27 Januari 2013

CINTA. Last Chapter

Hari H

Empat jam lagi. Pensi benar benar siap dijalankan. Para anggota osis bernapas lefa karena tak sia sia kerja mereka selama ini.

Rio tak berhasil membujuk Mocca. Dan dengan segala plan, mereka pun mengundang salah satu band indie, Heavy Monster.

Semuanya sudah siap. Check sound sudah dilakukan sejak tadi pagi. Semuanya sudah disiapkan. Termasuk ratusan ballon. Didalam kelas yang tak jauh dengan panggung yang sudah mereka tata.

"Drum udah? "

"Udah yo"

"Gitar gimana?"

"Udah juga"

"Mic? Keyboard? Bass?"

"Udah deh yo. Ada bagiannya sendiri yang ngurusin . Lo tuh duduk diem aja disono, ntar juga ada yang ngelaporin ke lo. Nggak perlu lo jalan dari satu tempat ke tempat lainnya juga kali"

Rio tersenyum kearah ify. "Tapi gue ngerasa nggak puas kalo nggak ngeliat dengan mata kepala gue sendiri. Lo tau sendiri kan gue gimana"

"lo emang keras kepala"

"Dan itu adalah kelebihan gue"

Ify menggembungkan pipinya. Percuma saja bicara dengan rio disaat seperti ini.

Shilla dan gabriel berjalan kearah ify dan rio yang sedang memeriksa keadaan panggung.

"Hei kalian, lagi ngapain? Alvin mana?" Tanya gabriel

"Alvin lagi bantuin sion di pintu masuk. oiya denger denger ada yang jadian nih" sindir rio

Shilla dan gabriel saling berpandangan. 

"Siapa?" Tanya ify yang sebenarnya sudah tau jawabannya

"Siapa lagi kalo nggak shilla sama gabriel. Huuu ngiri deh gue"

Shilla memeletkan lidahnya. "Makanya cepet tembak ify, dong" celetuknya

Baik ify atau rio sama sekali tak bicara. keadaan terasa canggung. Rio melotot memberi kode pada shilla. Ify menunduk saja, ntah malu, atau bagaimana. Sedangkan Gabriel menyikut shilla. shilla hanya meringis sambil mengucapkan 'piss' tanpa suara.

"Oiya yo lo ikut gue bentar ya" gabriel menggamit tangan rio

"Heh gue bukan homo lepasin tangan biadap lo"

"Nggak mau . Lo ikut gue dulu oke. Fy  shill duluan ya"

Shila dan ify mengangguk.

"Lo beneran.jadian sama gabriel?" Tanya ify mencoba sebiasa mungkin

Shilla mengangguk. "Iyaa kemaren sore."

"Selamat ya. Gue ikut seneng."

"Thanks fy. Hmm apa lo bener bener seneng?"

Ify mengedikkan bahunya "gue juga bingung. Agak nyesek sih. Tapi....ada rasa lega diantara semuanya. Beban gue kok kayanya terangkat semua.

"Itu berarti selama ini lo cuma pengen gabriel bahagia aja"

"Iya kali ya? Hehe anyway, thanks buat nasehat lo kemaren. Gue nggak tau kalo lo nggak nasehatin gue. Mungkin gue masih terkurung dalam dunia fana yang penuh kepalsuan. Lo nyadarin gue banget shill. Sekali lagi thanks ya"

"Yaelah fy. Udah sewajarnya gue ngasih tau lo lagi. Eh tapi jangan salah sangka dengan nuduh gue nyalah gunain kesempatan ini biar bisa jadian sama gabriel. Itu semua murni dia kok fy bukan gue juga yang nembak atau apalah"

Ify terkekeh. "Gue nggak bakal maafin lo kalo sampe hari ini lo belum nraktir gue"

"Wah sialan lo . Iye ntar gue traktir lo sante aja."

$$$$

Gabriel dan rio sama sama diam. Hanya kalimat singkat yang terucap dari gabriel. "Yo, lo dapet beasiswa ke UK. Gue nggak bisa ikut. Karena gue rencana ambil kuliah di MIT. "

Rio menatap gabriel stelah beberapa saat bungkam. "Gue...akan fikirin lagi"

"Tapi yo. Ini kan kesempatan lo buat raih cita cita lo. Lo pengen banget kan kuliah di oxford? Lo bakal dibina di sana. sampe kuliah. Semakin deket sama cita cita lo buat hidup di UK. Datengin tempat tempat syutting harry potter. Terus ke teater broadway. Liat MU di old traford."

Gabriel memandang rio penuh harap. Mencoba meyakinkan rio."lo pengen jadi pengusaha, kan? Yang bangun perusahaan entertaiment sendiri? Lo udah tulis itu di kertas yg kita bikin dua tahun yang lalu. Lo juga janji bakal jadiin gue orang pertama yang gabung diperusahaan lo."

"Iya.. gue tau, yel. Tapi gue nggak siap ninggalin indonesia secepet itu."

"Siap nggak siap, kalo itu demi cita cita, kenapa nggak? Lo udah berusaha mati matian buat dapet beasiswa. Yah, gue tau lo emang pengen nyaingin gue tapi lo bener bener belajar sungguh sungguh buat itu semua. Gue harap, obsesi lo buat nyaingin gue lo pake, untuk urusan ini. Gue cuma pengen pas suatu saat nanti kita ketemu, kita udah ngewujudin cita cita kita"

'Yel.. ify yel.. gue nggak sanggup"

"Mario. Lo mau cita cita lo hancur karena cewek? Lagian, masih ada skype. Ym. Facebook. twitter.  Apa yang lo takutin?"

"Jarak, yel. Sekecil apapun jarak yang tercipta nantinya, semua bakal beda. Nggak sama lagi. Gue takut kehilangan ify"

"Makanya. Lo tembak ify sekarang. Hari ini. Nanti, pas penutupan acara. Sekalian lo pamitan ama dia. raihlah cita cita lo dulu, dibantu dengan cinta. Gue yakin ify bisa ngertiin lo, kok"

Rio mengangguk. "By the way, buat kali ini, gue nggak bakal gunain obsesi gue. Karena sampe kapan pun gue nggak bisa kaya lo. Kita beda. Lo ya lo. Gue ya gue. "

"Emang. Salah siapa pengen nyaingin gue"

Rio terkekeh "thanks for everything. "

"Ure welcome. Its my job. Buat ngeyakinin lo. Heheh"

"Yaudah balik yuk. Dicariin anak-anak"

"Sip"

$$$$$

Sivia duduk dengan gelisah sambil menatap panitia yg berlalu lalang mengurusi acara. Karena tugas sivia sekarang sudah selesai, dia jadi makin cemas. Memikirkannya saja sudah membuat kepala sivia pusing.

"Kamu berangkat ke UK 2 minggu lagi.. persiapkan ya. Ini beasiswa besar! Kamu akan dapat fasilitas apapun yg kamu mau di sana. Ibu yakin kamu nggak bodoh dengan sia siain semuanya."

kalimat dari pak Duta terngiang ngiang di kepalanya. Rasanya seperti mimpi. Yang bahagia, sekaligus menyedihkan. Sivia juga bingung.

"Via?"

Sivia melengos. Suara yang sudah sangat ia hafal karrna tiga tahun mereka sudah bersahabat.

"Masih marah tanpa alesan karena gue?"

Sivia tak menjawab. Alvin menghembuskan napas. Pasrah.

"Yaudah. Gue minta maaf sama lo. Gue tau, gue salah. Walaupun gue nggak tau sebab kesalahan hue. Gue cuma nggak mau lo diemin gue gini. Gue kehilangan lo. Sahabat gue yang paling cerewet."

Sivia bereaksi. Jadi. Alvin memang hanya menganggapnya sebagai sahabat. Nggak lebih. Sivia pun menoleh kearah alvin. "Nggak vin gue yang minta maaf. Gue kekanak kanakan. Ngambek ngambek gak jelas. Sorry."

"Its okay kalo itu lo. Gue udah cukup kenal sama lo"

Dalam hati sivia berkata getir. Tapi lo nggak pernah kenal sama perasaan gue ke lo vin.

"Yaudah. Jangan ngambek ngambekan lagi. "

Sivia mengangguk.

"Oiya yuk bantuin gue sama sion ngurusin tiket di gate. Sejam lagi gate dibuka. Kita harus siapin semuanya."

"Siap!" Sivia tak ingin alvin tau dengan beasiswanya. Ia pun memutuskan untuk merahasiakannya dari alvin.

$$$$

Acara sejauh ini lancar. Semua berkat rio. Kalau rio nggak ada di acara ini, mungkin semuanya kacau balau.

Tibalah mereka di penghujung acara. Penutupan dari The Finest Tree, lupa bawa nyali, menutup acara tersebut. Yang terakhir, pelepasan balon dan kembang api.

Rio yang sudah bertekad untuk menyatakan cintanya pada ify sudah menyingkir dari sana. Mulai berkreasi dengan imajinasinya.

"Fy. Lo ya yang ambil balonnya sama shilla. Kita tunggu disini" ujar gabriel diangguki alvin.

Shilla dan ify segera beranjak ke ruangan kelas dimana sudah tersedia balon balon itu

'Aduh fy gue mules. Lo duluan kesana. Gue ke kamar mandi dulu"

"Yah gue ikut deh"

"Heh. Lo mau acata kita brantakan garagara gue mules? Lo duluan aja. Gue bentar kok, dahhh"

Ify mendengus. Sebenarnya cukup merinding karena keadaan ruang kelas mereka jauh dari kata terang. Untunglah kegaduhan di lapangan membuat keadaan tak semencekam itu.

Ify mulai meminguti balon.balon itu. Sendirian, ia menuju kelapangan dengan puluhan balon yang ada di tangannya.

"Ya. Setelah pelepasan balon Ini, bakal ada persembahan terakhir dari Mario. Anak IPA 1 yang jadi ketua osis tahun kemarin. Kita sambut, Mario!!"

Tepuk tangan meriah darisana membuat ify penasaran. setelah melepaskan balon balon ditangannya, ia sedikit heran karena osis osis senior sama sekali tak tampak. Ia lalu berdiri disamping panggung.

Shilla. Gabriel. Alvin. Sivia. Sion. Dayat. Angel ada diatas sana. Lalu, dimanakah Rio?

Shia dengan gitarnya. Gabriel dengan micnya. Alvin dengan bassnya. Sivia angel dayat dan sion memegang balon bertuliskan.

"WOULD YOU BE MY GIRL? "

Ify menyerngit. seharusnya ini nggak ada di susunan acara. Terdengar petikan gitar mulai mengalun. Disusul suara bass pelan pelan.

"No one ever saw me like you do
All the things that I could add up too
I never knew just what a smile was worth
But your eyes see everything without a single
word "

rio ada di lantai dua. Seolah olah sedang menatap balon balon diudara itu.

"'Cause there's somethin' in the way you look
at me
It's as if my heart knows you're the missing
piece
You make me believe that there's nothing in
this world I can't be
I never know what you see
But there's somethin' in the way you look at
me"

Rio memandang ify yg memasang ekspresi polosnya dibawah sana. Dengan senyum mengembang, rio melanjutkan lagunya.

"If I could freeze a moment in my mind
It'll be the second that you touch your lips to
mine
I'd like to stop the clock, make time stands
still
'Cause, baby, this is just the way I always
wanna feel

'Cause there's somethin' in the way you look
at me
It's as if my heart knows you're the missing
piece
You make me believe that there's nothing in
this world I can't be
I never know what you see
But there's somethin' in the way you look at
me "

Dengan.gabriel sebagai backing vocal, gabriel juga sama menghayatinya dengan rio. Sambil menatap shilla tentunya.

"I don't know how or why I feel different in
your eyes
All I know is it happens every time"

Nada tinggi itu mampu di selesaikan Rio dengan apik. Rio lalu beranjak menuruni tangga dan menghampiri Ify. Ify bingung. Ia terdiam ditempatnya berdiri sekarang

Rio menarik ify keatas panggung. Ify mengikutinya.

"'Cause there's somethin' in the way you look
at me
It's as if my heart knows you're the missing
piece
You make me believe that there's nothing in
this world I can't be
I never know what you see
But there's somethin' in the way you look at
me
The way you look at me"

Ending lagu yang sempurna. Dengan.bantuan suara bass gabriel tntunya.

" ini lagu gue persembahin buat ify. Fy.. gue nggak mungkin bohongin perasaan gue ke lo. Gue sayang lo. Gue cinta lo. Dan gue nggk mau kehilangan lo." dengan sebuah kode, sivia angel sion dan dayat berjalan kedepan ify.

"Jawablah tulisan itu fy" bisik rio

Ify menganga tak percaya. Speechless. Ia baru pertama kali di beri kejutan seperti ini.

"Yes. I would." Jawab ify lirih

Mata rio berbinar. Menatap ify seolah menyiratkan tanya Lo-Serius ?

Ify yang menangkap maksud rio mengangguk malu.

Tuingg... bresss

Jdarr.. jdaarrr.. jdarrr.. jdaarrr..

Kembang api diluncurkan. Rio memeluk ify. Gabriel cs bertos ria
Tidak sia sia mereka di kumpulkan dadakan oleh Rio sejam yg lalu.

Malam itu, dibawah taburan kembang api dan bintang di langit, menjadi sebuah saksi bisu dua insan yang dimabuk cinta.

$$$$$

Dua hari kemudian...

"Selamat pagi ify!

"Pagi yo.."  ify tersenyum."rapi banget"

"Hari pertama jemput pacar gue kesekolah nih."

Khalif bersiul. "zahraaaa!!! Lo harus bayar taruhannya karena gue yang menang!!"

Zahra merengut. "Ntar . Kalo udah dikasih duit bulanan sama bunda"

Bundanya yang ada di dapur geleng geleng sendiri.

"Kak khalif jangan mulai rese,! Udah ah ify berangkat dulu. Dah bunda.. kak zahra.."

"Ati ati fy, yo"

Rio mengangguk. "Rio sama ify jalan dulu tante"

Bunda ify mengangguk dan tersenyum.

"Jemput aku kaya jemput putri raja aja. Selama apa kamu dandan tadi?"

"Satu jam fy. Takut salah kostum dan sebagainya."

"Hah? " ify melongo. "Serius?"

"Iyalah!"

"Yaampun yo kita tuh cuma mau ke sekolah. Kenapa pake acara dandan dan salah kostum segala.'

Rio terkekeh. "Sekalian mau ngajak kamu pergi hari ini. aku udah siapin baju ganti."

"Lah buat aku?"

"Udah tenang aja."

Ify mengangguk pasrah.

$$$$$

Ify terdiam. Mereka sudah ada disebuah taman jauh dari kota. Dengan burger ditangan masing masing dan dua buah coca cola yg belum terbuka dibangku yg mereka duduki.

"Kamu.. setuju nggak? Kalo nggak, aku batalin aja deh" serah rio.

Ify menggeleng. Lalu menatap rio. Merasa ditatap, ia pun menoleh.

"Aku tuh bangga banget sama kamu yo. Dapet beasiswa itu nggak gampang. Apalagi keluar negeri. Apa aku gadis bodoh yang bakal nentang kamu kalo kamu dengan susah payah buat raih beasiswa berangkat keluar negeri? Aku juga pengen liat kamu maju yo. Berkembang."

"Tapi...kita..."

Ify menggeleng. "Nggak papa yo. Aku jauh dari kamu. Asal kamu janji bisa percaya sama aku. Aku percaya sama kamu disana, kok. "

Rio memeluk ify senang. "Ini yg buat aku semakin cinta sama kamu fy. "

Ify tersipu dalam dekapan rio.

$$$$$

Seminggu kemudian.
H-5 keberangkatan rio dan sivia

"Jadi sivia ikut juga?" Tanya gabriel sewaktu mereka berempat kumpul di kantin

Rio mengangguk. "ue tadi dipanggil bareng sama sivia. Kok dia nggak cerita sama kita ya"

"Lo kan tau sendiri sivia nggak deket deket banget sama kita."

"Iya juga sih."

"Lo nggak perlu cemburu fy. Gue yakin sivia nggak selicik itu bakal temen makan temen" ujar shilla.yang mampu melihat kecemasan diwajah ify

" nggak kok shill. Bukan sivia yg gue takutin. Tapi rio"

Rio terkekeh. "Nggak bakal.macem macem. Janji kok fy"

Ify berdehem. Shilla dan gabriel hanya tersenyum menatap kedua sahabatnya itu

$$$$$

"Lo beneran nggak kasih tau alvin?" Tanya Debo. Kakak sivia

Sivia menggeleng.

"Kenapa?"

"Gue malah takut alvin merubah fikiran gue kak. Gue takut nggak bisa ngelepas dia"

Debo merangkul adik semata wayangnya itu. "Sivia.. lo nggak bisa terus terusann kaya gini. Nutup perasaan lo buat alvin. Menikmati sakitnya sendiri. Ada kalanya lo harus jujur."

"Gue udah nunjukin kak. Tapi alvin nggak peka"

"Kadang sesuatu itu nggak cuma bisa di wakili oleh perbuatan. Perlu pernyataan yang jelas juga lho. Biar semuanya lebih gampang. Terbuka"

"Nggak ah. Sivia nggak mau ngomong duluan ke alvin"

"Dasar. Yaudaah deh terserah lo aja. Jangan nyesel loh"

Sivia mengangguk pasrah. Sedikit tak yakin dengan semuanya.

$$$$

H-1 keberangkatan rio dan sivia

"vin mau gue traktir nggak?"

'Traktir? Apa?"

"Risoles isi keju di tempat biasa nongkrong"

"MAUUU!!! udah lama nggak kena. Btw, tumben banget?"

"anggep aja ucapan terimakasih gue ke lo selama ini"

"Halah. Sok puitis banget lo. Kaya mau kemana aja."

Sivia terkekeh. Dalam hati, ia pasti akan sangat merindukan sahabat sekaligus pujaan hatinya ini.

Hari itu sivia benar benar menraktir alvin. Membelikan apapun yang alvin ingin. Alvin sama sekali tak curiga karena alvin dulu juga memberikan apa yang sivia ingin.

"Thanks buat hari ini vin"

alvin mengangguk. "Thanks juga udah rela habisin duit lo buat gue"

Sivia terkekeh. "Kapan kapan lo harus ganti itu semua"

Alvin membelalakkan matanya. "Yaelah! Tau gini nggak.bakal minta beliin deh"

Sivia tertawa. "Yaudah gue balik dulu. Atiati dijalan. "

Alvin mengangguk dan beranjak darisana.

Kapan kapan? Nggak ada lagi kapan kapan buat lo vin  ini pertemuan terakhir kita. Batin sivia pedih.

$$$$$

Hari H

"Ati ati yo. Kamu jaga diri baik baik. Jagain sivia juga."

Sivia mencubit lengan ify "lo kira gue apaan. Gue kaN Udah gede"

Ify terkekeh
"Lo kan cewek vi. udah sepantasnya lo dijagain sama rio. Kalopun rio itu cowok" ujar shilla

"heh lo kira gue  cewek?"

"Hm....kayanya gitu sih yo"

"Sialan"

Semuanya tertawa.

"Alvin mana? Bukannya dia sahabat lo?"tanya gabriel

"Dia...ng..nggak bisa dateng."

"kok gitu?"

"Nggak tau yel. Lagi jalan sama cewenya kali"

"Lah? Alvin punya cewek? Gue kirain alvin pacaran sama lo" celetuk rio

"Nggak kok" sivia tersenyum.

" yaudah. Kayanya ini udah waktunya gur sama sivia masuk. "

Ify menghampiri rio. Lalu memeluknya. "Ati ati ya yo. Jangan macem macem"

Rio mengangguk dan.membelai rambut ify. "Kamu juga ya fy. Jaga cinta kita disini. Nanti sesampainya disana aku pasti ngabarin kamu." Rio mengecup puncak kepala ify lama.

"Udah woi disni envy liatnya" sindir shilla

"Envy? Mau juga?"goda gabriel

"Gab! Apaan deh"

Gabriel terkekeh.

Sivia mulai menyeret kopernya. "Take care ya kalian"

Shilla mengangguk "kalian juga ya"

"Siap!" Rio melepas pelukannya pada ify walaupun sebenarnya tak rela.

Rio dan sivia mulai beranjak seyelah berpamitan. Ify memandang rio dengan air yang sudah menggenang dipelupuk matanya

"Shill liat deh itu apaan."

"Mana gab?"

Cupp

"GABRIEEEELLL!!!!!"

Ify dan gabriel tertawa dengan ekspresi shilla yang lucu itu. Gabriel dengan jail mencium pipi shilla.

Ify geleng geleng saja melihat tingkah kedua sahabatnya itu

$$$$$$

Alvin mendengus. Air matanya menetes, berkali
kali. Ia terisak, tanpa suara.
Jaga diri lo baik-baik ya vin. Gue bakal pergi jauh
ninggalin lo. Gue bakal terima beasiswa gue di
Inggris. Sama Rio. Gue harap, lo bisa nemuin
kebahagian lo di Indonesia. Gue bakal kangen
sama lo. Sampe kapanpun,lo adalah sahabat
terbaik gue. Oiya, longlast sama pacar lo yang
kapan hari ketemu di mall itu ya. jangan lupa ya
pesen gue. Cari kebahagiaan diluar sana.bye vin!
Sebuah pesan singkat dari sivia beberapa jam
yang lalu membuat Alvin tak henti hentinya
menyesali kebodohannya. Harusnya, ia peka,
dengan sifat sivia yang akhir akhir ini berubah
padanya. Harusnya, dia mengutarakan
perasaannya lebih cepat. Nggak seperti ini. dia…
terlambat. Benar-benar terlambat.
“Dia udah take off dari dua jam yang lalu, vin.”
Ujar Debo, saat di temui Alvin dirumah sivia
karena sivia hari itu tidak masuk sekolah.
“Dia merahasiakan semuanya dari lo. Karena dia
nggak mau lo jadi alasannya buat tetep tinggal
disini.”
Alvin memandang debo, seakan meminta banyak
penjelasan.
“Sivia cinta sama lo, vin. Dia berusaha nunjukin itu
semua ke lo. Tapi lo nggak pernah peka. Sivia tuh
gengsi buat ngomong langsung perasaannya ke lo.
Karena lo sama dia tuh udah deket banget. Dia
takut lo ketawain. Dia takut kalo dia Cuma
berjuang sendirian. Dia takut sama kenyataan
yang ada, kalo lo nggak cinta sama dia. apalagi, lo
udah punya cewek”
Alvin terdiam. Bingung. “gue,..nggak punya pacar,
kak. Selama ini…gue nungguin sivia. Gue..masih
cari waktu yang tepat buat ngutarain perasaan
gue.”
Debo mengangkat bahunya. “Gue nggak tau, vin.
Sorry gue nggak bisa bantu karena ini privasinya
sivia. Sivia sendiri yang bilang bakal terus nyimpen
semua rapat-rapat.”
Dan disinilah Alvin sekarang. Didalam kamarnya.
Menangisi kebodohannya. Dia cengeng? Tidak.
Karena dia menyesal telah menyia-nyiakan secuil
kesempatan yang ada.
$$$$$
Lima tahun kemudian, Rio telah berhasil lulus dari
University of Oxford dengan cum laude. Gelar
S1nya jurusan Bisnis terselesaikan sudah. Sivia,
yang masuk kedalam University of Sheffield,
jurusan Administrasi Seni, juga lulus dengan nilai
bagus walaupun tidak sebagus Rio. Mereka
berdua sukses.
Setelah setahun Rio keluar dari universitas, Rio
berhasil mendirikan sebuah perusahaan
Entertaiment di UK di bantu oleh teman-teman
seangkatannya yang mempunyai misi yang sama.
Andrew dan Alice, duo kembar yang sangat
membantu rio dalam hal mendirikan perusahaan
tersebut.
Tak tanggung-tanggung, mereka membuka juga
perusahaan entertainment itu di Indonesia dan
Korea. Dua Negara yang orang-orangnya
berlimpah bakat serta skill. Karena planning Rio
memang ingin mengepalai cabang di Indonesia,
jadilah ia sekarang ada di Jakarta. Dengan Sivia,
tentunya.
Sivia sudah didaulat untuk masuk kedalam
perusahaan Rio, dan di setujui penuh olehn Sivia.
Ify melambaikan tangannya senang ketika melihat
Rio dan Sivia muncul dari gate kedatangan
internasional. Ify melihat pemuda jakung yang
sudah hampir enam tahun menjadi kekasinya.
Rambut Rio jadi sedikit panjang dengan kumis
tipis, tapi kulit yang tampak lebih cerah dari
terakhir kali ify dan Rio bertemu, setahun yang
lalu.
Rio memang pulang setahun sekali, untuk melihat
keadaan Ify , mamanya, dan sahabat-sahabatnya.
Sedangkan sivia sama sekali tidak pulang.
Katanya, dia nggak ingin kalau kepulangannya
merusak semua kerja keras yang ia bangun.
Entahlah kerja keras apa itu.
“Hai! Makin berisi aja lo,” puji sivia melihat tubuh
ify yang lebih gendut dari terakhir kali mereka
bertemu.
“Iya kebanyakan nyamil sewaktu bikin skripsi. Ya…
gini deh” mereka bertiga tertawa.
“Aku kangen banget sama kamu fy” ucap Rio
sambil memeluk ify
“Aku juga, yo”
“Halah, tiap malem juga skype an. Apa masih
kurang?” cibir sivia
Rio memeletkan lidahnya. “Sirik aja sih lo.”
“Biarin wlee”
Ify terkekeh.
$$$$$
“Wah selamat ya shill. Gue nggak nyangka kalian
bakal tunangan secepet ini.” ujar sivia menyalami
shilla dan Gabriel.
Shilla terkekeh. “Iya nih. Orangtuanya Gabriel
yang nyuruh gue sama dia biar cepet tunangan.”
“Halah, lo nya juga ngebet gitu kayanya” cibir Rio
Shilla menjitak Rio. “Lo tuh! Sana, sama ify
buruan. Kasian ify udah nunggu lo lima tahun, eh
nggak lo ajak tunangan juga,”
“NGapain tunangan? Orang kita langsung nikah
kok. Ya nggak fy?”
“Rio apaan deh.” malu ify
Yang lain hanya tertawa.
“Selamat ya yel, shill.” Ucap seseorang dari
belakang sivia.
Sivia masih ingat, bhkan sangat mengenali sang
empunya suara tersebut. Sivia menunduk, tak
mau melihatnya. jangan sekarang. Ia belum siap…
“Hai vin! Wah, dateng juga, katanyan nggak bisa?”
“gue sempetin buat lo, rekan se-sie gue di osis.
Heheh”
“Wah liat nih kita lengkap. Ada rio, ify, Alvin, sama
sivia” ujar Gabriel.
Alvin melayangkan pandangannya pada gadis
yang kini berambut sebahu tersebut. Yang makin
lama makin menunduk. “Hai, siv”
Sivia menoleh spontan. “Ha..i..vi..n”
$$$$$
“Gimana kabar lo?” tanya Alvin membuka
percakapan.
“Baik, lo?”
“Baik juga.”
“Gimana di Jerman? Denger denger lo kuliah
disana ya?”
Alvin mengangguk .”Ya. gue ikut sama kakak gue
dan suaminya disana.”
Sivia membulatkan mulutnya.
“by the way yang lo lihat di mall waktu itu…kakak
gue. Bukan pacar gue.”
“Mau kakak lo ataupun pacar lo juga gue nggak
peduli”
“Gue tau lo peduli”
“Nggak, vin.”
“mau sampe kapan lo nyimpen perasaan lo itu
sendiri?”
“Gue nggak nyimpen perasaan apa-apa”
“gue bahkan yakin lo masih punya perasaan ke
gue, yak an?”
“Nggak, Alvin.”
“Via..”
“Stop vin. Gue nggak mau ngomongin ini. gue
udah punya hidup gue. Lo juga udah punya hidup
lo.”
“Gue nungguin lo, sivia!” bentak Alvin mulai emosi
Sivia menciut. Ia terdiam di tempat duduknya
sekarang,
“Selama ini gue nunggu saat yang tepat buat
ngasih tau lo kalo gue ini cinta sama lo. Tapi
lo….malah pergi gitu aja tanpa ngasih tau gue
apa-apa. Gue…nyesel siv. Gue kira gue nggak
bakal bisa ketemu lo lagi. buat ngungkapin
perasaan yang udah lama gue simpen buat lo.”
“Udah lima tahun berlalu vin. Itu semua masalalu.
Gue udah coba bangkit dan ngelupain lo..”
“Tapi gue nggak, sivia. Gue nggak bisa. Gue sayang
lo. Gue cinta lo. Gue nggak bisa kalo nggak ada lo.
Hidup gue berantakan. Gue mencoba ngebangun
hidup gue selama lima tahun terakhir dan kalo
tanpa kakak gue, gue nggak bakal bisa. Gue…gue
nggak bisa…sivia…”
Sivia menepuk bahu Alvin. “tapi semuanya udah
terlambat, vin.”
“Nggak ada kata terlamba….” Seperti menyadari
sesuatu, Alvin meraih tangan sivia. “Lo..udah
punya orang lain, siv?”
Saat hendak menjawab, ponsel sivia berdering.
Sivia menjauhkan diri dari Alvin.
“Halo? Kamu udah disini? Dimana? Oh, yaudah.
Aku di deket Rio duduk. Iya, he eh. Yaudah , bye”
Seorang pemuda jakung berkulit sawo matang
melambaikan tangannya pada sivia. Dengan kaos
berkerah vneck warna putih,dilapisi blazer hitam
dan celana warna coklat dipadu sepatu
bucherinya, ia melangkah mendekati sivia. Sivia
yang melihat pemuda itu langsung berdiri dari
tempatnya duduk.
Pemuda itu mengecup kening sivia sambil
merangkulnya. Alvin hanya melihat pemandangan
itu nanar. Dia…memang sudah terlambat.
Rio yang mengetahui kedatangan teman
sekampusnya dulu berjalan kearahnya. “Woi man,
sampe sini kapan lo?”
“Tadi pagi pagi banget.” Ujar pemuda itu
melempar senyum pada Ify yang mengekori Rio.
“Gue udah denger banyak dari Rio soal lo, senang
bisa bertemu langsung dengan lo.”
Ify tersenyum sopan. Shilla dan Gabriel yang baru
san datang pun ikut bergabung dengan sivia-duto
dan rio ify.
“Vin lo ngapain disitu? Sini dong!”
Alvin tersenyum seadanya, dengan enggan dia
melangkah mendekati Gabriel cs
“Gue Praduto.” Ucap cowok itu ramah.
“dia…tunangan gue.” Kata sivia sambil menggamit
lengan praduto.
Alvin yang mendengar itu segera mengarahkan
tatapannya pada sivia. Tajam. Sakit. Kaget.
Kecewa.
“lo udah tunangan, siv?” tanya shilla dan ify
bersamaan,kaget.
“udah, dia duluan malah. Di UK mereka kenalan.
Duto ini satu fakultas sama aku. Sivia yang nggak
sengaja liat duto maen ke flatku kayanya jatuh
cinta gitu sama duto”
“Rio apaan sih” sivia menatap rio sok kesal.
“dan berkat gue, mak comblang handal, mereka
pun bersatu, udah dua tahun mereka bareng.
Blablabla…”
Rio heboh menceritakan sivia-duto. Sedangkan ify
shilla dan Gabriel menyimak serius. Diam diam
sivia melirik kearah Alvin yang tak bereaksi apa-
apa. Tapi, mukanya merah padam. Matanya juga
merah, seperti menahan tangis.
“Gue balik duluan. Ada urusan” potong Alvin tiba
tiba.
“loh vin? Yah nggak seru nih”
“sorry, gue duluan ya.” ucap Alvin.
Semuanya mengangguk,kecuali sivia.
‘maafin gue, vin’ ujar sivia dalam hati. Ia
menggigit bibirnya kuat kuat.
$$$$$
Dengan susah payah,ia mendapatkan nomor
handphone sivia dari shilla. dengan alasan tak
kentara tentunya.
“Sekali aja. Gue pengen ketemu lagi sama lo.
Ngelurusin semuanya.” Mohon Alvin.
“Nggak ada yang perlu dilurusin lagi, vin. Udah
sangat jelas kan ,kalo hati gue udah bukan lagi
buat lo. Lo coba terima kenyataan itu.”
“terus apa artinya penantian gue selama ini siv?”
“Nggak ada artinya. Karena gue nggak pernah
nyruh lo nungguin gue. Gue udah pernah sms lo
kan? Carilah kebahagiaan diluar sana, vin. Karena
gue tau lo bisa bahagia tanpa gue.”
“buktinya gue nggak bisa, siv. Gue..”
“udah lah. Tentang masalalu, perasaan lo,
perasaan gue,nggak ada lagi yang perlu
diomongin. Semua udah jelas. Lo mulai jalanin
hidup lo tanpa gue. Dan gue bakal jalanin hidup
gue seperti biasanya, sebelum gue ketemu lo hari
ini.”
Alvin menghembuskan napasnya, berat. Mencoba
menerima kenyataan pahit itu. “yah…semoga lo
bahagia sama duto, siv.”
“Thanks. Gue harap lo juga segera menemukan
kebahagiaan lo itu.”
Tut.tut..tut…
Sivia memutuskan sambungan telfon tersebut.
Alvin memandang nanar kearah handphonenya.
‘Sudahlah, semua sudah terlambat, nggak ada lagi
jalan buat kembali. Nggak bakal bisa memutar
waktu kembali ke masalalu. Semuanya sia-sia. Lo
nggak bakal bisa vin. Terima kenyataan aja. ‘ ujar
Alvin meyakinkan dirinya sendiri.
Ya, mungkin kini saatnya meninggalkan lembaran
lama. Mulai berusaha melupakan sivia. Menjalani
lembaran baru. Mencari kebahagiaan baru.
$$$$$
Setahun kemudian.
“Kamu suka yang mana, dear?” tanya duto pada
sivia.
“yang ini bagus tuh, simple”
Duto mengangguk angguk “Saya mau yang ini
mbak,”
Tangan Pramuniaga itu bergerak mengambilkan
sekotak cincin berwarna emas dengan dua buah
berlian kecil di depannya. Sivia mengerjap ngerjap
menatap keindahan calon cincin yang akan
tersemat di jarinya itu.
“Yang ini, dear?”
Sivia mengangguk
“okey, ill pay it”
Pramuniaga itu menerima sebuah kartu kredit
dari Duto dan mulai membungkus.
“Kamu jadi pilih dimana? Di Jakarta? Atau di Bali
aja?”
Sivia menggeleng. “Jakarta aja lah. Nggak usah
jauh jauh. Lagian, rio sama Gabriel kan lagi sibuk
sama perusahaan mereka. Aku pengen semua
sahabatku kumpul, sayang. Sederhana aja, nggak
usah macem-macem.”
Duto mengangguk angguk dan membelai rambut
sivia. Rencana pernikahan yang indah terlah
tersusun dibenak duto dan sivia. Dua bulan lagi
pernikahan mereka dilaksanakan. Pihak EO sudah
mengatur semuanya.
$$$$
“Ify! Lo cantik banget” puji shilla saat melihat ify
dalam busana kebaya berwarna merah
keemasan. Rio yang menggunakan baju adat
berwarna senada menganguk angguk setuju
dengan shilla.
“ah lo bisa aja shill”
“beneran! Wah gue nggak nyangka, kalian duluan
yang bakal nikah! Ternyata omongan lo nggak
main-main ya yo, soal nggak perlu tunangan tapi
langsung nikah.”:
“lah emang itu rncana gue sama ify dari awal. Ya
kan fy?”
Ify mengangguk angguk. “eh mana sivia , Alvin
sama duto?”
“mereka otw. “
“yaudah yaudah silahkan di nikmati hidangan yang
sudah tersaji disana.”
“lo tau aja kalo gue lagi laper yo” Gabriel
menyeringai
“tau lah. Berapa lama sih gue sahabatan sama
lo?”
Mereka tertawa.
Satu setengah jam kemudian…
Sivia calling….
Shilla menyerngit. Mendapati handphonenya
bergetar atas nama sivia yang sedang
menelfonnya.
“halo? Ya siv?”
Mata shilla terbelalak. “mereka dimana
sekarang??!! Ya, saya kesana. Iya. baik”
“Gabriel! Gawat! Urgent!!!!” shilla histeris menarik
Gabriel yang sedang memilih makanan apa yang
akan ia makan.
“iya beb bentar bentar gue laper nih”
“ahelah nggak ada waktu buat makan.
Sivia..duto..kecelakaan. sekarang sivia ada di
rumah sakit. Keadaannya sangat parah.
duto..duto..masuk ruang oprasi..”
Alvin, yang barusan datang langsung menghampiri
shilla dan Gabriel. “apa? Ada apa? Sivia kenapa?”
“sivia sama duto kecelakaan, vin. Aduh gimana ini.
rio sama ify kalo dikabarin pasti bakal panic
sendiri. “
“yaudah . lo urusin yang disini. Gue..bakal ke
rumah sakit. Dimana rumah sakitnya?”
“Di medical center, vin.”
Alvin mengangguk dan berlari kesetanan dari
ruangan itu. Ia ingin melihat keadaan sivia. Ia
tidak ingin kehilangan sivia. Ia tidak ingin sivia
kenapa napa.
“sivia… bertahan siv…”
$$$$$
Daun-daun mulai berguguran, seiring makin
panasnya musim kemarau yang berlangsung
tahun ini. Seperti halnya hati pemuda sipit ini.
mulai gugur, rontok dari tubuhnya. Sangat
kehilangan orang yang ia cintai.
Ia terduduk diatas sebuah nisan. Sudah enam
bulan berlalu. Rasanya, baru kemarin saja ia
memulai masa putih abu abunya dan jatuh cinta
pada gadis chubby bernama sivia itu. Rasanya,
baru kemarin ia mengetahui bahwa sivia
mencintainya. Dan rasanya, baru kemarin
perasaan sakit menyusupi hatinya saat tau sivia
sudah melabuhkan hatinya pada orang lain.
Tidak ada lagi sivia azizah. Yang ada hanya
seseorang yang terus-terusan bertanya dimana
tunangannya.
Alvin memandang nisan itu, lama. Tak sanggup
berkata-kata. Rasanya, semua kata yang sudah ia
rangkai menguap begitu saja.
“Hai, apa kabar? Lo tau nggak, kematian lo bikin
orang-orang disekitar lo terpuruk?” Alvin
menghela napasnya.
“…..Duto… lo tau nggak, tiap hari sivia selalu
nyebut nama lo? Selalu nanyain dimana lo? Selalu
nagih kapan lo nikah sama dia? lo nggak kasian,
liat sivia kaya gitu?”
“Duto.. gue lebih bahagia, kalo sivia bahagia
bersama lo. Gue nggak suka sivia yang sekarang.
Yang selalu nangis, walaupun itu disamping gue.
Gue nggak bisa to. Gue nggak bisaliat orang yang
gue cintai kaya gitu. Kenapa lo harus ninggalin
sivia sih to?”
“Kenapa nggak gue aja? Gue yakin,ada atau
nggaknya gue,sivia bakal tetep bahagia sama lo.
Tapi,dengan nggak ada nya lo,sivia nggak bahagia.
Terlebih itu sama gue. To, gue harus gimana?
Gimana cara bikin sivia balik jadi sivia yang dulu?
Gue kehilangan banget To..”
Alvin mengelus nisan bertuliskan Praduto Wijaya.
Menghela napasnya lagi. lalu berdiri darisana.
Rio , ify, Gabriel dan shilla berjalan kearah Alvin.
Dengan merangkul sivia diantara mereka
berempat.
“Kalian?”
“Gue yakin, sivia harus tau semuanya.
Sekarang,atau nggak sama sekali.” Ujar Gabriel
“Sivia..” panggil shilla lembut
“heheheh ya shilla??”
“ini duto, siv..” ify menambahi sambil
mengedarkan pandangannya kearah nisan duto.
“duto? Mana duto? Mana??”
“Ini, sivia.” Rio menunjuk makam duto.
“loh duto kan manusia hehehehe kok jadi tanah
sih? Sama batu..sama bunga gitu.. emang duto
bukan manusia ya? hehehe”
“shill udah, gue nggak tega” Alvin menutup
mukanya dengan kedua tangannya
“sivia … Ini duto. Dan ini Alvin. Duto itu masalalu,
dan Alvin itu masa depan kamu. Nggak ada lagi
duto. Yang ada Cuma Alvin. Alvin. Alvin.” Ujar rio
meyakinkan sivia
“tapi duto kan janji sama sivia.. mau ngajak sivia
nikah.. di Jakarta… sama kalian…heheheh” sivia
mendekati nisan duto “iya kan sayang? Kamu
masih ada kan? Kamu kan nggak kemana mana”
air mata sivia mulai turun.
Ify yang tak tega ,langsung menghambur dalam
pelukan rio. Ikut menangis. Gabriel mengenggam
erat tangan shilla.
“sivia.. duto udah nggak ada..”
“duto masih ada, shilla! masih ada!!”
“Nggak ada sivia. Yang ada Cuma Alvin. Karena
Alvin lah yang selama ini ada buat kamu. Ayolah
via. Sadar. Lo nggak bias terus terusan kaya
gini,kan?”
Sivia menatap Alvin lama. Lalu beralih kearah
nisan duto..
Masih dengan air mata yang terus mengalir, sivia
mendekati makam duto. “duto… emangnya kamu
pengen aku sama Alvin ya? nanti kalo aku dibikin
sakit sama Alvin kaya dulu gimana? Heheh”
“iya, sivia. Duto n yuruh lo sama Alvin sekarang.
Anggap Alvin itu duto. Duto masa depan lo. Alvin
bakal bikin lo bahagia, kok.”
“Tapi shilla… duto.. duto… “
“udahlah. Jangan paksa sivia, shill. Ayo vi kita
pulang” alvinn menarik tangan sivia. Sivia hanya
mengikuti perintah Alvin. Keempat sahabat Alvin
memandang mereka berdua penuh kesedihan.
Prihatin.
Didalam mobil, sivia terus terusan diam. Sivia
memang depresi, tapi tidak sampai masuk rumah
sakit jiwa karena kadang sivia masih bisa berfikir
normal. Semuanya awut awutan. Studi S2 alvin
terpaksa cuti karena Alvin lebih menghawatirkan
sivia daripada gelar S2nya. Shilla dan ify yang
membangun bisnis butik bersama lebih sering
pulang awal Karena takut meninggalkan sivia
sendirian.
Rio dan Gabriel yang membangun perusahaan
entertainment bersama juga fikirannya bercabang
–cabang pada ify,shilla dan sivia. Kadang mereka
juga menghawatirkan Alvin yang ternyata
mempunyai perasaan sebesar itu pada sivia.
“Alvin… beneran nggak bakal nyakitin sivia lagi?”
tanya sivia setelah mobil berhenti tepat didepan
rumah sivia.
“Kok sivia tanya gitu?”
“Sivia..sivia pengen Alvin bener bener bisa gantiin
duto.. sivia pengen liat duto bahagia. Jadi sivia
harus bahagia, gitu kan vin?”
Mata Alvin berbinar. “sivia beneran ngasih Alvin
kesempatan?”
Sivia mengangguk. dan tersenyum. Sambil
menyeka air mata yang sempat mengalir tadi.
Alvin merengkuh sivia. Merasakan kehangatan
yang sudah lama tak pernah ia rasakan. Ia tak
akan pernah melupakan hari ini. tak akan menyia
nyiakan sivia barang sedetik pun.
Sivia tersenyum dalam dekapan Alvin. Dalam hati,
ia berjanji untuk belajar mencintai Alvin seperti
dulu.
$$$$
“Mama! Tante! asha nakal nih. Nggak mau
gantian main PSnya!” ujar anak kecil bergigi
ompong sambil mencoba merebut stick PS dari
Asha.
“Ih! uto… asha kan acih main…”
“Tapi kan uto juga pengen mainnn…”
“kenapa nggak main beldua aja?” tanya anak laki
laki yang sejak tadi sibuk memperhatikan kedua
teman mainnya itu.
“afli, kalo uto mau main Belbi sih nggak papa.
Tapi uto kan sukanya main cepak bola telus.. kan
asha nggak bica main cepak bola. Nanti asha
kalah telus dong dari ifa..”
“Ih! Yaudah bial adil nggak usah main PS aja.”
Kesal anak laki-laki bernama Rafli tersebut.
“hei hei hei, jangan bertengkar anak-anak. Ada
apaan sih?” tanya ify dan Sivia mendekati anak-
anak kecil itu.
“Ini ma, uto pengen main PS. Tapi uto mainnya
cepak bola. Nanti asha kan kalah. Asha kan
bisanya main Belbi” kata Marsha, pada Ify.
“ih tapi kan asha nggak halus main belbi telus!
Sekali kali main cepak bola gitu lho. Bial kelen.”
“tapi kan asha cewek, uto!!!”
“Bialin! Mau cewek kek apakek kalo main sama
uto harus dan wajib bisa cepak bola”
Ify geleng-geleng melihat kegigihan Duto kecil,
mengajak Marsha, Anaknya untuk bermain sepak
bola. Yang di tolak mentah mentah oleh Marsha
“Rafli kok diem aja? Nggak ikut main?” tanya Sivia
melihat anak kecil yang sibuk membaca buku
cerita di sudut ruangan.
“afli cibuk. Mau jadi pendongen. Ssttt tante tante
diem ya. afli mau okus cama buku celita afli.”
Sivia dan ify melongo. Dasar, anak sama bapak
sama aja!
“Makan malam sudah siap!!!” ujar shilla dari
dapur.
“Yeee makan makan makan” ujar Rafli paling
semangat.
“tuh kan! Sama bapaknya sama aja!” sungut sivia.
Ify mengangguk angguk sambil terkekeh. Buah
emang nggak jatuh jauh dari pohonnya.
“PAPA ! PAPA! “ teriak Marsha girang saat tubuh
Rio menyembul dari balik pintu.
“Eh anak papa.. udah makan?”
“cudah pa.. tadi di macakin naci goleng cama
tante chilla.. enak banget lho..”
“hu dasar! shilla tuh kelebihannya Cuma masak
nasi goreng aja. Coba masak yang lain pasti
ancur” gumam Alvin yang ada dibelakang rio.
“heh lo bilang apa tentang shilla?”
Alvin meringis, “Gue lupa kalo macannya ada
disini. Wahahahahaha”
Rio ikut tertawa sambil menggendong marsha.
“PAPI PAPI!!” rafli menghambur memeluk Gabriel.
“iya, sayang? Ada apa?”
“afli abis nyeleseiin buku celita yang papa beli
lhho.. “
“oh ya? pinter deh anak papi. Yuk kedalem. Papi
laper banget” Gabriel pun menaikan rafli ke
punggungnya. Mereka berlalu darisana. Alvin
geleng geleng sendiri mengingat betapa tuanya
mereka sekarang
“ayah,.” Panggil Duto sambil terisak.
Alvin yang baru melepas satu kancing dasinya
kebingungan sendiri melihat anaknya menangis.
“Loh duto kenapa? Kok nangis?”
“Duto mau beli PS sendili yah duto nggak mau
main cama asha. Asha nggak mau gantian. Ya yah
ya? beliin duto PS yah?”
Alvin mengangguk “Siap jendral!”
“Acikk!!! Mulai caat ini duto nggak pelu lebutan PS
cama asha lagi. hole!!!”
Mendengar itu,Marsha dan Rafli menoleh pada
Duto.
“yaudah! Mulai cekalang juga nggak bakal ada
yang lebutan main cama asha lagi. wlekk”
“hmm.. yaudah enak dong nggak ada lagi yang
libut did epan afli.”
Ketiga bapak-bapak ini terkekeh melihat tingkah
anaknya.
Sivia, dari dapur, kamarnya, mengintip Alvin dan
Duto kecil yang sedang tertawa bersama. Setitik
rasa rindu menyelimutinya. Merindukan Praduto
yang dulu pernah singgah di hatinya barang
hampir tiga tahun. Salahkah dia?
“Kamu kok disini siv?”
Sivia yang tak tau kapan Alvin sudah masuk kamar
pun hanya tersenyum sambil garuk garuk
kepalanya yang tak gatal.
“ada apa? You have any problem, darl?”
Sivia menggeleng dan menggamit tangan Alvin.
“Cuma sedikit kangen…sama Duto.”
Alvin terdiam, kemudain tersenyum.
“Nggak papa aku kangen duto?”
“of course, sama sekali nggak papa.”
“vin boleh nggak aku tanya satu hal?”
“tanya apa, siv?”
“kenapa kamu namain anak kita dengan nama
nya duto?”
Alvin tersenyum simpul. “Karena tanpa Duto, kita
nggak bisa bersatu kaya gini siv. Aku berhutang
banyak sama dia. banyak banget jasanya buat
kita. Dan karena anak pertama kita cowok, aku
mutusin buat ngasih dia nama Duto. Biar kita
nggak lupa, kalau Duto lah yg bikin kita bisa kaya
gini.”
Sivia mengerti. Akhirnya. Setelah dua tahun
menyimpan tanya. Ia mengerti.
Duto, thanks. Karena kamu, aku belajar
bagaimana caranya mengikhlaskan. Dan
bagaimana caranya dicintai dengan indah oleh
pemuda sipit yang sekarang telah menjadi ayah
dari anakku. Alvin.
$$$$
YEAAHHH TAMAT hahahaha
Gimana endingnya? Gajelas kan? Hehehe maaf ya
berantakan. Ini yang ngalir aja sih di otak
Wkwkwk
Leave comment guys! (:
Like juga jangan lupa.
Kritik saran yang membangun sangat di
harapkan :D
Tunggu cerpen atau cerbung ku selanjutnya ya
hahahaha *kalo ada yg nunggu sih*

1 komentar: