Rio tak bisa berhenti memikirkan kejadian tadi siang. Lambat laun ia mengerti mengapa gabriel melayangkan pukulan demi pukulan ke rio. Sekarang semuanya susah terlihat gamblang. Rio mengerti. Karena perasaan marah dan frustasi yang dirasakan gabriel sama dengan perasaan rio sekarang.
Alvin terguncang. Baru menyadari akar permasalahan rio dan gabriel tadi pagi. Tapi, kalau selama setahun ini gariel diam saja, berarti kemungkinan besar gabriel baru tau kan? Dari siapa? Mengapa orang itu menyimpan rahasia sebesar ini rapat rapat?
Ify duduk sambil mengigit bibirnya. Gabriel kritis. Tapi kata dokter masih bisa terselamatkan.
Shilla berlari menghampiri rio, ify dan alvin.
"Gabriel.. gabriel kenapa?" Tanyanya menahan tangis
"Gabriel dipukuli anak bhakti mulia. Dia...kritis."
Tubuh shilla melemas. Ia jatuh terduduk. Air mata mulai mengucur deras. "Ngga. Ngga mungkin.." rancaunya.
Ify menatap shilla nanar. Tiba tiba teringat kata kata rio. Jangan pernah buta sama seseorang di samping lo. mungkin itu termasuk juga untuk gabriel. Gabriel yang terlalu fokus dengan masalalu hanya jalan ditempat dan tidak mencoba untuk membuka hatinya untuk siapapun.
Shilla tulus mencintai gabriel. Walaupun kadang perilakunya membuat gabriel gerah, sebenarnya gabriel tetap mampu merasakan ketulusan shilla. Sudah hampir delapan bulan shilla mengejarnya. Bersamanya kemana mana. Mengganggu ketentraman gabriel. Tanpa disadari gabriel tersenyum tak kentara ketika mendengar suara shilla menggema di ruangan serba putih itu.
Shilla bangkit dan berlari darisana. Belum sempat menengok kearah gabriel karena tak tega melihat wajah biru lebam dan bengkak milik gabriel.
****
Tibalah shilla di tempat yang ia tuju. Pemakaman.
Ia berlari dengan kalap mencari nisan seseorang. Lalu ketika menemukannya, ia duduk bersimpuh.
"Lo sendiri kan yang bilang, jagain gabriel buat lo. Gue udah jagain, priss. Tapi gue lalai. Gue ngga pernah kepikiran gabriel bakal senekad ini."
"Gue mohon. Jangan bawa gabriel sama lo. Gue sayang sama dia. Gue cinta sama dia. Walaupun gue ngga bisa nyamain lo, ngga bisa bikin gabriel move on dari lo, gue ngga papa. Gue bisa terima. Dideket gabriel aja gue udah seneng banget kok."
Shilla mulai menangis. "Gue mohon. Jangan ambil dia dari gue priss. Gue ngga sanggup hidup tanpa dia. "
*****
Gabriel sudah sadar dan mampu melewati masa kritisnya. Rio yg menyadarinya langsung menghampiri gabriel.
"Lo ngga apa apa?" Tanya rio. Gabriel terdiam. "Iel gue minta maaf. Gue ngga pernah tau kalo ternyata Riko pembunuh prissy. Gue ngga pernah tau kalo abang gue dalang dari semuanya. Gue mohon dengan segala kerendahan hati lo, buat maafin gue dan abang gue. Gue mohon, yel."
Ify dan alvin yang baru saja kembali dari kantin terpaku didepan kamar rawat gabriel. Mulai menyimak pembicaraan mereka berdua.
"Gue dari dulu pengen jadi lo gab. Gue pengen disegani kaya lo. Karena gue dulu bukan apa apa. Setelah gue belajar serius an berusaha keras gue bisa kaya lo walaupun selevel lebih rendah daripada lo. Gue iri sama lo karena lo punya segalanya yang gue ngga punya. Keluarga. Sahabat. Dan orang orang yang sayang sama lo melebihi apapun. Prissy. Shilla. Dan... ify."
Jantung ify berhenti berdetak. Alvin memandang ify kaget. Lalu berbisik. "Lo...suka gabriel?!"
Ify tak menjawab. Ia tak sanggup.
"Dan dari sekuan banyak orang yang gue kenal, cuma shilla yang peka. Cuma shilla yang tau kalo selama ini gue berusaha jadi lo. Selama ini gue dan shilla ngga deket. Tapi dengan gamblangnya dia bisa tau apa yang gue kejar." Rio menggeleng geleng. "Gab. Gue bener bener ngga tau menahu soal abang gue. Gue bahkan udah ngga serumah lagi sama abang gue sejak gue masuk SMA. Karena abang gue ikut sama bokap. Sedangkan gue sama nyokap."
"Gue harap lo ngga ikut nyalahin gue dengan tuduhan ikut andil didalam kematian prissy. Karena bukan gue. Itu murni abang gue. Lo sahabat gue. Walaupun gue iri dengan segala yang lo punya, lo tetaplah sahabat gue. Sampai kapanpun."
Rio menitihkan air mata. Air mata pertamanya untuk gabriel.
"G..u..e...u..d..a..h..m..a..a..f..i..n..l..o" ujar gabriel terbata. "L..o..j..u..g..a..s..a..h..a..b..a..t ..t..e..r..b..a..i..k.. y..a..n..g..g..u..e..p..u..n..y..a"
"G..u..e..y..a..n..g..t..e..r..l..a..l..u g..e..g..a..b..a..h ..t..a..d..i ..p..a..g..i. M..a..a..f..i..n..g..u..e..Y..o"
"lo ngga salah yel. Karena gue emang pantes dapetin itu"
Gabriel menggeleng. "M..a..a..f"
"Gue juga minta maaf."
****
"Gue mau lo semua gantiin gue sama gabriel buat ngurus acara pensi. Gue percaya sama lo berdua."
Shilla, alvin dan sivia membelalak.
"Kok kita? Emang ngga ada yanf lain?"
Rio menggeleng. "Ngga ada. Gue percaya sama lo bertiga."
"Oke. Gue siap. " ujar alvin mantap.
Shilla mengangguk. " gue juga"
Sivia menatap kedua temannya pasrah. "O..oke. gue juga."
"Jadi tugas lo......"
****
Ify hari ini mengunjungi gabriel. Ia melihat gabriel tengah serius dengan televisi didepannya.
"Hai, yel." Sapa ify
Gabriel tersenyun kearah ify. "Hai fy. Ada apa?"
Ify menggeleng. "Ngga papa. Cuma pengen nengokin. Lo udah ngga papa?"
Gabriel terkekeh. "Kalo muka sih, apa apa. Tapi sejauh ini gue ngerasa ngga papa."
Ify mendekar dan menyodorkan roti tawar kupas pada gabriel. "Gue denger lo suka roti ini"
"Segitu niatnya cari informasi tentang gue." Sindir gabriel.
Muka ify memerah. sadar kalau gabriel sudah tau tentang perasaannya makin membuat gadis berdagu tirus tak bisa leluasa bergerak.
"Thanks ya fy."
Mata ify membulat. "Buat apa?"
"Segalanya" gabriel lalu memeluk ify yang ada disebelahnya. Ify berdiri kaku dalam rengkuhan gabriel.
Rio menatap nanar pemandangan didepannya. Ia mengurungkan niat untuk menjenguk gabriel. Mungkinkan gabriel sudah memutuskan kemana hatinya harus berlabuh? Apakah tadi adalah jawaban dari semuanya? Rio mengedikkan bahu. Tak tau. Tak peduli. Yang penting dia dan gabriel tetap seperti dulu. Tetap bersahabat. Sudah cukup. Mengingat seberapa berdosa abangnya dalam menyengsarakan hidup dua orang sekaligus. Gabriel dan prissy.
'Gue akan merelakan apapun. Menebus dosa gue ke lo. Termasuk ngorbanin hati gue sendiri.' Batin rio yang lalu meninggalkan pintu kamar rawat gabriel.
***
Sivia dan alvin menyusun tatanan acara. Persiapan pensi yang tersisa tinggal 4 hari. Mereka sudah bekerja sangat keras untuk segalanya. Diam diam alvin maupun sivia sering memandang tanpa kentara.
Cinta itu tumbuh seiring kedekatan mereka. Tiga tahun mereka bersama, bersahabat, dan menyimpan perasaan. Apakah dipenghujung tahun ini, mereka harus mulai jujur dengan perasaan mereka sendiri?
Shilla memberikan pengarahan pada sion dan dayat untuk tatanan panggung dan lainnya. Pensi mengusung glow in the dark dengan open gate pukul setengah lima. Sangat rapi. Ia lalu mengabadikan moment mereka ini pada sebuah lensa slrnya yang sudah 3 tahun setia menemani shilla. Menggantikan tugas mata shilla untuk mengabadikan moment moment yang tak mungkin terulang.
Ify sadar rio menjauh darinya. Bersahabat dengan rio selama dua tahun membuat ify merasa sangat kehilangan. Ketika ify menjadi murid pindahan dulu, orang pertama yang menjadi teman ify adalah rio. Kini ify merasa telah diisolasikan dari dunia rio mulai merasa aneh. Ia merasakan kehilangan yang amat sangat. Hampa. Ntah lah, ify juga bingung.
Persiapan pensi yang ngebut karena masalah gabriel tempo hari membuat osis junior serta senior harus bekerja ekstra.
"Yo. Buat dokumenter gimana?" Tanya alvin
Rio pun mengeluarkan sebuah flashdisk dan memberikannya pada alvin. "Gue tau kalo soal edit mengedit lo jagonya jadi gue serahin semua sama lo."
Alvib menyeringai. "suatu kehormatan buat gue untuk mendapat andil yang benar benar besat dalam acara kali ini"
Rio terkekeh. Dari jauh ia melihat shilla berjalab kearahnya. Alvin beranjak dari sana karena suara memekakkan dari sivia telah menyeruakkan namanya berkali kali
"Planning lo sukses besar ya." Puji shilla
Rio meringis.
Jprett..
Shilla mengabadikan moment-rio-meringis teraebut.
"eh sialan! Hapus ngga?" Ancam rio
Shilla menjulurkab lidahnya. "Ngga wleee"
"Shillaaa!!!! Awas ya lo!"
" bodo!! Wleeee mario jelek wlee!" Shilla pun berlari. Rio dengan cepat mengejar shilla. Jadilah mereka bermain kejar kejaran.
Ify yang melihat pemandangan itu dari kejauhab menitihkan air mata. Ia sendiri tak tau kenapa. Tapi ia merasa dirinya sudah tak penting lagu bagi rio. Sudah tak berarti apa apa lagi. Dan rio menemukan sesuatu yang baru dari diri shilla. Tanpa sadar, ify membenarkan perasaannya yang sebenarnya. Kalau selama ini ia cuma terobsesi pada gabriel. Di tambah rasa bersalah yang menumpuk karena menyembunyikan semuanya dari gabriel. Dan tanpa sadar dan baru saja ia sadari, hatinya sudah berlabuh pada sosok jakung yang akhir akhir ini menghindarinya. Rio.
$$$$$
H-2
Persiapan mendekati 90%. Semua anggota osis tenggelam dalam kesibukan masing masing. Tak mempedulikan perasaan masing masing yang makin hari makin terkikis.
shilla sudah bernapas lega karena dekorasi lapangan SMA Tarumanegara menjadi sangat indah sesuai harapannya. Kerja kersnya beberapa minggu terbayar sudah.
Ify tersenyum, dipenuhi keringat deras yang mengucur di pelipisnya. Gabriel bergerak menghapus peluh ify dengan cekatan.
Dada ify berdesir. Gabriel menyunggingkan senyumnya ramah. Makin membuat ify keki.
Shilla yang berencana mengajak gabriel makan di kantin mendadak membeku melihat adegan bak drama di depannya. Seumur umur ia tak pernah merasakan kehangatan dari gabriel. Gabriel pun sering kesal padanya malah. Tapi kenapa gabriel yang sama sekali tak pernah melihat ify malah jadi sebaik itu pada ify?
Hatinya teriris. Sakit. Ia merasakan bahwa ify lah pengganti prissy. Sudah terlihat dari gerak gerik gabriel yang memperlakukan ify spesial selama terakhir kali gabriel keluar dari rumah sakit.
"Yang tabah ya shill." Rio menepuk pundak shilla dari belakang.
Shilla menoleh sekilas lalu tersenyum miris. "Harusnya lo bilang gitu sama diri lo sendiri. Jujurlah yo sama perasaan lo sendiri."
"Apa yang harus gue jujurin?"
"Semuanya. Mending lo berdamai sama hati lo yang terus terusan minta lo buat jujur ke ify. Gue tau kok yo lo sering banget ngekorin ify dari sudut mata lo selama rapat pensi ini. Gue tau lo pilih ngga setim sama ify biar bisa bikin ify deket sama gabriel."
"Kenapa lo selalu tau apa yang gue lakuin sih shill?"
Shilla menyunggingkan senyum remeh. "Karena gue jauh lebih pintar dari yang terlihat."
Rio menjitak shilla perlahan. "Gue bakal nebus kesalahan terbesar gue ke gabriel."
"Kesalahan? Apa?"
Rio mengedipkan salah satu matanya. "Gue kira lo lebih pinter shill"
"Sialan lo." Sungut shilla
"Jadi, kepintaran maksud lo ini apa? Kesamaan nasib dan lo lebih berpengalaman dari gue kah? Atau cuma tebak tebak berhadiah?"
Shilla tekekeh.
Entah mengapa rio merasakan ada kelegaan saat bicara dengan shilla. Senyum shilla seperti menyuntikkan tenaga dahsyat pada rio.
"Yuk bantuin gue nyebarin pamflet daripada jadi patung selamat datang disini."
Rio mengangguk dan menoleh sedikit pada gabriel dan ify yang sedang berbincang asyik.
Keadaan gabriel tak sepenuhnya membaik. Ia masih menggunakan tongkat untuk berdiri dan berjalan. Ia sangat ngotot ingin ikut menyaksikan detik detik acara dimulai.
Dibantu ify dan rio, dia keluar dari rumah sakit. Ayah dan ibu gabriel lah yang menjemputnya. Gabriel sangat senang karena ayahnya yang bekerja di batam merelakan untuk meninggalkan pekerjaannya demi dia.
Gabriel menghabiskan dua hari terakhir bersama ify. Kekakuan ify adalah kesenangan tersendiri dari gabriel. Melihat semburat merah di pipi ify selalu membuat gabriel tertawa. Sesuatu yang selalu ia rasakan ketika dengan prissy ada didalam diri ify.
"Fy nanti sore jalan yuk?"
Ify membelalak. "Jalan?"
Gabriel mengangguk.
"Kemana?"
"Kemana aja. Gue suntuk."
"Tapi ini kan udah deket pensi. Pasti pada begadang nyiapin pensinya."
"Tapi jam 7 malem ngga bakal ada yang ngerjain proposal dan lain lain kan didalem sekolah?"
Ify terkekeh. "Yaudah deh. Lo jemput gue? Udah baikan emang badan lo?"
Gabriel mengedikkan bahunya. "Kalo lo nolak ya ngga baik. Kalo lo nerima berarti baik."
"Apaan coba" ify tersipu malu
Gabriel mengacak acak rambut ify. Menyelami kedua bola mata ify yang berwarna coklat. Ikut merasakan semburat merah yang menjalar pada pipi ify. Jantung gabriel berdetak lebih kencang. Ia baru merasakan ini beberapa kali
Ketika bersama prissy dan juga....shilla.
Prissy? Tentu saja karena perasaan tulus gabriel mencintai prissy. Tapi shilla? Apa karena sifat shilla yang berlebihan kadang menbuat gabriel kesal dan akhirnya emosi, berakhir dengan kecepatan jantung yang memompa kencang karena urat urat diseluruh tubuhnya terpaksa tertarik? Ia sendiri belum menemukan jawabannya.
Kalo pada ify, ia yakin kalau detakan itu terjadi karena kemiripan ify dengan prissy. Berartu yang masih perlu dipertanyakan, detakan jantung jenis apakah yang ia alami ketika dengam shilla?
****
sivia yang sore itu diajak alvin mengedit video dan foto foto siswa siswi SMA Tarumanegara tertawa terbahak bahak. Melihat cerminan dirinya dan alvin di masa lalu.
"lo cupu banget dulu vin. sumpah."
alvin mengerucutkan bibirnya. "iyadeh yang dari SMP udah jadi anak eksis" cibirnya
"weits jangan iri gitu dong vin.. lo sih dari SMP bergaulnya sama buku mulu. "
"ye bukannya gitu vi. gue kan dulu anak alim. yang selalu mematuhi tata tertib sekolah." ngelesnya.
sivia memeletkan lidahnya. lalu mulai melihay foto demi foto dokumentasi sekolah dan beberapa yang shilla ataupun murid lain potret.
"dari masuk SMA Gabriel udah kece banget ya."
alvin tersedak. sivia menatap alvin sambil terbahak.
"apaan sih vin kalo makan ati ati dong"
"lo tuh ati ati juga lalo ngomong."
"hah ? kok gue ?"
"iya. elo"
"gue ngga ngerti vin"
"lo emang ngga akan pernah ngerti, vi." lirih alvin putus asa.
sivia hanya menatap alvin penuh tanda tanya. ia merutuki mengapa jantungnya berdetak tak karuan ketika berdua dengan alvin seperti ini.
alvin sendiri merutuki kebiasaannya yang suka ceplas ceplos dihadapan sivia. ia sadar. persahabatan itu lebih indah, ngga akan pernah ada kata putus.
bukankah lebih baik ngga jadi apa apa tapi selalu bersama, daripada jadi apa apa tapi bisa berpisah ?
baik sivia atau alvin pun mencoba mengenyahkan perasaan aneh yang selalu menyelimuti dirinya ketika bersama sivia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar