24 Juli 2013

TRAP [3]

3. Bangkrutnya Haling


Shilla mendengus, tangannya terasa kram karena sudah hampir satu jam lamanya ia mencatat materi sejarah yang seakan-akan tak ada ujungnya. Ify bahkan berkali-kali menguap karena mulai mengantuk dan bosan dengan kesunyian di kelas. Bu Ira, guru sejarah sedang marah, pasalnya minggu kemarin, separuh murid di kelas ini tidak mengejarkan PR. Dan kekesalannya ia luapkan dengan bungkam selama pelajaran dan mencatat tanpa henti.

“sampai kapan nih guru diem?” keluh Ify frustasi.

“sampe bel istirahat bunyi, Fy.” Shilla terkekeh.

“Gawat juga kalo tiap ngambek dia kaya gini. Bisa memutus syaraf tangan ini, mah.”

“Paling bentar lagi selesai, udah mau istirahat, nih.”

“Minggu depan, kita ulangan. Pelajari semua yang sudah ibu tuliskan hari ini.” Ujar bu Ira dingin, dan berlalu dari sana, beriringan dengan suara bel istirahat yang menggema di seluruh ruangan kelas.

“Akhirnyaaa!!!!” lega Ify

“Ke kantin?” tawar shilla. Ify mengangguk.

**__**

“ini...kan...prokernya dayat? Kenapa musti kita yang ngerjain, sih?” Alvin berdecak kesal.

“siapa lagi anak osis yang bisa di andalin? Pricilla? Zevana? Mereka nggak mungkin. Difa? Oik? Oca? Cahya? Itu juga gak mungkin. Cuma kita, senior, yang paling ngerti soal ini. Lagian, kan, kamu tau sendiri dayat, tuh, sibuknya kaya gimana.”

“Tapi ini tanggung jawab dia, program kerja dia, Cuma gara-garra dia, kita yang kena imbasnya. Kita yang repot. Kita yang nanggung,”

“Kalo kamu nggak mau yaudah, nggak apa-apa. Aku kerjain sendiri.” Tegas Sivia yang lalu beranjak dari ruang Osis.

“loh? Loh? Via!” alvin berlari mengejar Sivia.


“Darimana, via?” tanya Cakka yang tak sengaja melihat Sivia terburu-buru berjalan di koridor.

“dari ruang osis. After meeting,”

Cakka meng O kan mulutnya. “I wanna go to canteen. Do you want join with me?

“Boleh. Wait for minute, aku mau kembaliin ini dulu.”

“Nggak usah, i bring that for you, come here.” Cakka meraih kertas-kertas dan sebuah buku yang sangat tebal yang sedang di bawa Sivia. Sivia terkekeh saja,

“Thankyou, Mr. Cakka.”

“Youre welcome, Mrs. Sivia.”

Alvin mengepalkan tangannya pada dinding kuat-kuat. Melihat peristiwa yang baru saja terjadi di hadapannya tersebut membuat hatinya teremas-remas.

“Jadi... ini yang di namain cemburu?” Alvin tertawa sinis, pada dirinya sendiri.

**__**

Ify memandangi Shilla yang sibuk dengan ikat rambutnya. “Ribet amat, sih, gitu doang?”

“Tau, nih. Kayanya aku musti potong rambut. Gimana kalo nanti pulang sekolah kita ke mall? Mau potong, udah gerah.”

“Oke, terserah. Tapi temenin gue hunting novel di gramed, ya”

“Siap, boss.”

“Hai, berdua aja? Aku sama cakka boleh gabung, kan?” tanya Sivia yang tiba-tiba sudah berdiri di hadapan mereka bersama Cakka.

“Boleh, tentu aja. Silahkan, silahkan.” Shilla merapatkan duduknya pada Ify. Cakka masuk dan duduk di sebelah Shilla. Mau tak mau membuat semburat merah jambu mekar di wajah putih Shilla.

“Mau pesen apa?” tanya Sivia.

“Nitip somay, ya, mba.” Ujar ify sambil tertawa

“Yeee, oke. Kamu apa, shill? Kka?”

“bakso aja,” jawab keduanya bersamaan.

“Cie, bisa kompakan gitu. Minumnya?”

“Lemon tea”

Ify dan sivia membulatkan matanya, mendengar jawaban dari Shilla dan Cakka yang lagi-lagi sama.

“oke, oke, kalau emang udah ada chemistry-nya, sih, emang nggak di ragukan, hahaha. Tungguin bentar ya, aku pesen dulu.” Sivia langsung beranjak darisana.

“Gimana disini? Enak?” tanya Ify membuka pembicaraan

“Not bad, kok. Standartnya sama, like my singapore’s school. Pelajarannya, guru-gurunya, anak-anaknya, they was fun, kind.”

“Nggak kefikiran buat terus stay di Indonesia?” tanya Shilla

I think...not for now. I mean, suatu saat, ada harapan untuk stay di Surabaya, di Indonesia, remember i still have javanesse blood in my body.

“Kamu orang jawa?”

My father was born in Jogjakarta, my brother too. Aku lahir di Singapore, besar disana. Dan baru berkesempatan mengunjungi indonesia sekarang, hanya untuk dua bulan. Exchange student. I will finishing my study first, and i promise i will back soon to Indonesia.”

Ify tersenyum jahil, “buat siapa lo berjanji?” ujarnya sambil melirik Shilla

Cakka tersenyum, “buat siapa saja yang menagih janji kepadaku,”

Muka shilla merah padam. Kedatangan Sivia menyelamatkan Shilla dari rentetan introgasi ify.

“Sayang, kamu tau, kan hari ini, tuh, hari ulang tahun adek aku, Lydia. Kok kamu nggak bisa dateng, sih? Aku, kan, mau ngenalin kamu ke orang tua aku.” Kesal Pricilla.

“Maaf, Priss. Aku bener-bener nggak bisa. Ada sebuah acara keluarga yang harus aku datengi. Kalo aku nggak dateng, aku nggak menjamin tetep bisa make mobil ke sekolah. Bisa anter jemput kamu lagi. karena papa aku ngancem kaya gitu, sayang.”

Mata ify menyipit mendengar pembicaraan yang ada di depannya. Sivia yang tau arah tatapan ify pun hanya mengangkat bahunya, tak acuh. “Mereka pacaran. Dan... freak. Aku jijik sendiri ngelihat mereka berdua kalo udah pacaran. Rio yang biasanya aku lihat cool, keren, pendiem, bisa 180 derajat beda kalo ada di depan cewek itu. Hih.” Sivia bergidik ngeri.

“mereka pacaran? Gue baru tau, si nenek sihir satu itu ada yang mau juga.”

“Jangan salah, fy. Rio, tuh, cinta mati banget sama dia. Dia selalu ada di samping Pricilla. So sweet gila. Rio yang prefeksionis, bisa pacaran sama anak manja yang Cuma suka ngesok di depan anak-anak. Dunia memang aneh,” Komentar Shilla.

“Kalian lagi ngomongin apa?” tanya cakka yang tidak mengerti.

“Tuh, mereka. Sepasang mahluk aneh yang lagi pacaran di depan kita. Udah, ah, daripada ngeliatin mereka mending makan aja. Nggak bikin kenyang juga ngeliatin mereka.” Sivia kembali melahap mangkuk soto yang ada di hadapannya. Diikuti Shilla dan Cakka. Fikiran ify masih melayang-layang.

Sedikit aneh. Tapi..... ah, sudahlah.

**__**


“Kamu yakin, kka, mau ikut?” tanya Shilla tak yakin.

of course. Seminggu aku disini, aku belum sempat jalan-jalan. I heard from sivia, if you both will go to plaza. Can i join with you?”

“Boleh-boleh aja, sih, tapi kita naik angkot, loh.” Ujar Ify tak enak.

“Nggak usah, pake mobil aku aja. Ada di parkiran. Yuk.” Cakka berjalan mendahului ify dan shilla.

**___**

Hati alvin terasa tak tenang. Ia merasa sangat bersalah kepada Sivia, apalagi sivia selalu mengabaikan panggilan telefon, chat, dan smsnya. Rasa bersalahnya makin menumpuk, saat mengetahui tugas yang kemarin di serahkan Bu Risa padanya dan Sivia sudah terselesaikan atas kerja keras Sivia sendiri.

Ia tau, hari ini sivia ada di ruang osis, mengecek proposal yang di buat oleh osis junior mereka untuk acara BRAV-FEST minggu depan. Ia pasti sangat sibuk, dan sebagai wakil ketua osis, ia merasa gagal.

Alvin melangkah masuk, melihat sivia membelakanginya dengan rambut di cepol, gaya khas sivia kalau sedang berkonsentrasi. Alvin tersenyum sendiri. Lalu duduk di sampingnya. “Perlu saya bantu, ketua?”

Sivia terjengat ke belakang kalau alvin tak memegangi kursi sivia. “alvin...ngagetin aja.” Responnya.

“Maaf... aku kesini mau minta maaf soal kemarin. Bukannya aku nggak mau ngerjain tapi−“

“nggak papa. Tugasnya udah selesai, udah aku kasih ke bu Risa. Udah beres, kok. Nggak perlu di fikirin.”

“Bukan gitu, via... aku...”

“Udah, lah, vin. Nggak usah di perpanjang.”

“Sekali lagi maafin aku, ya, vi. Aku emang egois. Dari dulu−“

“Nggak usah bahas-bahas yang dulu.” Desis sivia tajam, “Aku udah berusaha bersikap profesinal ke kamu, selama dua tahun. Asal kamu tau aja. Itu semua nggak gampang, perlu proses yang panjang. Jangan pernah ngebahas yang udah lewat. Karena masalalu, ya masalalu. Nggak perlu untuk di ungkit-ungkit lagi.” Sivia bangkit dari sana, lalu menyambar tasnya.

“via,” Alvin mencekal pergelangan tangan Sivia.

“aku cinta kamu. Seharusnya kalimat ini yang keluar empat tahun yang lalu. Aku...cinta...kamu...”

“Lepasin, vin.” Alvin menurut. Ia melepaskan cekalan tangannya. Dan sedetik kemudian, sivia sudah tak ada disana. Ia sudah berlari.

“bego lo vin... lo bego vin bego..” maki alvin pada dirinya sendiri.

**__**

“Mau potong model gimana mbak?”

“Potong pendek aja, kaya ini nih,” Shilla menunjuk salah satu foto yang ada di hadapannya.

“Kamu mau potong sependek itu?” kaget cakka.

“Apaan? Cuma sebahu, kok. Nggak pendek-pendek banget.”

“Iya, mas. Cuma sebahu. Rambutnya kalo kepanjangan jelek, keliatan nggak fresh.” Ujar mbak-mbak pemotong rmabut(?)

“Udah, kka. Bagus, kok kalo pendek. Gaya baru seorang shilla gitu itung-itung.” Ujar ify sambil terkekeh.

“whatever. Kalau jadinya jelek awas, ya, mbak.”

“kok jadi dia, sih, yang sensi? Pacarnya, ya mbak?” bisik mbak-mbak pada shilla.

Shilla terkejut, sedetik kemudian ia tertawa. “Nggak, mbak. Baru juga kenal beberapa hari.”

“Oh, kirain pacarnya. Cocok, sih, mbak, sama mbak.”

“Ah, bisa aja.” Shilla melirik ke arah cakka diam-diam. Apa iya, aku sama Cakka cocok kalo pacaran?

“Kenapa lo shill senyum-senyum geje gitu?”

“hah? Nggak, nggak papa.” Jangan berhayal ketnggian, shill. Inget, kamu tuh siapa. Cuma anak orang miskin yang nggak pantes bergaul sama mereka. Kamu harus sadar derajat.

Shilla menghembuskan napas, panjang.

**__**


“Perusahaan papa ada di ujung tanduk, Rio. Kalau kita nggak cepet-cepet cari jalan keluar, kita akan benar-benar jadi gembel. Apa kamu mau, tidur di emperan jalan?!?! Haling corp berdiri atas jerih payah papa bertahun-tahun, papa sudah mempertahankannya mati-matian. Tapi semuanya di perburuk dengan masalah penipuan klien dan korupsi manager papa. Perusahaan benar-benar akan hancur.”

Rio terdiam.

“Jalan satu-satunya ya dengan perjodohan kamu! Nggak usah nolak, kalau kamu nolak, papa bener-bener jamin setelah ini, kita akan tidur di kolong jembatan!” Zeth haling meninggalkan Rio di ruang kerjanya.

Rio bingung, frustasi. Mendengar kabar dari mamanya bahwa dia akan di jodohkan dengan relasi bisnis ayahnya yang akan membantu kesuksesan bisnis keluarganya yang sempat tersendat karena krisis moneter perusahaan beberapa waktu yang lalu.

“kenapa harus rio, sih? Ada kak marzel. Kenapa rio? Kenapa?”

“karena papa sayang sama rio. Papa mau rio bahagia. Kak marzel udah bahagia, dengan pilihannya sendiri, meninggalkan kita. Papa nggak ingin, kamu juga meninggalkan mama dan papa seperti kakak kamu. Kami ingin kamu bahagia bersama kami, Rio.”

“Tapi nggak kaya gini caranya, ma. Rio udah punya pacar. Orang yang sangat rio cintai. Rio nggak bisa ninggalin dia.”

“Bantulah papa kamu mempertahankan perusahaannya yang ia bangun atas kerja kerasnya, rio. Apa kamu tidak ingin mempertahankan semuanya? Kesuksesan papa kamu, kebahagiaan kita, semuanya. Itu tak ternilai harganya. Mama dan papa nggak pernah minta apa-apa sama kamu. Jadi, kali ini saja, turuti papa. Maaf, mama nggak bisa bantu banyak. Karena mama setuju dengan ide papa kali ini.”

“Mama!” teriak rio frustasi.

**__**

“cari novel apa, sih, fy? Lama bener. Udah jam 5 sore, nih.”

“Bentar, kalo kalian mau balik dulu nggak papa, rumah gue deket, kok dari sini. Gue bisa pulang sendiri.”

“Nggak, ah. Kamu kan perempuan, aku nggak akan ninggalin kamu buat pulang sendirian” sahut cakka

“yaudah, kalian tunggu aja. Ke foodcourt kek ato kemana gitu. Gue masih lama soalnya.”

“hmm yaudah, kita ke foodcourt aja, yuk, shill? Aku kurang suka di toko buku.”

“Oh, mm iya deh. Gak apa-apa, kan, kalo aku tinggal?”

“nggak papa asal nggak di tinggal pulang.”

“Oke, paling lambat jam 6 sore udah harus selesai. Aku tunggu di foodcourt!”

“Siap boss!”

Ify kembali menjelajahi rak demi rak buku, dan  terpaku saat buku yang selama ini diincarnya sudah bertengger manis disana.

“L’s bravo viewtiful!” pekiknya senang. Tapi, ketika ia akan mengambilnya, seorang cowok berpostur tinggi mengambil buku tersebut.

“yah... padahal itu satu-satunya,” sedih ify.

“Kamu mau ini?”

Mata ify berbinar saat cowok itu menyodorkan buku yang ia incar di hadapannya.

“Nih, buat kamu aja. Aku bukan penggemar kpop, aku Cuma penasaran sama buku fotografi. Ini buku fotografi kan?”

ify mengangguk. “Bener nih buat aku?”

“Iya, lagian buku fotografi masih banyak disana.”

“Ya ampun mas, makasih banget ya makasih. “

“Iya, sama-sama.”

Cowok itu pun pergi darisana. Ify bersyukur dan mulai menjerit-jerit histeris. Tapi sebuah telefon menyadarkannya dari kegilaan yang sedang berlangsung.

“Halo?”

“kamu dimana?”

“ify di toko buku, kek.”

“kakek kan sudah bilang, kosongkan jadwalmu hari ini! Kamu lupa, hari ini kamu ada acara sama kakek?”

“astaga! Ify lupa! Maaf, kek, abis ini ify pulang..”

“cepetan. Sebelum jam 7, kamu udah harus sampe sini.”

“Iya kek.”

Mampus. Suara kakek udah menggelegar begitu. Bisa-bisa sampe rumah gue di makan nih. Wah gawat.

**__**


hai part 3nya selesai , makin gak jelas aja perasaan =_='
haha tinggalkan comment. sudah di tag ya :3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar