah pergi nanti.'
Shilla menitihkan air matanya teringat prissy.
..Flashback..
Shilla masih berkutat dengab setumpuk buku sosiologinya. Ternyata masuk ke kelas IPS ngga bisa bikin hari harinya santai. Ia malah sibuk mengurusi makalah, prsentasi, hafalan, dan sebagainya. Prissy sudah pamit pulang 20 menit yang lalu. Dan anehnya, perasaan shilla sangat tak enak. Ia pun menghubungi prissy.
"Priss.."
"Sh..sh..illa.."
Jantung shilla terpompa keras. "Lo kenapa?"
"G..gu.e..ngga...pa..pa.."
"Prissy! Jawab gue! Lo kenapa??!!" Pekik shilla histeris.
"Gue..peg..ang..j..an..ji..lo..j..ang..an..p..er..na..h..nan..g..is..ke..tik..a..g..ue..me..ning..gal.."
"Prissy!!!! Lo ngomong apa? Jangan ngelantur!! Lo dimana?"
"G..gue..di..hal..te"
"gue kesana sekarang!! Lo jangan kemana mana!"
Shilla membanting tasnya lalu berlari keluar sekolah dan menemukan prissy yang tergeletak disana.
"Prissyyy!!!" Pekik shilla dan menghampiri prissy.
dalam pangkuan shilla, prissy berkata lirih. "Ja..g..ain..gab..riel..b..uat..g..ue ..ya..shill..gue..ng..ga..kuat.. gue..yak..in..lo..bis..a..jag..ain..ga..br..iel..."
"ngga priss. Lo harus bertahan. Lo ngga boleh ngomong gini. "
Prissy mengatur napasnya. "Ja..ngan..nang..is..shill.. gu..e..per..lu..shi..lla..yan..g..kua..t..b..iar..bis..a..ng..e..lin..dung..i..gab..ri..el..da..n..bik..in..gab..riel..sel..alu..senyum..."
'Ngga prisa. Engga... jangan tinggalin gue.. gabriel..mama lo.. adek lo..priss.."
'S..ela..mat..ti..ngg..al..s..hil..ja..ga..diri..lo..ba..ik..ba..ik..ya..jan..gan..lu..pa..pe..sen..gue..ta..di"
Prissy mulai memejamkan matanya. Tangisan shilla makin menjadi jadi. Dengan emosi yg naik turun, tangisan makin kencang, ia menghubungi ambulance. Menghubungi gabriel.
Tapi, tuhan terlalu sayang pada prissy. sehingga tak membiarkan prisay hidup lebih lama lagi. Prissy tak tertolong.
..flash back off..
"Shilla?" Tanya gabriel heran melihat shilla di makam prissy.
Dengan mata sembab, shilla menoleh dan kaget mendapati gabriel disini.
"Lo ..kok nangis? Ngapain disini?"
Shilla menatap nisan prissy. Bertanya dalam hati. 'Bolehkah gue ceritain semuanya, priss?'
Dengan tekad mantap, shilla menghela napas berat. Dan mulai menyusun kata demi kata pada gabriel.
*****
From : gabriel
Fy sorry gw tiba tiba batalin. Gw ada acara mendadak. sorry bgt ya.
Ify tercengang. Ia baru saja selesai berdandan. Tetapi bayangan bahagia dalam benak ify sirna, karena dikejutkan oleh sms gabriel itu
Ify memaki dirinya sendiri. 'Seharusnya lo ngga usah terlalu berharap sama dia! Lo tuh bukan apa apa buat dia. Selama lamanya, lo cuma ify. Yang ngga bakal punya arti dimata seorang gabriel.'
Wajah khalif menyembul dari pintu. "Dicariin rio tuh dibawah."
ifu menyerngit. Kok rio?
*****
Gabriel tergagu ditempatnya duduk. Sulit rasanya mencerna kata kata shilla. Bukan ify pengganti prissy. Harusnya shilla! Ya, harusnya shilla. Karena prissy sendiri yang memberikan shilla wasiat untuk menjaga gabriel.
Shilla yang beberapa jam lalu bercerita padanya beda 180 derajat dengan shilla yang biasa ia temui. Terngiang ngiang juga perkataan shilla.
"Awalnya gue berusaha deketin lo biar lo bisa ketawa doang, gab. Lama lama, perasaan gue berubah. Gue ngga mau jadi orang yang cuma bisa bikin lo senyum. Gue juga mau, jadi orang yang bisa bikin lo ngerasain lagi apa itu cinta."
Shilla menangis, di pelukannya. Selama dua jam, mereka berada di makam prissy. Hingga lupa dengan janjinya pada ify.
Ia baru mengerti, mengapa disetiap kebersamaannya dengan shilla ia selalu merasa nyaman walaupun sering beradu mulut. Jawabannya adalah, karena dia mulai jatuh cinta. Oleh gadis titipan prissy, Shilla.
*****
Cece Gisel calling....
Alvin menyerngit melihat nama yang tertera di layar hapenya. Dengan malas ia mengangkatnya. "Halo?"
"Heyhooo my lil brothaa! How are you? I've been miss you."
"Ngapain telfon?" Tanya alvin tanpa basa basi.
"Heh jutek amat sama kakak sendiri."
"Lo kan kalo nelfon gue selalu ada maunya."
Gadis diseberang terkikik. "Tau aja! Anyway, gue udah di bandara nih. Jemput gue ya. Ntar gue traktir makan sepuasnya di pizza hut deh. Mau?"
"Bisanya nyogok doang lo! Penjilat. Yaudah tunggu gue bakal melesat kesana. dan jangan ngebatalin janji lo tadi."
"Huuu! Ngatain penjilat tapi mau juga!"
Alvin terkekeh lalu mematikan telfonnya. Cece gisel adalah kakak kandungnya, yang telah menikah walau usianya hanya terpaut 5 tahun dengan alvin. Ia tinggal di Jerman dengan suaminya, selama menikah, belum pernah ia pulang kembali. Baru kali ini.
Alvin memasuki mobilnya dan mulai berkonsentrasi pada jalanan.
*****
Rio menatap ify dengan takjub. Baru pertama kali ini ify mengenakan dress berwarna putih dengan wedges senada, lalu riasan tipis serta rambut yang sedikit di blow.
Biasanya, kalau jalan dengan rio maupun teman temannya, ify selalu memakai jins selutut dengan kaos, atau celana jins 3/4 dengan sweeter. Rio tak menyangka perubahan ify tersebut mampu membuat mulutnya menganga saking kagetnya.
"Awas laler masuk tuh" sindir zahra dan khalif yang ada didapur.
Rio yang sadar segera menormalkan keadaan sesegera mungkin.
"Lo ngapain disini?"
"M..mau..mau.."
"Saking cantiknya ify, sampe gagap tuh mulut "
Ify merutuki kefrontalan khalif tersebut. Kalau saja bisa, ingin sekali ia memasukkan wedges kedalam mulut khalif.
"Mau ngajak lo jalan." Jawab rio akhirnya
"Gue lagi males." Serah ify
"Tapi lo udah dandan kaya gini. Masa iya lo balik ke kamar terus tidur?"
"Tadi gabriel ngajak jalan. Tapi tiba tiba dia bilang ngga jadi. Yaudah, gue juga udah males keluar. Kapan kapan aja ya."
rio berdecak. "Udah deh. Ikut gue. Ada yang pengen gue omongin ke lo. Jalan jalan aja dideket deket sini."
"Udah terima aja. Jangan malu malu. Ntar rio pulang lo nya nangis nangis dokamar, goblok goblokin diri sendiri kenapa ngga mau diajak jalan rio"
Ify dan rio membelalak. Rio menahan tawa, juga malu. Sedangkan ify menahan tekadnya untuk menjejalkan wedgesnya pada khalif sekali lagi.
"Yaudah ayo! Ketus ify yang lalu melempar wedges hampir mengenai khalif
"Sialaann" maki khalif
"Bentar yo"
Rio mengangguk.
Ify pun mengganti bajunya dan keluar dengan pakaian andalannya. Sweeter abu-abu merah bertuliskan Blinkin' dengan celana jins selutut dan sepatu kedsnya.
Rio memandang ify masih dengan kekaguman yang sama. Karena ini kali pertamanya melihat ify dengan busana sederhana tapi dengan make up tipis dan tataban rambut yang indah.
"Ati ati ya yang mau kencan.. jangan malem malem. Ntar kalo kemaleman pulangnya tiga orang lho."
Ify menoleh kearah khalif "gur pastiin, bakal ada barang yang lebih tajem dan lebih sakit buat nimpuk lo"
Khalif meringis dan berlari darisana. Rio hanya geleng geleng. Terbiasa dengan keluarga ify. Karena rumahnya yang hanya berjarak 3 blok dari ify
"Mau ngomong apaan?"
"Mau ngomong apa aja."
Ify menyerngit. "Apaan sih. Gue pulang nih"
Rio nenarik tangan ify. "Jangan dong . Iya iya gue ngomong." Rio menghela napasnya. "Tau ngga. Gue iri sama gabriel"
Ify menunggu perkataan rio selanjutnya.
"Gabriel hidup dikelilingi cinta yang tulus. Dari lo. Shilla. almarhun prissy. Temen temennya. guru guru. Dan terutama orangtuanya.. apa yang gabriel dapet, ngga pernah gue dapetin. Kasih sayang. "
" .makanya, gue selalu ingin nyaingin gabriel. Tanpa kentara tentunya. Dengan gue masuk dalam hidupnya dan mulai mengerti bagaimana cara memperoleh kasih sayang. satu satunya yang gue fikirin adalah. Gue harus bisa jadi kaya gabriel "
" .gue selalu berusaha semirip mungkin sama gabriel. Jadi juara kelas. Jadi ketua osis. Jadi ketua kelas. Jadi ketua tim fotografi. Semuanya. Apa aja. Yang bisa bikin gue ngelebihin dia. Tapi ternyata gue sadar. Dia dapet kasih sayang yang sebanyak itu karena sifatnya. Dia ngga mengejar posisi. Dia ngga berambisi untuk menyaingi orang lain. Dia ngelakuin itu buat dirinya sendiri. Ga kaya gue yg menargetkan hidup gue supaya jadi dia."
Ify menghentikan langkahnya. "Lo kekanak kanakan yo."
"Ya. Gue tau. Karena gue iri banget sama dia. Gue di buat patah hati sama dia. "
"Sama" jawab ify miris.
"Cewe yang gue suka, suka sama dia. Padahal, dia satusatunya cewe yang bikin gue semangat. Gue sayang dia melebihi apapun. Tapi emang dasarnya gue ngga pernah bisa nyaingin gabriel. Mungkin dengan ini, gue juga bisa membalas kesalahan abang gue dinasalalu. Lo tau kan?"
Ify mengangguk.
"Mungkin dengan gue ngerelain orang yg gue sayang buat gabriel dan bikin gabriel seneng, rasa bersalah gue bakal berkurang tapi ternyata ngga. Gue malah menyiksa perasaan gue sendiri. Gue ga sanggup ngasih orang yang gue sayang ke gabriel. Gue terlalu mencintai dia. Melebihi diri gue sendiri"
Ify memandang rio. Dadanya berdesir. Tapi segera ia tepia perasaan itu. "Haha. Sabar aja yo. Kalo shilla jodoh lo, lo bakal disatuin sama shilla kok. Lagian, gue liat shilla juga menjauh sama gabriel akhir akhir ini"
Rio membelalakkan matanya. "Lo kira itu shilla?" Tanya rio putus asa.
"Yaiyalah. Cewek yang deket sama lo siapa lagi kalo bukan shilla?"
Rio menghela napas berat lagi. Sambil menatap sendu kearah ify yang berjalan didepannya.
$$$$$
Sivia membatu melihat pemandangan asing didepannya. Pemuda bermata sipit sedang duduk didepan seorang gadis cantik berambut panjang yang bisa sivia lihat wajahnya. Tapi ia yakin, selama tiga tahun berteman dengan Alvin, dia belum pernah melihat gadis itu. Tiba-tiba matanya berair, tanpa sebab yang jelas, dadanya ikut merasa sesak. Apa ini yang dinamakan cemburu? Entahlah. Dia tak peduli. Yang dia pedulikan adalah ia harus mengetahui siapa gadis yang sedang bersama Alvin.
Kebingungan, ia pun bersembunyi dibalik etalase toko baju. Sepuluh menit kemudian, keluarlah Alvin dan gadis itu. Cantik, puji sivia tulus. Dibanding sivia, sama sekali nggak ada apa-apanya. Tapi…kok keliatan tua ya? agak chubby. Yah, walaupun nggak ngurangin kecantikannya. Batin sivia miris.
“siapa ya kira-kira?” lirihnya.
Sivia yang asyik melamun tak mengetahui kalau Alvin berjalan kearahnya. Alvin yang melihat sivia berdiri tanpa melakukan apa-apa, --kebiasaan sivia jika sedang bengong atau berfikir sesuatu—akhirnya memutuskan untuk menghampiri sivia.
“Lo ngapain disini?
Sivia membelalak. “loh..a..a.lvin..”
“Lo kaya liat hantu deh. sama siapa? Sendirian aja?”
“I..iya.. lo?” tanya sivia memberanikan diri.
“gue, gue sama…”
“Vin! Ayo cepetan. Udah jam Sembilan nih. Ntar mama ngamuk gimana?”
Alvin mengangguk-angguk kesal. “Gue balik duluan vi, nenek sihir sudah berkoar koar. Bye sivia.”
“b..ye..”
Sivia sama sekali tak menyangka. Alvin tidak menawarinya untuk pulang bersama, seperti biasanya. Apa itu benar benar pacar Alvin, ya? Jadi alvin anggap apa sivia selama ini? Cuma sahabatnya aja, atau....
$$$$
H-1
Gabriel duduk di bangku ify. Menunggu kedatangan sang empunya bangku. Sengaja ia datang pagi pagi karena ia merasa bersalah mendadak membatalkan ajakannya untuk jalan jalan dengan ify. Pasti ify badmood, batin Gabriel.
“ngapain lo disini?” tanya Rio heran.
“oh, anu, gue..nunggu ify.”
“Bukannya lo udah sama shilla, ya?”
“maksud lo?”
“Lo tau kan gue sayang sama ify? Kenapa gue ngeliat lo kemaren berdua sama Shilla di café deket rumah shilla?”
Gabriel menatap rio kaget. “Kok lo tau?”
“Gue ada disana.”
“kenapa lo ada disana? Ngapain lo didaerah rumah shilla?”
“Gue mau nyamperin shilla. emang kenapa?”
“katanya lo sayang ify! Tapi kenapa lo nyamperin shilla! sama aja lo mau ify sama shilla. Serakah namanya!”
“heh, gue itu mau ngomongin sesuatu sama shilla. sama sekali nggak berniat buat ngerebut shilla dari lo.”
Ify mematung ditempatnya berdiri. Mencoba memahami apa yang sedang dibicarakan oleh rio dan Gabriel.
“jadi, sekarang mata lo udah nggak buta lagi kan?”
“maksud lo?” tanya Gabriel
“Lo akhirnya memilih shilla, gitu kan?”
Gabriel terdiam. Tak berani bicara apapun. Bukankah kalau ia menjawab sekarang, sama saja dia mengambil keputusan terlalu cepat? Ia harus benar-benar yakin. Baru memutuskan semuanya. Tidak mudah untuk memilih, bukan?
“Dan apakah lo udah bilang perasan lo yang sebenernya ke ify?”
Ify membelalak. Jadi.. yang dimaksud rio semalam…dirinya?
Rio tertawa sumbang. “jangan deket-deket ify lagi, yel. Kalo emang hati lo memilih shilla. gue nggak mau lo sakitin ify. Lo emang sahabat gue. Tapi, Gue nggak mau gara gara lo, ify jatuhin air matanya. Dia terlalu berharga untuk disia-siain.”
“Bukannya lo nggak bakal sia-siain dia?”
“tapi yang ada dihatinya itu lo. Bukan gue.” Tandas rio. Ia pun berbalik dan meninggalkan Gabriel sendiri di ruangan itu,
Gabriel melengos. Lalu ikut beranjak dari sana tanpa mengingat tujuan awalnya masuk kedalam ruang kelas ify. Ify yang bersembunyi dikelas sebelah pun keluar dari persembunyiannya. Ternyata rio menyukainya. Gabriel menyukai shilla. jadi disini, cintanya lah yang bertepuk sebelah tangan? Ia sendiri juga masih belum yakin, apakah dia punya perasaan yang sama dengan rio. Karena semuanya mengalir begitu saja. Rio.. Gabriel.. rio.. Gabriel..
$$$$
Alvin tergopoh gopoh berlari mencari Rio ketika mendapat telfon dari seseorang. Telfon itu berasal dari manager Mocca, yang tiba-tiba bilang tidak bisa datang ke pensi mereka karena salah satu membernya sakit dadakan. Setelah melihat batang hidung Rio di koridor perpustakaan, dia berteriak keras.
“RIO! RIO! GAWAT YO!”
Rio menoleh ke belakang. “Apa?”
“Mocca yo! Mocca nggak bisa tampil besok! Salah satu membernya sakit. Dan mendadak batalin.”
Mata rio membulat. “Ya nggak bisa gitu dong! Mereka nggak professional banget, sih? Harusnya walaupun salah satu member mereka sakit, mereka tetep dateng ke pensi. Dengan, atau tanpa member yang sakit itu. Lagian, mereka kan udah setuju jauh-jauh hari. gimana sih?”
“Gue juga nggak tau yo. Gue udah paksain mereka, tapi mereka nolak buat perform. Coba lo yang telfon. Nih nomernya.”
Rio mencatat sederet nomor telfon di phonebook Alvin. “Gue usahain bujuk mereka. Bentar ya.”
Alvin mengangguk sambil menepuk bahu Rio. “Gue percaya, lo pasti bisa.”
“Thanks” Rio tersenyum dan beranjak dari sana.
Ify yang kebetulan mendengarkan pembicaraan Rio dengan Alvin tadi menghampiri Rio yang sedang tergesa-gesa. “Mocca beneran nggak bisa dateng, yo?”
Rio menoleh dan kaget,mendapati ify sudah berada di sebelahnya. Reaksi spontannya adalah mengangguk dan mencepatkan kecepatan kakinya untuk menggapai ruang osis. Mengadakan rapat dadakan, mencari pengganti Mocca sesegera mungkin kalau ia tak bisa mendapat persetujuan dari pihak Mocca.
“Mau ke kantornya langsung? Gue temenin?”
Rio tersenyum .”Nggak usah, fy. Gue bisa sendiri. gue nggak mau ngerepotin lo.”
“Nggak ngerepotin kok yo. Lo nggak bisa ngerjain apa-apa sendiri. gue tau niat lo baik, kali ini. gue yakin lo nggak berambisi lagi nyaingin Gabriel kan?”
“Tapi fy…”
“Gue…juga mau mastiin satu hal.” Potong ify
Rio yang sudah menggapai gagang pintu ruang osis pun menghentikan langkahnya dan menoleh pada Ify. “Mau…mastiin apa?”
“Perasaan gue.. ke lo.”
Dan rio kontan shock membeku di tempatnya. Ia bingung, bagaimana menanggapi ucapan ify itu bagaimana.
“Gue pengen seneng susah selalu sama lo, Yo. Karena lo , dari awal selalu ada disaat gue seneng mau pun susah. Gue.. gue pengen ngebuka hati buat lo. Dan melupakan perasaan sepihak gue buat Gabriel. Gue sadar kalo gue nggak bisa bohongin diri gue sendiri kalo gue…” ify menggantung kalimatnya.
Sadar, lambat laun Rio mengacak rambut ify pelan. “Terlalu cepet, fy. Gue juga masih nyaman kaya gini, kok. Gue juga nggak munafik,kalo selama ini gue pengen jadi kaya Gabriel karena lo suka apa yang ada didalem dirinya Gabriel. Tapi gue juga nggak mau gara-gara ini,perasaan dan persahabatan yang kita bangun musnah gitu aja. Hanya karena satu hal, cinta.”
“Tapi yo..”
Rio menggeleng. “Sekarang bukan waktunya ngomongin ini,fy. Kalo lo beneran mau bantu, oke, gue nggak larang. Gue dengan senang hati nerima tawaran lo. Hal yang selain pensi, ntaran, ya? gue…juga mau nata semuanya dulu.”
Ify akhirnya mengangguk pasrah. Mencoba meyakinkan dirinya sendiri, bahwa pernyataannya nggak terlambat untuk di ucapkan.
Shilla, dari seberang lapangan memandang mereka dengan tersenyum kecil.
“Akhirnya mereka mulai menyadari, kalau mereka saling membutuhkan,” tawa shilla kecil.
Gabriel yang ada dibelakang Shilla pun menutup kedua mata Shilla.
“Eh eh kok gelap eh siapa ini”
“Tebak hayo.”
Shilla meraba tangan yang menutupi matanya, dan menemukan suatu luka di pergelangan tangan Gabriel. “Yaelah Gab. Gue kirain siapa.”
“yah kok ketebak sih” ujar Gabriel sok kecewa. Ia melepas tangannya dan duduk disebelah shilla. “ngapain disini?”
“lagi menyaksikan kedua insan yang mulai menyadari kalau mereka ternyata punya perasaan yang sama, setelah terbutakan oleh hal-hal yang menyilaukan selama ini,”
“lo nyindir kita?”
Shilla menyerngit, bingung. “Nyindir kita? Gimana maksud lo?”
“Hehe, nggak. Lupakan.”
“Hu dasar! oiya tadi ify ngajak gue ngomong.”
“ngomong…apa?”
“tentang Rio. Dia tanya semua hal yang selama ini rio sembunyiin dari ify.”
“Dan semua hal yang disembunyiin dari ify, rio ceritain ke lo?”
Shilla mengangguk. “dan gue mencoba berbagi pada ify. Kali aja ify nangkep,ngerti, peka. Eh, ternyata bener. Abis ngomong sama gue, disini,dia langsung nyamperin rio yang ada diperpus.”
“Rio kok nggak cerita apa apa ke gue ya?”
“rio Cuma cerita ke gue tau!"
Gabriel merengut. “wah si rio sialan, mau dapetin lo juga kali kalo misalnya ify nggak bisa didapetin.”
“Emang kalo gitu beneran, lo rela, gitu, gue sama rio?”
“Ya nggak, lah.”
Spontan shilla terkikik. “Jadi ceritanya cemburu?”
Gabriel tersadar akan ucapannya, melengos. Dia sudah sangat gamblang membuka aibnya sendiri.
“Jadi, yang dulunya bilang ‘gue nggak bakal suka sama lo. Gue emped sama lo. Dan blablabla’ adalah bentuk lain dari ‘gue cinta lo, gue nggak mau kehilangan lo’ yak an?” goda shilla.
“Sumpah ya shill., gue kira lo bakal berenti narsis gitu. Gue kira lo bakal jadi shilla yang kemarin. Ternyata gue salah. Sifat asli dari seseorang nggak bakal bisa berubah sehari doang.”
Shilla tertawa. “Jadi lo lebih suka gue jadi shilla yang kemaren? Bukannya shilla yang kaya gini tuh ngangenin?”
Dengan gemas,Gabriel mencubit pipi shilla. "Iya sih ngangenin," gumam gabriel.
“Aw! Sakit Gabriel!”
“Itu pembalasan karena lo akhirakhir ini lebih sering nemenin rio daripada gue!” Gabriel menggembungkan pipinya.
Shilla tertawa lagi,lebih keras. “Gue nggak pernah liat lo kaya gini sama gue sebelumnya,” ujarnya lirih sambil menerawang.
Gabriel memandangi paras shilla dari samping. Mendekatkan jarak antara mereka tanpa kentara. Lalu merangkul shilla dan berbisik tepat di telinga shilla. “Mulai sekarang gue bakal kaya gini terus ke lo, Shill. Gue… cinta sama lo.”
Shilla menoleh dan menatap kedua manik mata Gabriel. Jarak mereka terlalu dekat, spontan shilla terdiam membeku.
Gabriel yang sadar atas kekagetan shilla terkekeh, lalu kembali ke tempat semula, tanpa melepas rangkulan mereka.
“Gue sayang lo.. gue cinta lo.. Ashilla..” lirih Gabriel yang mampu membuat shilla, sekali lagi menoleh kearahnya.
Shilla tersenyum dan menumpukan kepalanya pada pundak Gabriel. “Gue juga sayang lo.. cinta sama lo.. Gabriel..”
$$$$
Dari pagi, Alvin selalu menjadi sasaran marah Sivia. Ntah mengapa hari ini sivia sensi sekali. Dikit dikit marah, kalo ngomong pun nggak bisa halus. Biasanya sivia berubah menjadi monster seperti ini saat sivia sedang ada di dua hari pertama datang bulan. Tapi seingat Alvin, hari ini semestinya sivia nggak datang bulan.
“Lo kenapa sih siv?”
“Ngga” jutek sivia
“Kok lo gini sih?”
“gini gimana sih? Nggak. Gue nggak papa.”
“siv. Gue nggak main main”
“gue juga nggak, tuh.”
“ayolah siv. Lo kenapa? Ada yang bikin lo kesel?”
“ADA! LO!” geram sivia.
“ada apa sama gue? Apa yang bikin lo kesel? Gue bakal rubah kok!”
“pokoknya gue kesel sama lo! Nggak ada alasannya!”
“ya nggak bisa gitu dong siv! Lo kesel sama gue tapi nggak ada alasannya. Sama aja lo nyiksa diri gue. Gue tuh nggak ada niat bikin lo kesel tapi lo nya malah kesel. Gimana sih. Jangan bikin gue frustasi napa. Mocca yang udah batalin tiba tiba acara pensi tuh udah sukses bikin gue stress. Di tambah lo kaya gini sama gue. Lo nggak tau kan gue makin stress!”
“Kok lo nyalahin gue sih vin? Nggak ngaca? Atau nggak peka gue kesel kenapa sama lo? Terserah lah! Gue males sama lo!” sivia meninggalkan Alvin sendiri di bangkunya.
“loh loh. Sivia! Sivia!” panggil Alvin tanpa jawaban. “Aaargghhh” Alvin mengacak acak rambutnya frustasi.
“bisa bisanya gue suka sama cewek moody kaya dia! arrgghhhh”
$$$$$
Rapat dadakan dimulai. Rio dengan cekatan membagi tugas-tugas dan plan B yang sudah ia buat pada seluruh anggota osis, senior maupun junior.
“Kak, kalo kita nggak berhasil dapet penggantinya mocca gimana?” tanya agni.
“nggak. Kalopun mocca nggak jadi tampil,gue harus bisa bikin band lain tampil. Pokoknya gue akan usahain semuanya. Kalian tenang aja.”
“ nggak papa kok yo kalo emang nggak ada pengganti mocca. Lo udah berjuang terlalu keras selama ini,buat memimpin kita. Semua anak pasti maklum lah. Lagian kan, masih ada guest star yang lain” ujar shilla menenangkan. diangguki oleh anggota osis yg lain.
Sebesit rasa cemburu dari kedua kubu. Ify dan Gabriel. Padahal mereka sama-sama tau,bagaimana perasaan shilla yang sebenarnya pada rio.
“Tapi gue bakal berusaha selagi bisa, shill. Gue nggak akan nyerah. Gue udah bertekad bikin pensi ini meriah. Karena ini satu-satunya persembahan terakhir gue buat sekolah.”
Semua nya mengangguk dan mulai berfikiran optimis seperti Rio. Diam-diam, ify tersenyum sambil mengekori kemana Rio pergi. Sadar, bahwa sebenarnya ia terlalu kagum pada pemuda jakung tersebut. Sampai-sampai menutupi perasaannya sendiri dengan mengecap nama Gabriel sebagai orang yang ia sukai. Apa sebenarnya Gabriel Cuma obsesinya semata? Cuma pengalihan dari keterkagumannya pada rio? Semua sudah terjawabkan dalam hati ify. Ify tersenyum simpul.
$$$$
Tidak ada komentar:
Posting Komentar